Kisah 5 Perempuan, Termasuk di Indonesia, Hidup di Bawah Hukum Islam

Banyak perempuan di negara yang menerapkan Syariah dapat belajar dan mencari nafkah. BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Periode pertama pemerintahan Taliban di Afghanistan pada dekade 90an terkenal karena kebrutalannya dan penindasan terhadap perempuan, termasuk melarang perempuan bersekolah dan bekerja serta mengucilkan perempuan dari hampir semua peran dalam kehidupan publik.

Kali ini kelompok militan itu, setelah menguasai lagi Afghanistan, mengatakan perempuan akan diizinkan untuk menjalankan hak-hak mereka "dalam kerangka" Syariah - atau hukum Islam - tapi sejauh ini tidak jelas apa artinya itu.

Secara garis besar, Syariah adalah prinsip-prinsip untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan (Allah), yang meliputi salat, puasa, dan sedekah kepada orang miskin.

Syariah juga merupakan sistem hukum Islam. Tingkat kekerasan hukuman beberapa pengadilan Islam kerap dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia, tapi penerapan Syariah sangat bervariasi di seluruh dunia.

Meskipun mungkin ada pembatasan kebebasan berpolitik, dalam kehidupan pribadi sebagian besar perempuan di negara-negara yang mengadopsi hukum Syariah tidak mengalami kondisi menyesakkan yang diterapkan Taliban pada tahun 1990-an.

BBC berbicara kepada lima perempuan tentang pengalaman mereka hidup di bawah Syariah di Arab Saudi, Nigeria, Iran, Indonesia, dan Brunei.

 

`Ini negara yang jauh lebih bebas`

 

 

Hannan Abubakar
Hannan mengatakan ia sangat senang dengan perubahan yang terjadi di Arab Saudi.

 

Saya adalah orang keturunan Tanzania yang menjalani sebagian besar hidup saya di Arab Saudi, kata Hannan Abubakar.

Saya belajar di sekolah internasional yang mengajarkan kurikulum India. Di bus sekolah, anak laki-laki dan perempuan duduk terpisah. Di kantin, ada area yang berbeda untuk anak laki-laki dan perempuan. Murid laki-laki dan perempuan belajar di ruang kelas yang berbeda. Namun, kami diajari oleh guru laki-laki dalam beberapa mata pelajaran.

Anak perempuan diizinkan untuk berpartisipasi dalam olahraga - tetapi tidak dengan anak laki-laki - dan kami merayakan festival olahraga pada hari yang berbeda. Tetapi guru tidak mendiskriminasi anak perempuan.

 

Hannan Abubakar
Hannan, paling kanan, mengatakan bahwa kerudung sekarang tidak wajib di Arab Saudi.

 

Arab Saudi adalah negara yang jauh lebih bebas sekarang.

Perempuan dapat bepergian sendiri dan mengendarai mobil. Saya berencana untuk mendapatkan lisensi mengemudi secepatnya.

Beberapa tahun yang lalu kami tidak punya bioskop tetapi sekarang kami punya, dan itu adalah salah satu tempat favorit saya.

Saya tidak menutupi wajah saya dan bukan suatu "keharusan" untuk mengenakan jilbab.

Dahulu, restoran memiliki area untuk keluarga dan area untuk lajang. Sekarang tidak ada pemisahan seperti itu. Di tempat umum, laki-laki dan perempuan sekarang dapat bercampur - misalnya saya suka pergi keluar untuk makan siang dengan kolega-kolega pria saya.

 

Hannan Abubakar
Hannan sering pergi ke bioskop bersama keluarga dan kawan-kawannya.

 

Tapi ini adalah negara Muslim, sehingga tidak ada klub malam, bar, dan lain-lain. Alkohol dilarang.

Saya bekerja di sebuah perusahaan swasta di Jeddah. Di perusahaan saya, orang dibayar sesuai dengan pekerjaan mereka, bukan jenis kelamin.

Saya berusia 30 tahun; saya akan menikah ketika saya menemukan Pangeran Tampan. Orang tua saya sangat suportif - mereka tidak memaksa saya untuk menikah.

Ada yang bilang reformasi berjalan terlalu lambat. Tapi ibu saya sudah di Saudi bahkan sebelum saya lahir dan menurut dia perubahannya sangat drastis.

 

`Alkohol ilegal tapi orang minum-minum di pesta`

 

 

Mahsa
Mahsa berkata seberapa bebas perempuan di Iran tergantung pada keluarganya.

 

Di Iran, pembatasan yang dihadapi seorang perempuan sangat tergantung pada latar belakang keluarganya, kata Mahsa. (Mahsa meminta BBC tidak menggunakan nama lengkapnya atau menunjukkan wajahnya demi keselamatan pribadinya.)

