Jabatan Presiden 3 Periode Picu Kudeta Guinea
- Twitter/Guinea military handout
VIVA - Minggu pagi mencekam di ibu kota Guinea, Conakry. Sekelompok pasukan elite nasional terlibat baku tembak di dekat kediaman Presiden Alpha Conde. Beberapa pengawal presiden tumbang. Pasukan elite itu melaporkan telah menggulingkan kekuasaan Presiden Alpha Conde dan mengklaim telah membubarkan pemerintahannya.
Dalam siaran televisi pemerintah, pemimpin pasukan khusus Guinea, Kolonel Mamady Doumbouya mengumumkan telah mengamankan Presiden Alpha Conde di suatu tempat, sekaligus membubarkan pemerintah dan konstitusi, serta menutup perbatasan darat dan udara negara itu.
Kolonel Mamady Doumbouya mengatakan bahwa kemiskinan dan korupsi yang mewabah telah mendorong pasukannya melengserkan Conde dari kursi presiden. Mereka tak percaya lagi dengan pemerintahan Conde, dan sekarang sudah berakhir. Pemimpin pasukan itu akan mempercayakan tata ulang pemerintah dan konstitusi kepada rakyat Guinea.
"Kami telah membubarkan pemerintah dan institusi-institusi," kata Doumbouya, membenarkan kudeta dengan mengutip "penginjakan hak-hak warga negara" dan "tidak menghormati prinsip-prinsip demokrasi" dilansir UPI.
"Kami akan menulis ulang konstitusi bersama-sama," lanjutnya.
Kementerian Pertahanan Guinea mengklaim dalam sebuah pernyataan, telah menggagalkan upaya kudeta oleh pasukan militer.
"Pengawal presiden didukung oleh pasukan pertahanan dan keamanan yang loyal mampu mengatasi ancaman dan mengusir kelompok penyerang," kata kementerian.
"Operasi keamanan dan penyisiran terus dilakukan untuk memulihkan ketertiban dan perdamaian," sambungnya
Namun, foto dan video yang dibagikan platform WhatsApp menunjukkan Presiden Alpha Conde duduk tanpa alas kaki dan diam, mengenakan jeans dan kemeja sambil dikelilingi oleh pria berseragam militer. Tidak dijelaskan dimana Conde ditahan.
Mantan pejabat Gedung Putih yang berfokus pada Afrika, mengatakan bahwa video Presiden Conde yang diapit oleh tentara kudeta tampaknya diambil di Hotel Kaloum, sekitar 500 meter dari istana presiden. Tidak jelas apakah Conde sedang menuju hotel dan dicegat atau apakah dia dibawa secara paksa ke hotel oleh mereka.
Tetapi pasukan yang menculik tidak menganiaya Conde. Dalam salah satu video yang beredar bahwa seorang prajurit junior yang duduk di sebelah Conde dengan hormat memanggilnya "Excellence" ("Excellency" dalam bahasa Prancis), dan video berikutnya menggambarkan Conde dimasukkan ke dalam minivan dan tidak tampak tangannya diborgol atau dikekang. Juga tidak terlihat mengeluarkan darah, memar atau menunjukkan tanda-tanda penganiayaan lainnya.
Junta militer mengatakan Conde tidak disakiti, keselamatannya dijamin dan diberi akses untuk mendapat perawatan dokter.
Namun demikian, sebagian besar pengamat yakin bahwa Conde telah digulingkan.
Kolonel Mamady Doumboya, pemimpin kudeta, mengatakan para elite Guinea bertanggung jawab atas penginjakan hak-hak warga negara dan tidak menghormati prinsip-prinsip demokrasi.
Conde mengambil alih kekuasaan pada 2010 selama pemilihan demokratis pertama di negara itu yang memperoleh kemerdekaan dari Prancis pada 1958, Conde kala itu berjanji untuk mereformasi budaya korupsi dan otoritarianisme negara itu.
Namun, Presiden Conde menolak untuk mundur dari kekuasaan tahun lalu, ketika konstitusi menuntut agar dia melaksanakan meletakkan jabatan setelah dua periode jabatan. Sebaliknya, ia memanipulasi amandemen konstitusi untuk periode ketiga dan terpilih kembali dalam pemilihan yang sangat kontroversial dan penuh kekerasan di mana banyak orang Guinea tewas dalam protes.
"Amandemen konstitusi adalah jembatan yang terlalu jauh," kata mantan pejabat Gedung Putih itu.
Amerika Serikat mengutuk perebutan kekuasaan militer di Guinea sambil menyerukan semua pihak untuk menghentikan kekerasan dan agar konstitusi dan supremasi hukum dipulihkan.
"Kekerasan dan tindakan ekstra-konstitusional apa pun hanya akan mengikis prospek Guinea untuk perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran," kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan.
Mereka menambahkan kudeta tersebut akan membatasi kemampuan AS dan mitra internasional lain untuk mendukung Guinea saat negara itu bergerak menuju persatuan nasional dan masa depan rakyat Guinea yang lebih cerah.