Penahanan Djokovic Ungkap Kondisi Mengerikan Hotel Imigrasi Australia

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

 

Getty Images
Sejumlah aktivis berkumpul di depan hotel untuk mendukung para pengungsi yang ditahan di sana.

 

Selagi Novak Djokovic menunggu putusan pengadilan Australia apakah ia harus dideportasi, bintang tenis itu ditempatkan di sebuah hotel imigrasi, tempat para pengungsi dan pencari suaka ditampung pemerintah Australia.

Sejak lama hotel tersebut dikeluhkan karena kondisi buruknya.

Juara Australia Terbuka itu dikirim ke Park Hotel di Melbourne setelah ditolak masuk Australia. Petugas imigrasi mencabut visanya karena tidak memenuhi persyaratan masuk terkait Covid-19. Pengadilan akan memutuskan apakah dia akan dideportasi pada Senin (10/01) mendatang.

Penggemar Djokovic berkumpul di luar gedung hotel bersama sejumlah aktivis yang berunjuk rasa. Mereka berharap pemain asal Serbia itu dapat menyoroti perlakuan terhadap para pencari suaka dan pengungsi di dalamnya. 

Berbicara lewat telepon dari dalam gedung, Mohammad Joy Miah mengatakan dia merasa "hancur secara mental".

"Saya tidak mendapat cahaya atau udara segar dari luar. Hidup saya hanya di dalam ruangan," katanya kepada BBC.

Dia juga berbagi foto yang katanya diambil pada akhir Desember, menunjukkan belatung dalam makan malamnya. "Saya makan dua atau tiga yang ada di brokoli saya" sebelum penjaga bersedia mengambil kembali makanan itu, ingatnya.

"Apa pun yang mereka berikan kepada kami, kami harus memakannya demi bertahan hidup. Makanannya benar-benar buruk."

Pengalaman tersebut cocok dengan cerita beberapa orang lain yang ditahan di fasilitas tersebut. Mereka berbagi pengalaman mereka dengan SBS News Australia bulan lalu.

"Kami terus berkata kepada mereka bahwa kami tidak bisa makan makanan seperti ini tetapi mereka tidak mendengarkan," kata seorang pencari suaka asal Irak kepada situs berita itu. "Saya turun berat badan karena saya cuma makan kacang."

Orang tua Djokovic menyebut akomodasi yang didapatkan putranya "mengerikan" dan mengklaim putra mereka diperlakukan seperti tahanan. Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengatakan pemerintahnya telah meminta agar sang atlet dipindahkan dari "hotel terkenal" itu.

Pasukan Perbatasan Australia dan Departemen Dalam Negeri belum menanggapi permintaan komentar dari BBC.

Wakil Perdana Menteri Australia Barnaby Joyce berkata kepada BBC bahwa orang kaya "tidak bisa berkeliaran di dunia dan beranggapan ... Mereka berada di atas hukum."

Tidak jelas bagaimana kondisi penahanan Djokovic, dan para aktivis telah menyoroti perbedaan antara situasi sang bintang tenis dan orang lain di sana.

"Novak Djokovic hanya menghabiskan satu malam dalam penahanan imigrasi di Australia tetapi beberapa telah lama di hotel itu, dikurung selama bertahun-tahun," tulis Sophie McNeill dari Human Rights Watch.

 

Getty Images
Para aktivis membentangkan spanduk bertulisan "Akhiri Pusat Detensi".

 

"Perlakuan Australia terhadap para pencari suaka tidak manusiawi, sangat kejam, dan ilegal di bawah hukum internasional."

Chris Breen, seorang aktivis dari organisasi Refugee Action Collective, mengatakan masalah terbesar bagi mereka yang ditahan di sana adalah "masa penahanan mereka yang tidak terbatas".

"Jika Anda hanya berada di sana selama beberapa hari, kamar di dalam hotel bukanlah akhir dari dunia. Tetapi jika Anda terjebak di sana, itu adalah cerita yang sangat berbeda.

"Djokovic setidaknya tahu bahwa pada titik tertentu dia akan keluar - apakah itu mendapatkan visa atau dideportasi, tetapi para pengungsi tidak demikian."

Breen juga berkata dia menduga bahwa staf hotel akan "jauh lebih berhati-hati" dengan Djokovic dalam hal hal-hal seperti makanan.

Asylum Seeker Resource Centre, yang mendampingi para pencari suaka, memperkirakan bahwa saat ini ada 33 pengungsi dan pencari suaka di dalam Park Hotel, dari sekitar 70 yang ditahan di pusat-pusat penahanan di Australia.

Park Hotel menampung pengungsi dan pencari suaka sejak akhir 2020.

Pengungsi bernama Kurdi Mostafa "Moz" Azimitabar, yang menghabiskan lebih dari satu tahun di hotel imigrasi termasuk dua bulan di Park Hotel, menggambarkan kamarnya di sana sebagai "peti mati".

Dia bercerita bahwa dia menghabiskan sekitar 23 jam sehari di dalam ruangan bersama satu orang lain, dengan jendela kamar yang diwarnai dan disegel.

"Hotel adalah tempat bagi orang-orang yang ingin merasa nyaman dan menikmati waktu mereka, tetapi ketika mereka menguncinya, tempat itu menjadi penjara, bukan hotel," katanya.

Park Hotel sempat menjadi berita utama tahun lalu ketika sekitar setengah dari pengungsi dan pencari suaka di sana dinyatakan positif Covid.

Staf dan orang-orang yang ditahan menyebut fasilitas itu sebagai "inkubator" bagi virus.

"Saya duduk di kamar dan saya takut. Kami semua takut," kata Salah Mustafa kepada surat kabar Guardian waktu itu.

Kebakaran juga terjadi di hotel itu pada Desember lalu. Satu orang dirawat di rumah sakit karena menghirup asap tetapi tidak ada korban jiwa, menurut berbagai laporan.

Mehdi Ali berkata kepada kantor berita AFP bahwa Djokovic adalah pemain tenis favoritnya, dan dia sedih memikirkan sang bintang ikut ditahan di sana.

"Media akan lebih banyak berbicara tentang kami, mungkin seluruh dunia. Ini sangat menyedihkan dan ini hanya karena Djokovic akan tinggal di sini selama beberapa hari," katanya.