Kyoko Soda Gadis Jepang Dalami Ilmu Silat Cimande, Kini Jadi Pendekar

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Seorang perempuan Jepang bernama Kyoko Soda mulai belajar silat lebih dari 20 tahun lalu. Kini dia disebut teman seperguruan ilmu silat Cimande, sebagai `pendekar sejati` yang tanpa lelah menyebar `amanah ini` di negara asal berbagai bela diri.

"Setiap dia pergi ke mana mana dia promosi, dia mengajar, uang dia sendiri. Tidak ada yang bayar, tidak ada yang menggaji. Itu membawa budaya bangsa kita. Jadi buat saya Kyoko Soda ini adalah seorang pendekar sejati," kata Sariat Arifia, yang mengatakan melihat sendiri kesungguhan Kyoko berlatih silat bersama sang guru, Mohammad Rifai Sahib.

Sang guru, kata Sariat, "menangis" kalau bercerita tentang Kyoko, "karena membayangkan kesulitan seorang perempuan harus mengembangkan pencak silat di Jepang. Harus ngajarin jurus tunggal, harus tampil sendiri, itu luar biasa. Di tengah gudang master-master bela diri."

Kyoko sendiri bertemu dengan Rifai pada 2002 dalam kejuaraan di Korea Selatan, empat tahun setelah ia mulai belajar silat di Kedutaan Besar Indonesia di Tokyo. Perkenalan yang ia sebut menjadi momen penting untuk terus menggeluti silat.

Ia mengaku ingin belajar silat untuk sekedar berolahraga.

Baca juga:

 

 

"Sudah 20 tahun (lebih) kenapa ya saya nggak lepas-lepas (dari silat)? Saya juga heran… Awalnya cari tempat olahraga. Tapi sudah 20 tahun lebih masih silat, nggak tahu kenapa," cerita Kyoko tergelak ketika ditanya apa yang ia sukai dari silat.

Namun ia langsung terdiam dan tersedu, ketika ditanya apa yang dia ingat dari mendiang gurunya.

"Pak Rifai itu macam kayak papa sendiri… Saya ingat bapak sudah tua dan kondisinya nggak sehat lagi. Dia kan udah nggak bisa silat lagi, nggak bisa bergerak lagi. Tapi begitu cerita atau hadir di latihan, dia tenaganya muncul lagi," cerita Kyoko kepada BBC News Indonesia.

"Itu saya lihat orang silat yang silatnya sampai ke dalam, kalau mereka nggak bisa bergerak tapi lihat atau hadir ke tempat ada silat, itu saja memberi energi kepada mereka. Jadi saya kepingin menjadi kayak mereka, silat masuk ke dalam saya. Kalau level saya silatnya masih di level permukaan saja belum masuk ke dalam," tambahnya.

Momen yang dia ingat, kata Kyoko lagi, termasuk ketika "tamat belajar dan beliau mengatakan baru pertama dapat murid perempuan yang belajar sampai sini".

"Pak Rifai tidak akan lepas prinsip Cimande, yaitu tidak akan ajar ilmu Cimande kepada yang belum mengikuti tatacara "kecer". Kata Pak Rifai, mengajar ilmu Cimande kepada yang belum Kecer itu menjadi dosa dan akan ditanya hari Kiamat. Beliau sangat patuh dan menghargai Cimande. Dari sini lah saya mulai memahami belajar ilmu Cimande itu tidak boleh asal-asalan, harus serius," tambahnya.

Kyoko mengaku "sering diajak ke Cimande oleh pak Rifai", namun lebih banyak "belajar ilmu Cimande di Jakarta."

Rifai Sahib, salah seorang tokoh senior dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia, termasuk dalam anggota komite yang mengembangkan Jurus Tunggal dan Jurus Regu, dua patokan yang menjadi titik penilaian dalam lomba silat internasional.

