Penjara di Liberia Kekurangan Makanan, Napi Sepiring Nasi Sehari

Penjara di Liberia. BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Pasokan makanan bagi narapidana di penjara utama di Liberia makin menipis. Hal ini mengungkapkan kondisi mengerikan yang telah lama terjadi di penjara negara itu.

Kurangnya jatah makanan ini berdampak terhadap 15 penjara di negara tersebut, memaksa dua di antaranya harus berhenti menerima narapidana baru.

Hal ini diketahui setelah dua hari sebelumnya seorang dermawan lokal dan badan amal badan amal turun tangan untuk menutupi kekurangan pasokan makanan bagi narapidana. Namun, persoalan yang lebih umum yaitu jumlah narapidana yang melebihi kapasitas penjara dan minimnya anggaran - belum teratasi.

Di Penjara Pusat Monrovia, yang menghadap ke Samudra Atlantik, sebanyak 1.400 orang berdesakan di dalam ruang penjara yang semestinya ditempati kurang dari 400 orang.

Bagian luar dinding penjara ini telah dirombak berwarna abu-abu cerah--bisa menyesatkan siapa pun yang melewatinya karena menganggap kecerahan juga terjadi di dalamnya.

Dalam kesempatan yang langka saat seremoni pembukaan pondok kunjungan yang baru, sekelompok narapidana melampiaskan rasa frustasi mereka menyusul krisis makanan di dalam penjara, kepada wartawan.

Seorang narapidana kasus pemerkosaan yang sedang menjalani masa tahanan di tahun ketiga, berbisik berulang kali saat menjelaskan bagaimana ia frustasi karena kekurangan makanan.

"Pemerintah hanya memberi kami satu piring nasi setiap hari; sekali sehari," katanya.

Saat ia bicara, puluhan narapidana lainnya ikut mengangguk; kemarahan dan frustasi terpancar dari wajah mereka.


Glenna Gordon/Amnesty International
Foto ini diambil di dalam Pusat Penjara Monrovia pada 2011 yang mengungkap kepadatan di dalam sel dan persoalan itu makin memburuk sampai sekarang.


Pria yang bertanggung jawab atas Pejara Pusat Monrovia, Varney G Lake, mengakui bahwa kepadatan penjara saja sudah merupakan "pelanggaran hak asasi manusia".

Dia juga mengeluhkan infrastruktur yang buruk, dan persoalan fasilitas yang kurang terpelihara, seperti diungkapkan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar lokal, FrontPage Africa.

Saat kekurangan makanan melanda, Upjit Singh Sachdeva, seorang pengusaha terkenal di Monrovia, ikut menyumbang makanan. Ia segera bergegas ke penjara dengan jatah makanan darurat untuk menenangkan kecemasan narapidana di dalam penjara.

Pria yang dikenal dengan nama "Jeety", mengatakan kepada BBC bahwa sumbangannya itu "dimaksudkan untuk membantu proses transformasi narapidana".

Selain itu, dalam keyakinan agamanya terdapat prinsip "ketika kamu punya makanan, berbagilah dengan yang lain".

Tindakannya ini kemudian diikuti oleh kelompok advokasi, Prison Fellowship Liberia yang menyumbang beras dan dan minyak.

Di sisi lain, untuk jangka panjang, pihak berwenang tak bisa terus bergantung dari amal untuk mempertahankan layanan di penjara.

`Semua penjara kami sudah usang`


Direktur lapas nasional Liberia, Rev S Sainleseh Kwaidah, mengkonfrimasi bahwa kekurangan makanan yang layak bagi tahanan, merupakan satu dari banyak persoalan yang ia hadapi.

Dia menuding kekurangan tersebut akibat keterlambatan anggaran dari pemerintah yang semestinya disalurkan setiap bulan.

Contohnya, anggaran yang semestinya digunakan untuk membeli makanan pada September, baru cair setelah Desember.

Akibatnya, para pengawas penjara harus "pinjam uang ke sana ke sini," untuk memberi makan narapidana.

