Negara di Dunia Diminta Desak China Hentikan Deradikalisasi Uighur

Umat Muslim Uighur di China.
Sumber :
  • U-Report

VIVA - Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (Centris) meminta negara-negara dunia termasuk Indonesia mendesak China untuk segera menghentikan seluruh kegiatan deradikalisasi yang diduga kuat dijadikan kamuflase untuk menghapus peradaban muslim Uighur di negeri mereka. Mereka menyampaikan Amnesty Internasional memperkirakan lebih dari satu juta orang Uighur telah ditahan secara sewenang-wenang di pusat transformasi pendidikan di Xinjiang.

“Mereka telah menjadi sasaran berbagai bentuk penyiksaan dan perlakuan buruk, termasuk indoktrinasi politik dan asimilasi budaya yang dipaksakan,” kata peneliti senior Centris, AB Solissa, kepada wartawan, Rabu, 15 Desember 2021.

Aksi Kemanusian untuk Muslim Uighur, Uyghur

Photo :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Penahanan Massal

Berdasarkan informasi yang diterima Centris dari Amnesty Internasional telah menguak tabir penahanan massal, yang juga dikombinasikan dengan represi sistematis dengan tujuan mencegah orang tua Uighur kembali ke China untuk merawat anak-anak mereka sendiri.

Bukan hanya itu saja, lanjut Solissa, China juga membuat sistem ini untuk menutup semua peluang bagi anak-anak Uighur untuk meninggalkan China agar dapat bersatu kembali dengan orang tuanya mereka di luar negeri.

“Banyak orang tua Uighur berpikir tindakan keras itu akan bersifat sementara di mana anak-anak mereka bisa dirawat saudaranya di rumah. Namun kenyataannya, kerabat yang merawat anak-anak itu dibawa ke kamp-kamp interniran sehingga orang tua Uighur yang berada di luar negeri merasa di asingkan,” kata dia.

Baca juga: Peradilan Independen Inggris Vonis China Bersalah atas Genosida Uighur

Teman dan kerabat di China juga memperingatkan mereka akan kurungan di kamp-kamp interniran jika ketahuan kembali ke China, dimana keberadaan kamp dan penahanan sewenang-wenang terhadap setiap anggota kelompok etnis muslim di dalamnya, sudah tidak dapat disangkal lagi oleh otoritas Tiongkok setelah informasi dan bukti-bukti valid telah tersebar di dunia.

Orang-orang memprotes kekerasan dan perlakuan terhadap Muslim Uighur dalam sebuah unjuk rasa di Bandung, Desember lalu. - Reuters

Photo :
  • Photo : bbc

Dambakan Reunifikasi

Beberapa orang tua Uighur yang lebih dulu meninggalkan China dan bermukim di Australia, Kanada, Italia, Belanda, dan Turki, sangat mendambakan reunifikasi dengan anak-anak mereka yang masih terperangkap di China.

Tidak sedikit anak-anak Uighur yang nekat berangkat sendiri menempuh perjalanan sejauh 5.000 km yang melelahkan dan berbahaya dari Xinjiang menuju Kashgar, dekat perbatasan China dengan Pakistan, ke kota pesisir timur Shanghai untuk mengajukan visa keluar negeri seperti negara Italia.

Namun, tidak semuanya anak-anak Uighur berhasil keluar dari China dan malah kembali masuk ke kamp-kamp konsentrasi yang dikelola ketat oleh otoritas Tiongkok.

“Sudah waktunya bagi China untuk mengakhiri pelanggaran berat hak asasi manusia dan kebijakan represif yang sedang berlangsung di Xinjiang. China harus menghormati kewajiban hak asasi manusia warganya termasuk yang berkaitan dengan hak anak di bawah hukum internasional,” ujar Solissa lagi.

Reunifikasi Tak Mungkin Dilakukan di Negara Asal

Komite PBB tentang Hak Anak telah menegaskan bahwa jika reunifikasi keluarga tidak mungkin dilakukan di negara asal, karena alasan apapun, baik negara tuan rumah maupun negara asal harus melakukan upaya terbaik mereka untuk memfasilitasi reunifikasi di tempat lain.

Aksi kemanusian untuk muslim Uighur. (Foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Reunifikasi tersebut harus memperhatikan serta mengedepankan hak asasi anak dan orang tuanya, termasuk hak untuk meninggalkan negaranya sendiri. Jika negara telah menahan anak, misalnya di panti asuhan atau tempat-tempat lainnya, negara tersebut harus memberikan informasi kepada orang tua atau anggota keluarga lainnya tentang keberadaan dan kehidupan anak tersebut.

Berdasarkan hak atas kebebasan berekspresi dan privasi serta kehidupan keluarga, semua orang, termasuk anak-anak, harus diberi kesempatan untuk secara teratur menghubungi anggota keluarga mereka di luar negeri dan untuk mencari, menerima, dan memberikan informasi, terlepas dari batasan.

“Pemerintah Tiongkok harus menegakkan kewajibannya untuk menangani permohonan oleh anak-anak atau orang tua mereka untuk masuk atau meninggalkan Tiongkok secara bebas dengan cara-cara yang manusiawi, terutama untuk tujuan reunifikasi keluarga,” kata Solissa.

Lebih lanjut, kata Solissa, pemerintah Tiongkok harus menjamin bahwa tidak akan ada akibat yang merugikan baik bagi orang tua maupun anak-anak ketika mereka meminta untuk dipersatukan kembali dengan keluarga mereka.

Langgar HAM

Kebijakan pemisahan keluarga secara paksa dan khususnya penempatan paksa anak-anak Uighur di panti asuhan atau tempat-tempat lainnya jelas melanggar hak-hak anak, termasuk hak untuk dilindungi dari diskriminasi dan hukuman berdasarkan keyakinan dan perbuatan orang tua mereka.

Massa yang tergabung Aliansi Masyarakat Muslim Tasikmalaya (Almumtaz) menggelar aksi solidaritas selamatkan muslim Uighur di depan Mesjid Agung Kota Tasikmalaya, Jawa Barat

Photo :
  • ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

Dalam proses reunifikasi keluarga, China harus menghormati hak-hak anggota keluarga Uighur untuk menjaga kontak langsung dan teratur satu sama lain. Amnesty International telah mendokumentasikan kasus-kasus di mana kontak dengan kerabat di luar negeri dianggap sebagai alasan utama penahanan sewenang-wenang di kamp-kamp interniran Xinjiang.

“Bukan itu saja, pemerintah China harus segera mengungkapkan keberadaan anak-anak dan anggota keluarga lainnya dari orang tua di luar negeri, termasuk mereka yang tetap ditahan di kamp interniran, penjara, atau lembaga negara lainnya.  Merahasiakan informasi tersebut juga dapat menjadi intervensi sewenang-wenang terhadap hak anak untuk kehidupan keluarga yang melanggar HAM,” tutur AB Solissa.

Perang Rakyat Lawan Teror

Amnesty International baru-baru ini mengungkap fakta derita keluarga Uighur yang harus terpisah dari anggota keluarga lainnya, setelah otoritas Tiongkok memberlakukan status negara “Perang Rakyat Melawan Teror" yang dideklarasikan oleh China dan upaya terkait untuk memerangi ekstremisme agama.

Pada tahun 2016, tindakan pengawasan dan pengendalian sosial muslim Uighur mulai menyebar dengan cepat dan di tahun 2017, keadaan mulai berubah menjadi lebih buruk bagi etnis Uighur, Kazakh, dan masyarakat berpenduduk mayoritas Muslim lainnya di beberapa wilayah China.