Makna Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura dalam Memburu Koruptor
- bbc
KPK dan pegiat anti-korupsi mengatakan perjanjian ekstradisi yang diteken Indonesia dan Singapura di Bintan pada Selasa (25/1) akan membantu memburu para tersangka kasus korupsi yang lari ke luar negeri.
"Bukan hanya KPK tapi semua penegak hukum Indonesia saya kira berbahagia atas tercapainya penandatanganan perjanjian ekstradisi. Itu adalah komitmen negara yang mempersatukan bahwa kejahatan itu harus dianggap sebagai kejahatan bersama di manapun negaranya yang diduga merupakan tempat tersangka atau asetnya berada itu juga berkomitmen untuk mengembalikan kepada negara asalnya," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, kepada BBC News Indonesia Selasa (25/2).
Sementara, Lalola Easter Kaban, dari Indonesia Corruption Watch (ICW), mengatakan penandatanganan ini akan membantu dalam perburuan tersangka korupsi yang mungkin melarikan diri ke Singapura demi berusaha mempertahankan "kekebalan hukum" dari kejaran aparat.
Di antara mereka yang masuk dalam daftar pencarian orang, DPO yang lari ke Singapura, termasuk Nunun Nurbaeti, dalam kasus suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.
Kasus lain juga termasuk Lalu Muhammad Nazaruddin atas kasus suap pembangunan wisma atlet (Hambalang) untuk SEA Games ke-26. Dia akhirnya ditangkap di Kolombia setelah sebelumnya lari ke Singapura. Lalu juga ada Djoko Tjandra, yang dijebloskan ke penjara dalam kasus penggelapan dana perbankan, setelah sempat lari ke luar negeri.
Perjanjian ekstradisi itu diumumkan dalam pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Pulau Bintan, Selasa (25/1).
Presiden Jokowi mengatakan menyambut baik penandatanganan perjanjian ekstradisi itu, sebagai bagian dari kerjasama kedua negara di bidang politik, hukum, dan keamanan.
"Untuk perjanjian ekstradisi, dalam perjanjian yang baru ini masa retroaktif diperpanjang dari semula 15 tahun menjadi 18 tahun, sesuai dengan Pasal 78 KUHP," ujar Jokowi.
Sedangkan PM Lee Hsien Loong mengatakan bahwa perjanjian ekstradisi atas buronan ini termasuk satu dari tiga perjanjian yang telah lama diupayakan kedua negara. "Perjanjian ekstradisi ini akan meningkatkan kerjasama dalam memerangi kejahatan sekaligus mengirim sinyal positif yang jelas kepada para investor," ujarnya.
Apa makna perjanjian ekstradisi itu?
Ekstradisi adalah kesepakatan suatu negara kalau menemukan individu yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atas tindak pidana, termasuk kasus korupsi, di negara yang menjadi mitra kesepakatan tersebut maka berkewajiban mengekstradisi orang tersebut dari negaranya, tidak boleh dilindungi.
Bukan hanya orang, tetapi aset-asetnya yang dibawa atau disimpan pelaku ke negara yang bersangkutan.
"Kita berorientasi bukan hanya pemenjaraan tersangka, tetapi juga berupaya mengembalikan aset-aset yang mungkin tidak lagi disimpan atau ditempatkan di negara kita," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Mengapa Indonesia sangat berkepentingan atas perjanjian ekstradisi dengan Singapura?
Dari beberapa kasus sebelumnya, biasanya kalau para tersangka melarikan diri langsung ke negara tujuan, biasanya negara-negara itu sudah memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.
Misalnya ke Belanda, negara itu sudah memiliki perjanjian ekstradisi sehingga dia tidak bisa langsung lari ke sana. Karena kalau sudah dicekal, maka orang yang masuk DPO itu tidak boleh keluar dari imigrasi Indonesia maupun tidak boleh diterima di negara tujuan.
"Karena sudah tidak bisa ke negara-negara yang sudah memiliki perjanjian ekstradisi, rata-rata mereka yang masuk DPO lari ke negara yang belum memiliki perjanjian ekstradisi, yang salah satunya adalah Singapura," ujar Nurul.
Siapa saja DPO yang pernah lari ke Singapura?
Dari sekian banyak DPO kasus korupsi yang lari ke Singapura, menurut KPK adab juga Sjamsul Nursalim dan istrinya, tersangka kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebelum KPK mengeluarkan SP3. Untuk kasus korupsi e-KTP, termasuk Paulus Tanos dan para tersangka lainnya.
"Mereka rata-rata ke Singapura dulu, karena tidak memiliki perjanjian ekstradisi, maka mereka bebas ke negara tujuan selanjutnya. Seperti itu modusnya yang terjadi," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron.
Singapura bukan saja menjadi tujuan akhir dari pelarian atau persembunyian, tapi kadang juga menjadi tujuan antara.
Namun Nurul tidak mengungkapkan lebih lanjut siapa-siapa lagi dalam DPO yang lari ke Singapura karena kasus-kasus mereka masih dalam proses hukum di KPK yang belum dapat dipublikasikan.
Begitu pula soal jumlah aset yang dilarikan para tersangka kasus korupsi ke negara itu masih belum dapat diungkapkan.