Pahlawan 'Hotel Rwanda' Dihukum Penjara, Dituduh Dukung Teroris

Paul Rusesabagina. Reuters via BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Seorang pria yang digambarkan dalam film sebagai pahlawan yang menyelamatkan banyak nyawa selama genosida di Rwanda kini dijatuhi hukuman 25 tahun penjara atas dakwaan terorisme oleh pengadilan di negara Afrika itu.

Paul Rusesabagina, 67 tahun, dinyatakan bersalah karena mendukung kelompok pemberontak di balik serangan mematikan pada 2018 dan 2019.

Keluarganya menyebut persidangan itu dibuat-buat dan mengatakan bahwa ia telah dibawa ke Rwanda dengan paksa dari pengasingan.

Amerika Serikat, tempat tinggal Rusesabagina yang berstatus sebagai penduduk, mengatakan prihatin dengan hukuman ini.

Nasib Rusesabagina berubah dari sosok yang dielu-elukan sebagai penyelamat menjadi musuh negara setelah ia semakin vokal menyuarakan kritik terhadap pemerintah.

Awalnya ia dipuji karena tindakannya menyelamatkan banyak nyawa saat terjadi genosida di Rwanda 27 tahun yang lalu.

Dalam film nominasi Oscar Hotel Rwanda, Rusesabagina, yang diperankan oleh Don Cheadle, digambarkan sebagai manajer hotel yang berhasil melindungi lebih dari 1.000 orang yang mencari perlindungan.

Dalam periode 100 hari dari April 1994, 800.000 orang, sebagian besar dari kelompok etnis Tutsi, dibantai oleh ekstremis dari komunitas Hutu.

Beberapa penyintas pembantaian itu mempertanyakan versi peristiwa yang ditampilkan dalam film tahun 2005 tersebut.

Namun setelah profil Rusesabagina terangkat setelah film itu dirilis, kritiknya terhadap pemerintah pasca-genosida dan Presiden Paul Kagame menarik lebih banyak perhatian.

Ia bersuara tentang pelanggaran hak asasi manusia dan menuduh pemerintah menyasar kelompok Hutu.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah menuduh Front Patriotik Rwanda, yang saat ini memerintah, kerap mengusik dan menangkap lawan politiknya. Penahanan sewenang-wenang, perlakuan buruk, dan penyiksaan adalah "hal biasa", kata Human Rights Watch.

Selama di pengasingan, Rusesabagina memimpin koalisi oposisi, yang memiliki sayap bersenjata - Front Pembebasan Nasional (FLN).

Dalam pesan video 2018, ia menyerukan pergantian rezim dengan mengatakan bahwa "sudah tiba waktunya bagi kita menggunakan segala cara untuk membuat perubahan di Rwanda".

FLN dituduh melakukan serangan pada 2018 dan 2019 yang menurut pihak berwenang mengakibatkan sembilan orang tewas. Rusesabagina mengatakan ia tidak pernah meminta siapa pun untuk menyasar warga sipil tetapi mengaku pernah mengirim uang ke kelompok itu.

Keluarga Rusesabagina mengatakan ia diculik dan dibawa secara paksa ke Rwanda tahun lalu. Putrinya, Carine Kanimba, mengatakan kepada BBC bahwa persidangan yang adil tidak bisa mengikuti tindakan ilegal ini.

Tetapi di pengadilan, seorang saksi berbicara tentang bagaimana ia mengecoh, alih-alih memaksa, Rusesabagina untuk naik pesawat di Dubai dengan mengatakan kepadanya bahwa pesawat itu terbang ke Burundi, bukan Rwanda.

Rusesabagina menolak hadir di persidangan pada bulan Maret tahun ini, tak lama setelah dimulai, mengatakan bahwa dia tidak mendapatkan persidangan yang adil.

Kanimba mengatakan kepada program Newsday BBC bahwa ia tidak mendapat cukup akses ke pengacara dan bahwa presiden adalah "satu-satunya hakim di pengadilan".

Dalam sebuah pernyataan, AS mengatakan bahwa "kabar tentang kurangnya pengadilan yang adil pasti membuat keadilan putusannya dipertanyakan".

Dua puluh orang lainnya diadili bersama Rusesabagina, beberapa di antaranya adalah anggota FLN yang melibatkannya dalam bukti mereka.