Dr Priyambudi Sosok Pencetak Generasi Australia Bisa Bahasa Indonesia
- abc
Berbekal misi untuk mengembangkan jurusan studi Indonesia di Australia, Dr Priyambudi Sulistiyanto melamar posisi sebagai dosen Flinders University di tahun 2007.
Pria, yang akrab dipanggil Budi, mengatakan ia memiliki tujuan yang sederhana saat itu: melatih anak Australia yang mempelajari Bahasa Indonesia dan membimbing anak Indonesia program master dan pasca sarjana.
Hampir 15 tahun kemudian, ia merasa misinya sudah"relatif sukses".
"Flinders University adalah satu-satunya universitas yang menawarkan pengajaran Bahasa Indonesia di Australia Selatan," kata Budi.
Budi mengatakan tempat ia mengajar memiliki satu-satunya "Pendopo" di Australia yang menjadi tempat para siswa bermain gamelan sejak tahun 1978.
Tapi dosen senior di Fakultas Humaniora, Seni dan Ilmu Sosial tersebut akan "pensiun dini" pada hari Jumat besok (3/12).
Menurut Budi ini adalah momen yang tepat untuk "memberikan kesempatan mengajar pada generasi lain".
"Secara filosofi, kalau kamu sudah mendedikasikan 15 tahun secara intelektual, fisik, maupun karya dan merasa sudah cukup ... ya harus tahu diri mundur," katanya.
Bangga mencetak 'generasi Australia yang belajar Bahasa Indonesia'
Budi yang berasal dari Yogyakarta meneruskan pendidikan S2 di bidang Studi Asia University of South Australia pada tahun 1995.
Ia meneruskan pendidikan S3 di bidang Ilmu Politik di University of Adelaide tahun 2000.
Sebelum melamar di Flinders University, ia sempat menjadi asisten profesor di National University of Singapore dari tahun 2000 sampai 2006.
Sebagai dosen yang mengajar bahasa dan politik Indonesia, Budi merasa bangga ketika ilmunya bisa menunjang karier para muridnya.
"Mantan murid-murid saya, anak Australia terutama ya, jago Bahasa Indonesia dan sekarang sudah ada yang bekerja di departemen, kementerian," ujarnya.
"Mereka kadang masih mengirim kabar. Saya bangga berhasil menelurkan generasi Australia yang belajar Bahasa Indonesia."
Sejak 2007, Budi mengatakan ia menyaksikan bagaimana tren minat belajar Bahasa Indonesia di Australia mulai turun dan terjadi hingga sekarang.
Padahal menurut ahli politik tersebut, peluang yang hadir dengan lebih memahami bahasa dan budaya Indonesia akan semakin banyak di masa depan, setelah Indonesia dan Australia mencapai kesepakatan kerja sama IA-CEPA.
"Indonesia akan dijadikan partner penting, lebih penting dari sebelumnya," katanya.
"Ini sebetulnya bisa mendorong investasi untuk menggerakan kembali pengajaran Bahasa Indonesia, karena ke depannya Australia membutuhkan dan bermitra dengan Indonesia dalam rangka proyeksi mereka mengawal keamanan Laut Cina Selatan."
Ia menekankan pernyataan mantan perdana menteri Australia, Paul Keating, tentang bagaimana Indonesia adalah mitra yang penting untuk Australia.
"Saya selalu percaya hubungan antar negara harus dibangun di atas basis antar orang," katanya.
"Dengan mempersiapkan generasi muda Australia yang mumpuni, ketika mereka lulus dan berkarier, tidak saja akan membantu portfolio individu mereka, tapi juga bangsa ini."
Menurutnya, pengenalan Bahasa Indonesia tidak boleh terpaku pada cara lama yang tradisional, misalnya "hanya gamelan" karena Indonesia "tidak hidup dalam etalase museum".
"Saya sudah mengenalkan sedikit demi sedikit terutama dari Youtube, Netflix, Spotify. Perspektif pengajaran ke depan harus benar-benar untuk generasi berbeda," ujarnya.
"Pengajaran tidak hanya bahasa tapi juga di bisnis, perubahan iklim, pariwisata, teknologi, khususnya anak-anak milenial ... yang punya perspektif, pandangan dan keinginan yang berbeda."
Sumbangan bagi komunitas Indonesia di Adelaide
Kiprah Budi tidak hanya seputar kampus.
Ia mengatakan sesekali mengunjungi kantor anggota parlemen Australia untuk memohon dukungan dalam mempromosikan pengajaran Bahasa Indonesia bagi anak muda.
Budi meminta agar aspek pendidikan dan kebudayaan juga dimasukkan ke dalam agenda misi perdagangan, selain bisnis dan investasi.
Sementara di kalangan komunitas warga Indonesia di Australia Selatan, pria berusia 58 tahun juga ikut aktif terlibat dalam mempromosikan kebudayaan Indonesia.
Budi adalah salah satu pemrakarsa festival tahunan yang menampilkan kesenian dan makanan Indonesia bernama Indofest, yang sudah berlangsung sejak tahun 2008.
"Idenya adalah mendatangkan Indonesia di pusat kota Adelaide, kan orang Australia enggak bisa semuanya ke Bali atau Yogyakarta," ujarnya.
Karena Australia Selatan tidak memiliki kantor perwakilan Pemerintah Indonesia, Budi mengaku jika ia dan beberapa teman terkadang menjadi "wakil" secara sukarela.
Budi pun pernah menjadi direktur akademik inisiatif "Jembatan" di tahun 2015-2016 yang menghubungkan para alumni Flinders University dari Indonesia, yang menurutnya adalah "aset penting" dalam membantu program pengajaran dan perekrutan mahasiswa Indonesia ke universitas tersebut.
Kegiatan setelah pensiun
Setelah pensiunnya nanti, Budi mengatakan bukan berarti kontribusinya sebagai akademisi juga akan selesai.
"Saya ingin mendedikasikan waktu saya untuk universitas-universitas di Indonesia, jika saya dibutuhkan mungkin 1 bulan intensive research mengajar atau masterclass," ungkapnya.
Rabu kemarin (1/12), ia baru meluncurkan bukunya yang berjudul "Indonesia dalam Pusaran Politik Regional" secara online.
Buku tersebut berisi 13 tulisan yang dikerjakan Budi dari tahun 1994 hingga 2014 mengenai refleksi Indonesia "dalam dinamika dan arus pasang-surut politik regional".
"Perasaan saya bahagia. Saya terlalu lama hidup di luar negeri, sudah punya harta, takhta, dan jabatan ... ini buku pertama saya dalam Bahasa Indonesia," ujarnya.
Ia juga berencana untuk menulis novel tentang perjumpaannya dengan warga di Adelaide, sembari terus menjalankan hobinya: bersepeda keliling kota.