Jerman Tolak Taliban Bicara di Majelis Umum PBB, Tidak Ada Gunanya
- Dok. PBB
VIVA – Jerman menyuarakan penolakannya terhadap permintaan Taliban berbicara di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atas nama Emirat Islam Afghanistan. Jerman mengatakan "pertunjukan" oleh penguasa baru Afghanistan itu tidak memiliki tujuan.
Dilansir dari Times of India, Komite Kredensial PBB sedang meninjau permintaan dari Taliban untuk berpidato di Majelis Umum PBB, yang masih diwakilkan oleh duta besar untuk PBB dari pemerintah Afghanistan yang digulingkan bulan lalu.
"Untuk menjadwalkan sebuah pertunjukan di PBB tidak akan menghasilkan apa-apa," kata Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, kepada wartawan.
"Yang penting adalah tindakan nyata dan bukan hanya kata-kata, termasuk hak asasi manusia dan khususnya hak-hak perempuan dan pemerintahan yang inklusif dan menjauhkan diri dari kelompok teroris," ujar Menlu Jerman itu.
Maas mengatakan, penting untuk berkomunikasi dengan Taliban, tetapi dia juga menegaskan Majelis Umum PBB bukan tempat yang tempat untuk itu.
Seorang pejabat senior Amerika Serikat menyarankan Komite Kredensial, yang beranggota sembilan negara termasuk Jerman dan AS, tidak akan membuat keputusan sebelum Majelis Umum berakhir pada Senin. "Ini akan membutuhkan waktu untuk mempertimbangkannya," kata pejabat itu.
Afghanistan sendiri dijadwalkan untuk memberi pidato terakhir pada hari terakhir Sidang Majelis Umum PBB pada 27 September mendatang, tetapi belum jelas siapa yang akan mewakili negara Asia Selatan itu. Saat Taliban menguasai Afghanistan pada tahun 1996-2001 silam, PBB menolak mengakui pemerintahan mereka.
Pemerintah Taliban telah meminta agar Suhail Shaheen yang merupakan perwakilan baru mereka di PBB diizinkan untuk berpidato di depan sesi ke-76 Majelis Umum PBB, yang saat ini sedang berlangsung di New York.
Berbicara kepada kantor berita The Associated Press, Shaheen mengatakan: "Kami memiliki semua persyaratan yang diperlukan untuk pengakuan pemerintah, jadi kami berharap PBB, sebagai badan dunia yang netral, mengakui pemerintah Afghanistan saat ini."