Para Pengusaha di Australia Tak Sabar Tunggu Pekerja Asing Masuk
- abc
Maria Zia mengelola pendidikan kejuruan untuk mahasiswa internasional di Brisbane dan mengaku usahanya ini lumpuh akibat penutupan perbatasan selama pandemi.
"Pada Maret 2020, saat kita menjalani lockdown, kami berhenti menerima mahasiswa dari luar negeri," ujarnya.
"Ada kelas yang tadinya diikuti 60 orang akhirnya tinggal enam mahasiswa."
Ia menyebut kurangnya mahasiswa internasional menyebabkan sektor industri hospitality (perhotelan dan restoran) serta pariwisata kekurangan tenaga kerja.
Meski saat ini perbatasan telah dibuka kembali sehingga mahasiswa dan pekerja internasional dapat mengajukan permohonan visa ke Australia, prosesnya menjadi semakin lamban akibat bertumpuknya permohonan.
"Sejak perbatasan dibuka kembali, semuanya tampak lancar, tapi kenyataannya lain. Kami membutuhkan pekerja sekarang," ujarnya.
Menurut dia, proses mendatangkan pekerja ini tidak akan terjadi dalam semalam, membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun, kecuali proses migrasi dipercepat," kata Maria.
"Tingkat penolakan visa sangat tinggi. Jadi pemerintah perlu mempertimbangkan hal itu juga," tambahnya.
Tulang punggung usaha kecil
Ketua Dewan Pengusaha Kecil Australia (COSBOA) Alexi Boyd menjelaskan, satu-satunya masalah terbesar yang saat ini dihadapi oleh usaha kecil adalah kekurangan tenaga kerja.
"Ini adalah situasi ekstrem yang dialami sektor usaha kecil," kata Alexi.
Meski memuji langkah reformasi struktural yang diumumkan dalam RAPBN 2022, Alexi mengatakan pihaknya belum memiliki tindakan untuk segera mengatasi kekurangan tenaga kerja.
"Pekerja migran adalah tulang punggung ekonomi usaha kecil," ujarnya.
"Ada industri dan anggota kami yang telah meminta selama bertahun-tahun untuk menambah daftar keterampilan yang diperlukan oleh industri mereka," jelas Alexi.
Dalam RAPBN, pemerintah memutuskan batas migrasi permanen ke Australia maksimal 160.000 orang untuk tahun 2022/23, namun akan meningkatkan visa pekerja terampil sekitar 70 persen.
"Program migrasi Pemerintahan Scott Morrison akan fokus pada migrasi pekerja terampil, kembali ke komposisi pra-pandemi sekitar dua pertiga melalui jalur pekerja terampil dan sepertiga melalui jalur keluarga," kata Menteri Imigrasi Alex Hawke.
Menurut Alexi Boyd, pemerintah perlu mengalokasikan sumber daya untuk mempercepat dan menyederhanakan pemrosesan visa pekerja terampil.
"Banyak orang yang sedang dalam proses mengurus visa; kami ingin agar hal itu dipercepat. Semua sektor industri menginginkan hal itu," katanya.
Juru bicara Departemen Dalam Negeri mengatakan program migrasi tahun 2022/23 fokus untuk mengatasi kekurangan pekerja terampil di sektor yang kritis dan meningkatkan jumlahnya untuk mengatasi permohonan yang menumpuk.
Permohonan visa menumpuk
Kalangan pengusaha mendesak agar batas maksimal jumlah migran dinaikkan menjadi 190.000 seperti pada tahun 2018/2019.
Menurut Direktur Utama Grup Industri Australia Innes Willox, penambahan jumlah visa pekerja terampil tidak akan cukup untuk mengisi kekurangan tenaga kerja dan keterampilan yang dibutuhkan.
"Para pengusaha berharap jumlah ini dapat ditingkatkan secepat mungkin," kata Innes dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah mengakui pentingnya program migrasi untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja dan menghidupkan kembali perekonomian setelah pandemi.
Namun, penumpukan permohonan visa yang sedang diproses menjadi alasan jumlah visa yang diterbitkan masih sama seperti tahun 2020/21.
Pengamat ekonomi Gabriela D'Souza menyebut 54 persen staf pemerintah yang biasanya memproses visa telah dialihkan untuk mengerjakan urusan izin perjalanan.
"Mungkin banyak orang berasumsi bahwa dengan menekan tombol migrasi, semuanya dapat kembali normal. Kenyataannya orang masih memerlukan visa untuk masuk, dan visa memerlukan proses persetujuan, tidak terjadi secepat itu," jelasnya.
Pengganti sementara
Pemerintah sendiri beralih ke mahasiswa internasional dan pekerja 'backpacker' untuk mengisi kekosongan pekerja terampil saat ini.
Pemerintah menawarkan pengembalian biaya visa bagi mahasiswa internasional yang tiba antara 19 Januari dan 19 Maret tahun ini, serta untuk 'backpacker' yang tiba sebelum 19 April.
Sebelumnya, batas kerja 40 jam per dua minggu untuk pemegang visa pelajar juga telah dicabut. Artinya, mahasiswa internasional tak dibatasi lagi hanya boleh bekerja 40 jam.
Namun, sejumlah mahasiswa internasional mengeluh karena merasa tidak dihargai.
Menurut Alexi Boyd, membuka lebih banyak jalur untuk menjadi warga negara Australia akan menguntungkan bagi usaha kecil.
"Pekerja migran ini siap dan mau memulai bisnis mereka sendiri. Mereka datang dengan keterampilan tertentu," katanya.
"Bukankah lebih bagus bila kita meningkatkan jalur mereka menjadi warga negara agar hal itu bisa lebih mudah diwujudkan?" ujar Alexi.
Juru bicara oposisi untuk urusan Kementerian Dalam Negeri Kristina Keneally mengaku khawatir Australia akan menjadi negara di mana calon imigrannya "terkunci dalam kesementaraan".
"Dulu di Australia, orang yang datang ke sini untuk sementara selalu memiliki jalur menuju penduduk tetap," katanya.
"Jalur itu terus menyempit, semakin sulit bagi orang asing untuk menjadi penduduk tetap dan warga negara Australia," kata Kristina.
Hal ini, katanya, telah menciptakan kelas penduduk yang bersifat sementara secara permanen, menyebabkan mereka berada dalam ketidakpastian.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News untuk ABC Indonesia.