Jaringan Supermarket Terbesar Australia Digugat Ribuan Eks Pegawainya

 Mantan manajer toko di jaringan supermarket Coles Erika McDonald dan Daragh Whelan mengalami gangguan mental karena kerja berlebihan. (ABC NEWS: Robert Koenigluck and Andrew Altree-Williams)
Sumber :
  • abc

Salah satu jaringan supermarket terbesar di Australia Coles menghadapi gugatan class action dari sekitar 2.200 karyawan yang merasa mendapat bayaran kurang tetapi bekerja terlalu banyak.

Ketika beban pekerjaan sedang tinggi-tingginya, bekas manajer Coles, Erika Macdonald, mengatakan dia kadang hanya tidur satu atau dua jam semalam.

"Bila saya terbangun di tengah malam, saya langsung berpikir 'masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan," katanya.

"Saya kadang masuk kerja jam 1 pagi dan mulai bekerja."

Erika bergabung dengan Coles sebagai kontraktor di Perth (Australia Barat) di tahun 2016 dan tiga tahun kemudian menjadi manajer regional yang membawahi 120 petugas pembersih dan staf yang mengumpulkan troli di 11 supermarket.

Dia mengatakan kadang harus bekerja selama 80 jam seminggu untuk memenuhi target yang ditetapkan atasannya.

"Tidak jarang, di masa-masa menjelang Natal saya menerima 120 panggilan telepon dalam sehari."

Dia mengatakan karena kurang tidur, dia pernah beberapa kali tertidur ketika menyetir saat mengunjungi berbagai supermarket yang di bawah pengawasannya.

Erika mengatakan, beban pekerjaannya itu membuatnya mengalami kecemasan berlebihan sehingga dia mengajukan klaim kompensasi sebagai pekerja bulan Januari tahun lalu.

Coles mengirim Erika ke ahli untuk memperoleh laporan kesehatan mental, dan psikiater yang memeriksanya mengatakan dia menderita gangguan dan insomnia yang disebabkan karena 'kerja yang berlebihan' dan 'tekanan tinggi' dalam pekerjaannya.

Psikiater mengatakan Erika bisa bekerja lagi, tapi hanya di pagi hari dan durasi waktu yang dikurangi.

Namun, Coles mengatakan posisi seperti itu tidak tersedia dan kemudian menawarkan paket untuk berhenti.

"Itu berita yang sangat menyedihkan," katanya.

"Tidak ada komitmen apa pun dari perusahaan. Tidak ada keluwesan sama sekali. Kami butuh kamu bekerja, kalau tidak, ya kamu harus berhenti."

Erika Macdonald mengatakan dia mengalami trauma atas pengalaman itu dan bahkan sejak itu dia tidak pernah lagi belanja di Coles.

Coles menolak memberikan komentar mengenai apa yang dialami Erika Macdonald.

Coles menghadapi gugatan dengan tuduhan upah rendah

Erika Macdonald merupakan salah satu pegawai Coles yang mengajukan gugatan class action dan menggugat jaringan supermarket terbesar kedua di Australia itu membayar kekurangan upah para manajernya sekitar A$300 juta (lebih dari Rp3 triliun).

Erika berharap kasus ini akan menguak banyak kasus lain di mana staf dibayar dengan upah rendah dan bekerja terlalu berat di sektor ritel.

"Ini harus diubah. Mementingkan keuntungan dengan mengorbankan pekerja," katanya.

Selain class action dari mantan staff, Coles juga menghadapi gugatan hukum dari Fair Work Ombudsman (FWO) mengenai kasus terpisah mengenai kurangnya pembayaran terhadap para manajer antara tahun 2017-2020 yang nilainya diperkirakan lebih dari A$100 juta (Rp1 triliun).

Dalam pernyataan minggu lalu setelah FWO mengajukan gugatan hukum, Coles mengatakan bahwa mereka sedang mengkaji apa yang terjadi, dan kalau memang diperlukan perundingan mengenai hal tersebut, mereka akan mengumumkannya kepada publik.

