Dokumen Terbaru: Australia Menyadap Politisi Timor Leste Tahun 2000
- abc
Dokumen di pengadilan di Australia menunjukkan bahwa pemerintah Australia memantau pembicaraan para pemimpin politik di Timor Leste mulai tahun 2000.
Ini berarti empat tahun lebih awal sebelum staf intelijen Australia memantau dan merekam pembicaraan para menteri Timor Leste menjelang perundingan terkait cadangan gas dan minyak di sana.
Dokumen yang disampaikan di pengadilan menduga bahwa menteri luar negeri Australia saat itu, Alexander Downer, mengatakan kepada seorang staf di tahun 2000 bahwa Timor Leste sudah seperti 'buku yang terbuka' bagi Australia.
Juga ada pernyataan bahwa presiden pertama Timor Leste Xanana Gusmao mendapat pemberitahuan dari seorang pejabat PBB bahwa Australia melakukan tindak mata-mata terhadap para pejabat Timor Leste.
Berbagai dokumen ini ada dalam bundel yang disampaikan oleh Senator Independen Rex Patrick kepada Pengadilan Banding Administrasi (ATT) Australia.
Senator Patrick sedang mengajukan gugatan agar bisa mendapatkan seluruh dokumen pembicaraan dalam kabinet Australia saat itu terkait perundingan dengan para pemimpin Timor Leste. Ketika itu Timor Leste sedang dalam proses transisi untuk mendapatkan kemerdekaan penuh.
Dokumen yang disampaikan ke pengadilan termasuk pernyataan di bawah sumpah dari Xanana Gusmao dan dari Philip Dorling, seorang akademisi yang juga pernah bekerja sebagai wartawan, staf kementerian luar negeri, dan penasehat politik.
Dr Dorling saat ini bekerja sebagai penasehat bagi Senator Patrick, tapi pernyataan di bawah sumpahnya berasal dari tahun 2000 ketika dia bekerja untuk menteri luar negeri bayangan Laurie Brereton.
Pada 10 Agustus tahun 2000 tersebut, Dr Dorling dan Laurie Brereton bertemu dengan beberapa politisi Timor Leste termasuk Jose Ramos-Horta dan Joao Carrascalao.
Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer mengatakan dia tidak ingat lagi pembicaraan dengan Dr Dorling 22 tahun lalu.
Dia mengatakan adalah tindakan yang 'bodoh" bila Australia mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Timor Leste tanpa terlebih dahulu mengetahui situasi sebenarnya di sana.
"Yang saya ingat adalah kita memiliki ribuan tentara di Timor Leste ketika itu dan tentu saja kami berusaha untuk memahami keadaaan di sana," katanya.
Politisi Timor Leste ingin dokumen terbuka bagi publik
Baik Ramos Horta dan Jose Carrascalao secara terbuka di tahun 2001 mengatakan kepada ABC bahwa mereka menduga pemerintah Australia telah memantau pembicaraan mereka.
Dokumen yang disampaikan ke pengadilan juga mengenai pembicaraan pribadi Dorling dengan Alexander Downer di dalam pesawat pada tanggal 31 Agustus 2000.
Dorling, Downer dan Laurie Brereton dalam perjalanan pulang ke Australia setelah mengunjungi Timor Leste dan mendiskusikan peran intelejen dalam diplomasi di saat Brereton tertidur dalam pesawat.
Kebanyakan dokumen pembicaraan kabinet sudah bisa diakses untuk umum setelah 20 tahun, namun Senator Patrick mengatakan beberapa dokumen mengenai perundingan tentang cadangan gas dan minyak di Laut Timor masih dinyatakan rahasia karena Arsip Nasional berpendapat bahwa informasi tersebut bisa merusak hubungan antara Australia dan Timor Leste.
Minggu lalu Arsip Nasional menyerahkan beberapa dokumen yang semula masih rahasia kepada Senator Patrick namun masih ada beberapa dokumen yang masih bersifat rahasia.
Arsip Nasional mengatakan tidak bisa memberikan komentar mengenai tuduhan terbaru ini karena gugatan Senator Patrick masih dibicarakan di AAT.
Seruan agar terbuka dan transparan
Hubungan Australia dan Timor Leste sangat terganggu dengan adanya tuduhan bahwa Australia merekam pembicaraan para politisi Timor Leste di tahun 2004 untuk mendapatkan informasi perundingan yang membahas cadangan gas dan minyak di Laut Timor.
Operasi penyadapan tersebut diungkapkan oleh seorang mantan staf intelijen yang dikenal dengan nama Saksi K, yang tahun lalu mendapatkan hukuman percobaan tiga bulan karena bersekongkol untuk membeberkan informasi rahasia.
Sejauh ini pemerintah Australia tidak membenarkan atau pun membantah apakah penyadapan itu memang terjadi.
Australia mengirimkan lebih dari 5 ribu tentara ke Timor Leste di tahun 1999 sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB guna meredakan situasi setelah milisi pro-Indonesia menciptakan kekacauan usai pengumuman hasil referendum.
Senator Patrick bertekad untuk meneruskan upaya hukum untuk mendapatkan akses mengenai catatan pemerintah berkenaan dengan peristiwa tersebut.
"Sikap rahasia kita terhadap peristiwa tersebut mempengaruhi kepercayaan warga di sini," katanya.
"Hal yang terbaik adalah bersikap terbuka dan transparan sehingga kita bisa mengerti apa yang terjadi dan kemudian bergerak maju."
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.