Max Stahl: Pembuat Film Pembantaian di Timor Leste Tutup Usia

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Max Stahl, pembuat film Timor Leste yang jadi pahlawan nasional negara itu setelah filmnya membawa perhatian dunia terhadap peristiwa pembantaian Santa Cruz, telah meninggal dunia pada usia 66 tahun.

Max juga dikenal dengan nama Christopher Wenner ketika dia menjadi pembawa acara program anak-anak BBC dari 1978 sampai 1980.

Sebagai Max Stahl, ia memfilmkan pembantaian 271 pengunjuk rasa yang memprotes pemerintahan Indonesia saat Timor Leste masih menjadi Provinsi Timor Timur pada 1991.

Mantan Presiden Timor Leste, José Ramos-Horta, menyebutnya sebagai "putra berharga".

"Kami menghormatinya sebagai salah satu pahlawan sejati perjuangan kami," tulis Ramos-Horta di Facebook sesaat sebelum pembuat film itu wafat.

Indonesia memerintah wilayah bekas jajahan Portugis itu sejak menginvasinya pada 1975. Stahl melakukan perjalanan ke sana pada 1991, setelah pembatasan wisatawan dilonggarkan tahun 1989.

Pada periode itu, dia mendengar rencana unjuk rasa ke Permakaman Santa Cruz setelah sebuah upacara memperingati seorang pendukung kemerdekaan Timor Leste.

Stahl mengatakan kepada BBC pada 2016: "Saya baru saja menyiapkan kamera saya ketika mendengar suara gemuruh, setidaknya 10 detik tembakan tanpa henti. Para tentara yang datang melepaskan tembakan tepat ke kerumunan beberapa ribu anak muda."

Dia menambahkan: "Tinggal tunggu waktu sebelum mereka datang kepada saya, dan saat itu saya berpikir, saya harus pergi dari sini."

Dia mengubur rekaman film itu di sebuah makam, yang belakangan diselundupkan keluar Timor Leste dan disiarkan ke seluruh dunia.

Ramos-Horta menulis: "Hanya ada beberapa poin kunci dalam sejarah Timor-Leste di mana bangsa kita menuju kemerdekaan. Ini adalah salah satu di antaranya.

"Ini adalah pertama kalinya pesan kami menyebar ke dunia. Jaringan hak asasi manusia beraksi. Senator, anggota Kongres, dan anggota parlemen datang ke kami. Dan ini terjadi ketika satu orang rela mempertaruhkan nyawanya untuk mendokumentasikan dari dekat apa yang terjadi dan menyelundupkan pesan itu keluar dari negara kita."

Stahl kemudian mengungkapkan bagaimana orang-orang yang selamat dari pembantaian Santa Cruz itu dibunuh secara brutal di rumah sakit; serta mendokumentasikan penindasan ketika Timor Timur mendeklarasikan kemerdekaan pada 1999.

 

Multi talenta

 

Stahl meninggal karena kanker di rumah sakit di Brisbane, Australia, pada Rabu (27/10).

Nama lengkapnya adalah Max Christopher Wenner. Ketika dia menjadi orang di belakang kamera, dia memakai nama gadis ibunya, Stahl.

Selama lebih dari 20 tahun, Stahl bekerja untuk saluran televisi di Inggris, Prancis, Jerman, Skandinavia, Australia, Kanada, dan Amerika Serikat.

Karier jurnalistiknya juga membawanya bekerja sebagai koresponden perang di Beirut, Libanon.

Namun, dia tidak langsung menjadi jurnalis. Kariernya justru dimulai di teater sebagai aktor dan sutradara, sebelum bergabung dengan Blue Peter, sebuah acara televisi anak-anak di BBC.

Selanjutnya, ia mulai bekerja sebagai jurnalis investigasi dan pembuat film yang memproduksi film dokumenter dan berita di Amerika Latin, negara-negara bekas komunis, Kaukasus, Baltik, dan Balkan.

Pada 2000 ia dianugerahi penghargaan Festival Film New York dan UK Royal Television Society, serta menerima hadiah utama untuk jurnalisme kamera independen, Rory Peck Award.

Sepanjang kariernya, Stahl juga menulis skenario dan mengembangkan skenario untuk film.

 

`Sangat berprinsip`

 

Jonathan Head, koresponden BBC News Asia Tenggara, mengenal Stahl dengan baik dan menggambarkannya sebagai "lembut, sopan, sangat berprinsip dan berkomitmen penuh untuk mendukung rakyat Timor Leste".

"Proyek arsip yang dia jalankan untuk mendokumentasikan sejarah traumatis negara itu adalah kontribusi berharga untuk membantu orang mengingat dan mengakui sejarah," katanya.

"Rekaman video Chris adalah bukti video pertama kekejaman Indonesia. Ini pertama kali disiarkan di Channel 4 News dan kemudian berubah menjadi film dokumenter untuk Yorkshire TV.

"Film itu muncul pada saat isu hak asasi manusia mendapat perhatian lebih banyak di dunia pasca-Perang Dingin. Film itu memberikan tekanan besar bagi Indonesia untuk melonggarkan cengkeramannya serta sangat mendorong kampanye hak menentukan nasib sendiri bagi Timor Leste."