Salah satu masalahnya, kata Rev Kwaidah, anggaran makanan narapidana tersebut dijadikan dalam satu item yaitu "kebutuhan dasar penjara".

"Anggaran ini juga meliputi makanan, akomodasi, pengobatan, operasional, perawatan, perbaikan yang rusak-rusak"

"Semua penjara yang ada di negara ini sekarang sudah usang, termasuk Penjara Pusat Monrovia; semua butuh perbaikan," tambahnya, dengan nada tinggi.


Glenna Gordon/Amnesty International
Persoalan ini pertama kali menjadi sorotan pada 2011 saat Amnesty merisil foto ini dan foto lainnya dari balik penjara pusat Monrovia.


Dia juga menyoroti kekurangan fasilitas medis dan kelayakan seragam bagi narapidana maupun sipir penjara.

Seragam penjara terakhir kali dipasok oleh PBB lebih dari 10 tahun lalu.

Dan, tidak ada kendaraan dan bahan bakar untuk mengantar para narapidana.

"Sejauh ini, kami memindahkan para tahanan ke banyak penjara menggunakan `kek-keh` [kendaraan roda tiga]," katanya. Tak ada pintunya, jadi tidak layak digunakan sebagai transportasi tahanan.

Kendaraan dari PBB yang ditinggalkan saat misi perdamaian di sini sudah lebih dari enam tahun lalu "sudah terbakar dan rusak".

Menteri Hukum, Frank Musa Dean yang bertanggung jawab atas sistem pidana, mengatakan kepada BBC bahwa pemerintah menyadari persoalan-persoalan ini, karena telah disorot dalam audit resmi.

Tapi ia tak punya rencana perbaikan jangka pendek.

"Kami percaya bahwa legislatif akan mengalokasikan dana dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasinya," katanya.

Kesempatan untuk rehabilitasi


Pada 2011, pemerintah menyusun rencana 10 tahun untuk mengembangkan fasilitas, dan Dean mengatakan, meskipun ini "sedang dilaksanakan... ada tantangannya" termasuk kenyataan bahwa jumlah narapidana meningkat dua kali lipat.

Juga, di negara ini di mana banyak orang masih kelaparan, kemungkinan tak banyak yang simpati terhadap para narapidana. Bagaimana pun, sistem pidana semestinya menerapkan konsep rehabilitasi di samping pemenjaraan.

Dalam sejumlah kasus, para tahanan dimanfaatkan untuk membantu dalam pembangunan infrastruktur, dengan keterampilan baru yang bisa membantunya ketika bebas dari penjara.


BBC
Para narapidana yang membantu membangun pondok kunjungan menerima seragama khusus pada saat seremoni pembukaan.


Sebuah proyek terbaru di Pusat Penjara Monrovia mempekerjakan para tahanan untuk membangun pondok pengunjung di dalam kompleks penja

Dengan menggunakan seragam biru tua yang disumbang dari badan amal Unity Alliance Incorporated, mereka diizinikan untuk berkumpul di luar sel mereka untuk membangun pondok pengunjung.

Para tahanan memberi sinyalemen kepada BBC, bahwa mereka semestinya diberikan kesempatan kedua.

Jonathan, 37 tahun, yang terlibat dalam kasus pembunuhan, sudah mendekam selama delapan tahun di penjara. Ia mengaku senang karena bisa mengambil bagian dari pekerjaan untuk melakukan renovasi.

Dia mengaku bahwa ia "adalah orang yang kejam di luar penjara, tapi saya bekerja dan pikiran saya sekarang berubah.

"Saya duduk, melihat dan menyesali tindakan saya, saya meminta pengampunan kepada Tuhan terlebih dahulu dan mencoba berbicara pada orang-orang yang pernah saya sakiti."

"Dan saat Tuhan menjawab, segala sesuatu bergerak ke arah sana." Tapi ketika ada perubahan besar dalam sistem penjara, Jonathan dan yang lainnya, mungkin akan menunggu lebih lama.