Kesaksikan Warga Muslim di India yang Jadi sasaran Kekerasan Agama

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Ameeruddin masih syok. Sumber mata pencariannya, sebuah toko di desa kecil di India, porak-poranda akibat kerusuhan.

Dia adalah seorang Muslim di negara bagian Tripura, India. Hidupnya tentram dan damai, hingga akhirnya bulan lalu saat massa Hindu mengamuk di desanya.

"Saya sedang berdiri tepat di seberang sawah ketika massa menyerang pasar di desa kami," katanya.

"Mereka tidak bisa menjangkau rumah kami karena ada polisi, akhirnya kemarahan mereka beralih ke toko-toko ini, yang tutup pada sore hari, selama beberapa jam."

Penghasilan dari berdagang dia masukkan ke tabungan untuk menghidupi keluarganya yang terdiri dari lima orang. Tidak banyak pekerjaan yang tersedia di desa Rowa.

 

Panna Ghosh/BBC
Toko-toko di desa tempat tinggal Ameerudin dibakar pada Oktober lalu.

 

Dari total populasi 4,2 juta jiwa, tidak sampai 1 dari 10 orang di Tripura adalah Muslim.

Mereka adalah minoritas kecil yang selalu hidup berdampingan dengan umat Hindu.

Meskipun kekerasan agama atau komunal kerap terjadi di wilayah lain di India, hal itu tidak pernah terjadi di sini.

Tidak jauh dari Rowa, di kota berikutnya, massa yang sama menyerang sebuah masjid.

Di dalam, pintu rusak karena dipukul menggunakan batu bata, bilah kipas dipelintir, dan kaca jendela pecah.

 

BBC
Puing-puing bekas kerusakan di sebuah masjid di India.

 

Masjid Chamtila dikelilingi oleh rumah-rumah umat Hindu dan Muslim, tetapi kebanyakan orang sekarang lebih suka tinggal di dalam rumah.

Lebih dari 10 insiden kekerasan agama dilaporkan terjadi di distrik Tripura Utara pada Oktober.

Bhanu Pada Chakraborty, seorang pejabat polisi senior di distrik itu, membantah laporan tentang masjid-masjid yang dibakar. Namun, dia mengatakan beberapa masjid telah dirusak, tanpa mengonfirmasi jumlahnya.

 

Bagaimana awal mulanya?

 

Serangan itu terjadi setelah unjuk rasa besar-besaran pada 26 Oktober yang dilakukan oleh organisasi Hindu garis keras, Vishva Hindu Parishad (VHP) - sekutu dekat Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa di India - dan beberapa kelompok religius lainnya.

Mereka memprotes serangan terhadap umat Hindu di negara tetangga Bangladesh, baru-baru ini. Bangladesh berbatasan langsung dengan Tripura.

Unjuk rasa berlangsung di kota perbatasan Panisagar, beberapa kilometer dari desa tempat Ameeruddin.

 

BBC
Unjuk rasa umat Hindu pada Oktober lalu.

 

Laporan awal menyebutkan jumlah pedemo sekitar 3.000 orang, tetapi polisi yakin jumlahnya lebih dari itu.

"Sekitar 10.000 orang ambil bagian dalam demo itu. Umat Hindu dan Muslim saling menuduh melakukan provokasi yang tidak semestinya terjadi. Ini sedang diselidiki," kata Chakraborty.

Bijit Roy adalah pemimpin lokal VHP. Dia mengatakan serangan anti-Muslim dilakukan oleh orang luar yang tidak dikenal.

"Kami tidak menentang Muslim India. Mereka adalah rakyat kami sendiri, mereka memiliki hak yang sama," katanya.

"Kekerasan dimulai setelah rumor pelemparan batu menyebar. Saya mencoba menyelamatkan masjid."

Tidak jauh dari Panisagar, tepatnya di kota Kadamtala, tersebar desas-desus tentang masjid dan toko yang dirusak. Kabar itu tersebar di media sosial dan memicu umat Muslim berkumpul di kota itu.

Mereka meneriakkan slogan-slogan dan menuntut "para pelaku kekerasan segera ditangkap".

Di Churaibari, desa terdekat, beberapa warga Hindu mengatakan menjadi sasaran umat Muslim.

 

BBC
Sonali Saha dan ibunya mengatakan massa merusak mobil mereka yang sedang diparkir.

 

Keluarga Saha, yang tinggal di sebuah rumah berlantai dua, menunjukkan kepada kami video ponsel yang memperlihatkan segerombolan orang melempar batu dan merusak dua mobil mereka yang diparkir.

Sonali Saha, yang berusia 18 tahun, mengatakan dia tidak bisa tidur nyenyak sejak saat itu.

"Sekitar jam 10 malam, ketika saya sedang belajar, gerombolan itu datang dan melemparkan batu dan botol kaca. Sepuluh sampai 15 menit kemudian, mereka baru pergi. Saya sangat takut, jadi ibu saya bergegas mengunci semua pintu dan jendela," katanya kepada saya.

Tripura berada di bawah kendali BJP sejak 2018, setelah 25 tahun pemerintahan Komunis.

Oposisi menuduh partai yang berkuasa mencoba mencampuradukkan agama dengan politik untuk memenangkan pemilihan umum. Namun, tuduhan itu dibantah keras oleh BJP.

"Saya merasa minoritas Muslim lebih aman di bawah pemerintahan kami. Kami adalah komunitas yang erat dan apapun yang terjadi, itu sangat disayangkan," kata Biswa Bandhu Sen, wakil ketua Dewan Legislatif Tripura dan mewakili Tripura Utara.

"Lawan politik kami mencoba mencemarkan nama baik Perdana Menteri Narendra Modi karena kami adalah bagian dari tujuh pemerintahan yang berkuasa di timur laut."

 

BBC
Pihak BJP membantah tuduhan bahwa pihaknya memakai isu agama untuk memperkeruh keadaan.

 

Beberapa minggu setelah kerusuhan, pemerintah negara bagian Tripura menahan dua jurnalis perempuan karena "menyebarkan ketidakharmonisan di masyarakat".

Mereka akhirnya keluar tahanan keluar tahanan dengan jaminan oleh pengadilan.

Para pemimpin BJP menyangkal "agenda untuk membatasi kebebasan berbicara dan jurnalisme".

"Kami percaya pada keadilan jurnalisme dan tentu saja tidak pernah mencoba untuk membatasi independensi mereka. Itu semua propaganda oleh beberapa media terhadap kami," kata Sen.

Tim BBC dipanggil ke kantor polisi Panisagar untuk menjelaskan tujuan kunjungan kami. Kami juga diawasi oleh polisi setempat saat merekam wawancara dengan pemilik toko, yang beragama Islam di Rowa.

 

BBC
Umat Muslim butuh waktu untuk menata kembali hidup mereka.

 

Sampai sekarang, kehidupan di negara bagian itu tampaknya sulit untuk kembali normal dan kecemasan tetap ada.

"Sulit bagi kami dan agak sulit dipercaya juga. Tapi kami membangun kembali hidup kami lagi, berharap ini tidak akan terjadi lagi," kata Amir Hussain, 34 tahun, juga Muslim, yang sebagian tokonya dirusak oleh massa.

Islamuddin, seorang anggota parlemen lokal dari oposisi Partai Komunis India (Marxis), mengatakan bahwa kekerasan yang "belum pernah terjadi sebelumnya" itu telah melukai umat Hindu dan Muslim.

"Dibutuhkan upaya berkelanjutan untuk menyembuhkan mereka," katanya.