Bulan Februari lalu Coles mengakui adanya kekurangan pembayaran sekitar A$20 juta (Rp200 miliar) terhadap sekitar 1 persen dari keseluruhan staf.

Dalam pernyataannya yang terbaru, Coles meminta maaf atas kejadian tersebut dan sudah menyediakan dana A$23 juta untuk pembayaran kompensasi.

Tetapi pengacara dari kantor Adero Law Rory Markham yang menangani kasus class action mengatakan estimasi Coles mengenai bayaran yang belum diterima mantan pegawainya sangat jauh berbeda dari kenyataan.

"Ketika kita dibayar gaji tetap seperti halnya para manajer Coles, tidak ada lagi pembayaran untuk kerja di luar jam kerja normal atau kerja berlebihan," katanya.

Dia mengatakan, informasi yang diperoleh dari sekitar 2.200 staf yang sudah mengajukan class action adalah bahwa mereka rata-rata bekerja antara 55 sampai 65 jam per minggu, jauh lebih tinggi dari kontrak per minggu selama 40 jam.

Penjualan untuk barang yang dibuat sendiri memerlukan lebih banyak staf

Di bagian penjualan roti misalnya, penjualan roti dan donat yang dibuat sendiri di toko memerlukan waktu lebih lama dibandingkan roti yang dibuat oleh perusahaan lain.

Menurut Daragh Whelan yang menjadi manajer salah satu supermarket Coles di Melbourne, untuk menjual roti buatan sendiri memerlukan lebih banyak pekerja agar semua roti bisa terjual.

Dia mengatakan karenanya kadang manajer harus bekerja tambahan setelah pekerja paruh waktu selesai dengan tugas mereka.

"Pada dasarnya manajer toko harus tetap melanjutkan tugas dan mengerjakan tugas sendiri," katanya.

"Dan itu terjadi setiap hari, karena kami tidak bisa menyelesaikan tugas akibat kekurangan waktu."

Dan dalam penilaian manajemen, Daragh mengatakan bahwa hal tersebut tidak diperhitungkan.

"Manajemen Coles, One Team, memberikan waktu bagi kami empat jam sehari untuk menata supermarket agar kelihatan bersih."

Tetapi menurutnya, diperlukan waktu sampai 12 jam untuk mewujudkan keinginan Coles agar semua toko 'tampak bersih dan sempurna'.

Daragh pernah bekerja sampai 18 jam sehari di masa-masa pandemi ketika terjadi kepanikan beli warga tahun lalu.

"Waktu itu hampir mustahil untuk mengelola supermarket, untuk mempertahankan standar yang ada, karena kami bekerja dari satu menit ke menit berikutnya," katanya,

Dia mengatakan jam kerja yang terlalu panjang itu memberikan dampak besar bagi keluarganya termasuk kemampuannya membantu di rumah dengan anaknya yang baru berusia dua tahun.

"Saya tidak bisa membantu di rumah seperti seharusnya, dan kalau pun iya, saya akan tidak bisa berkonsentrasi karena pikiran saya ada di tempat kerja," katanya lagi.

Dia kemudian didiagnosa menderita depresi berat dan stress, yang menurutnya berhubungan langsung dengan pekerjaan dan kemudian pemecatannya dari Coles.

Daragh mengatakan Coles juga menjadikan dia sasaran karena dia membicarakan masalah di tempat kerja.

Bulan April lalu, Coles memberhentikan Daragh dari posisinya sebagai manajer toko dengan tuduhan dia sengaja menurunkan harga beberapa barang demi kepentingan sendiri.

Dia mengatakan dituduh melakukan praktik penipuan dan kemudian dipaksa meninggalkan supermarket 'tanpa diminta menjelaskan atau memberi penjelasan mengenai apa yang sebenarnya terjadi."

Setelah itu Daragh mengajukan gugatan pemecatan tidak adil oleh Coles dengan menuduh perusahaan tersebut mempermalukannya sehingga dia tidak bisa bekerja lagi.

Coles menolak wawancara dengan ABC dan tidak menjawab pertanyaan yang diajukan dengan alasan tidak bisa memberikan komentar soal masalah yang masih akan disidangkan pengadilan.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.