Federasi pencak silat Eropa, EPSF, menyebut Rifai dalam obituari pada 2014 lalu sebagai tokoh yang memiliki "energi luar biasa tinggi, koreografer, guru dan duta bagi silat". Semasa hidupnya ia banyak berkeliling ke banyak negara di Eropa dan Timur Tengah untuk mempromosikan silat.

 

Meneruskan amanah

 

Silat Cimande adalah salah satu aliran pencak silat tertua yang telah melahirkan berbagai perguruan silat di Indonesia dan juga di luar negeri.

Kyoko mengatakan ia masih terus menjalin kontak dengan teman-teman seperguruan termasuk Sariat Arifia.

Sariat sendiri mengatakan "ilmu Cimande" yang didapat Kyoko dia promosikan atas inisiatif sendiri.

"Dia ini pendekar sejati, menurut saya bangsa Indonesia termasuk ikatan pencak silat, semua berhutang sama dia. Sebagai bangsa Indonesia, kita wajib membantu dia semaksimal mungkin."

"Bisa dibayangkan, gudangnya ilmu bela diri itu di Jepang, ada karate, aikido, kendo, jiu jitsu, itu kelas dunia semua. Dan yang mempromosikan pencak silat di Jepang, nomor satu, itu Kyoko Soda seorang perempuan," cerita Sariat lagi.

"Jadi pak Rifai ini boleh saya katakan mengakui bahwa Kyoko itu sebagai seorang murid yang sudah senior, membanggakan, berprestasi, dan memiliki keilmuan yang memadai."

"Pak Rifai suka sedih. Ini bahasanya pak Rifai. Ini Kyoko tidak tahu...Pak Rifai suka memikirkan apa yang bisa kita bantu ke Kyoko? Karena keberadaan Kyoko itu di sana itu kan buat budaya bangsa Indonesia. Ada budaya bangsa Indonesia yang dititipkan kepada Kyoko itu."

Bagi Kyoko, ilmu yang ia dapat, akan ia teruskan sebagai amanah sang guru.

"Sebagai pribadi saya rasa wajib ilmu yang saya terima dari almarhum harus dibagi kepada orang lain. Kurang tahu apakah itu satu orang, 10 orang atau lebih, tapi bagi pribadi sendiri, ilmu itu amanah, akan saya lanjutkan. Oleh karena itu ilmu silat yang saya terima dari almarhum harus dibagi kepada yang lain. Utamanya itu."

Rasa kekeluargaan dalam silat

Kyoko mengakui mengajar silat di Jepang merupakan tantangan tersendiri karena mencampurkan tradisi dan olahraga.

"Saingannya (berbagai jenis bela diri) macam-macam dan banyak. Semua berdiri, tonjok, dan tendang. Apa bedanya kan?"

"Namun silat seperti tari, ada musik, dan bajunya ada kain, ada songkok, keren kan?"

Satu hal yang membedakan, kata Kyoko, ada rasa kekeluargaan yang ditanamkan dalam silat.

"Perasaan kekeluargaan dengan teman-teman silat itu bagi saya paling penting. Jadi saya rekomendasi kepada calon murid kalau Anda sudah tahu perasaan kekeluargaan atau persaudaraan dengan orang silat, Anda tidak bisa melepas itu."

Ketua Japsa, Japan Pencak Silat Assocciation, ini mengatakan bela diri Indonesia ini lebih populer dibandingkan 20 tahun lalu.

Ia menyebut sejumlah film Hollywood, termasuk John Wick 3, dengan pesilat Yayan Ruhian dan Cecep Arif Rahman, yang mendorong kepopuleran silat.

"Walaupun namanya jadi populer, tidak berarti kita dapat orang Jepang yang berminat belajar silat. Itu salah satu poin susahnya."

Tetapi di tengah tantangan ini, Kyoko mengatakan ia akan tetap berbagi ilmu yang ia dapatkan.

"Almarhum (Rifai) benar-benar mencintai silat. Saya nggak mau ilmu beliau hilang…Beliau ingin membagikan ilmu dan diteruskan di Jepang ke generasi muda, agar tak hilang," katanya lagi.