PBB: Harga Pangan Global Melonjak ke Level Tertinggi dalam 10 Tahun

Ilustrasi bubur gandum/oatmeal/sarapan.
Sumber :
  • Freepik/Racool_studio

VIVA – Harga pangan global telah mencapai level tertinggi dalam lebih dari satu dekade setelah naik lebih dari 30 persen pada tahun lalu, kata Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO). Angka-angka badan tersebut menyoroti melonjaknya harga gandum dan minyak sayur di seluruh dunia.

Harga minyak nabati mencapai rekor tertinggi setelah naik hampir 10 persen pada Oktober. Gangguan pasokan, harga komoditas yang tinggi, penutupan pabrik dan ketegangan politik mendongkrak harga.

FAO mengatakan harga produk sereal naik lebih dari 22 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Harga gandum adalah salah satu kontributor utama kenaikan ini, naik hampir 40 persen dalam 12 bulan terakhir setelah eksportir utama, seperti Kanada, Rusia dan AS, mengalami panen buruk.

"Dalam kasus sereal, kami menghadapi situasi di mana dapat dikatakan bahwa perubahan iklim yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produksi," kata Pakar Agribisnis di Curtin Business School, Peter Batt, kepada BBC, Jumat 5 November 2021.

"Kami mengalami tahun-tahun (panen) yang sangat buruk di banyak tempat."

FAO mengatakan indeks harga minyak nabati didorong oleh kenaikan harga minyak sawit, kedelai, bunga matahari dan minyak lobak. Dalam kasus minyak sawit, harga telah didorong lebih tinggi setelah produksi dari Malaysia turun karena kekurangan pekerja migran, kata FAO.

Kekurangan tenaga kerja membantu menaikkan biaya produksi dan transportasi makanan di bagian lain dunia juga. 

"Masalah lain yang muncul adalah mengeluarkan produk. Misalnya, di sini di Australia kami memiliki banyak kapal yang datang untuk mengambil makanan, tetapi kami tidak bisa mendapatkan kru untuk masuk karena Covid," kata Batt.

Gangguan pengiriman juga mendorong harga susu, dengan biaya produk susu naik hampir 16 persen selama tahun lalu.

Brigit Busicchia dari Macquarie University juga menyoroti bahwa kenaikan harga pangan biasanya dirasakan paling akut oleh orang miskin, karena kelompok yang kurang beruntung tersebut didorong lebih jauh ke dalam kemiskinan, dan ini berpotensi meningkatkan ketegangan sosial dan politik.