Masyarakat Iran dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Beberapa sangat religius, kaku, berpikiran sempit, dan berprasangka - mereka bahkan dapat membunuh anak perempuan atau saudara perempuan mereka karena berpacaran.

Kelompok kedua seperti keluarga saya - kelas menengah perkotaan. Fokus utamanya adalah mendapatkan pendidikan dan pekerjaan.

Kelompok ketiga adalah sekelompok kecil elit kaya yang tidak terikat oleh hukum.

Saya lahir dan dibesarkan di Teheran. Di sekolah dan universitas saya, saya belajar bersama anak laki-laki.

Kebanyakan orang tua di Iran ingin anak-anak mereka masuk jurusan kedokteran atau teknik, tapi saya gagal masuk ke sekolah kedokteran gigi dan kuliah di jurusan bahasa Inggris. Saya sekarang mengajar di sekolah taman kanak-kanak.

Perempuan di Iran dapat melakukan perjalanan ke berbagai kota. Perempuan lajang dapat menyewa rumah dan tinggal sendirian. Mereka juga dapat check-in ke hotel sendiri.

Saya punya mobil sendiri dan saya suka mengemudi berkeliling kota. Tidak perlu pendamping laki-laki, tetapi jilbab adalah wajib.

 

Mahsa
Mahsa berkata ia suka berkeliling kota dengan mobilnya.

 

Kalau polisi agama melihat pasangan muda yang melakukan hal-hal nakal atau perempuan mengenakan mantel pendek, mereka akan berada dalam masalah. Petugas biasanya melepaskan mereka setelah menerima suap.

Kadang-kadang pelanggar dapat dibawa ke kantor polisi dan orang tua mereka akan dipanggil untuk mempermalukan mereka.

Saya berkencan dengan pacar saya selama empat tahun sebelum saya menikah. Saya biasa pergi ke bioskop, taman, dan berbagai tempat bersamanya. Saya beruntung. Tidak ada yang menghentikan kami dan memeriksa apakah kami sudah menikah atau tidak.

Orang tua saya dulu sangat keras. Mereka selalu ingin saya pulang sebelum pukul 21:00 dan tidak mengizinkan saya bepergian dengan teman-teman saya. Saya menjadi lebih bebas setelah menikah.

Alkohol dilarang. Kami tidak punya bar. Tapi orang-orang membelinya dan meminumnya secara diam-diam. Di pesta-pesta kebanyakan orang minum. Saya pribadi tidak minum - saya benci rasa pahit alkohol.

Saya tidak mau punya anak - gaji kami terlalu rendah untuk membayar pengasuh. Mengurus rumah, anak-anak, dan memperhatikan suami saya akan terlalu berat bagi saya.

Saya percaya pada Tuhan, tetapi saya bukan orang yang religius. Saya tidak salat setiap hari.

 

`Syariah lebih baik dari hukum apa pun`

 

 

Huwaila Ibrahim Muhamma
Huwaila mengatakan ia telah membantu banyak perempuan mendapatkan keadilan.

 

Saya seorang pengacara Syariah dan telah praktik selama 18 tahun di Kano, Abuja dan Lagos, kata Huwaila Ibrahim Muhammad dari Nigeria.

Saya percaya pada sistem hukum Syariah. Di 12 negara bagian Nigeria, ia digunakan untuk hukum pidana dan keluarga. Saya praktik di pengadilan Syariah maupun pengadilan umum; dalam pengadilan Syariah, persidangan dipimpin oleh hakim laki-laki tapi perempuan dapat berdebat tanpa rasa takut.

Ada banyak ruang untuk memaafkan seorang pelanggar. Seorang hakim perlu mempertimbangkan sejumlah faktor yang meringankan sebelum memberikan hukuman maksimum.

Dalam beberapa kejahatan, narapidana akan dicambuk di pengadilan terbuka tetapi saya belum pernah melihat seorang perempuan dihukum seperti itu. Beberapa keputusan hukuman rajam sampai mati mendapat perhatian internasional tetapi mereka tidak pernah dilakukan. Dalam Islam, itu adalah hukuman untuk perzinahan.

Dalam hal warisan, laki-laki akan mendapatkan dua kali lipat dari perempuan. Ini mungkin tampak sangat tidak adil, tetapi ada alasan di baliknya - perempuan tidak diberi tanggung jawab keuangan (nafkah). Adalah tugas ayah, saudara laki-laki dan suami untuk melindungi mereka.

 

Huwaila Ibrahim Muhamma
Huwaila mengatakan keadilan ditegakkan, terlepas dari jenis kelamin.

 

Ya, ada ayat yang mengatakan bahwa seorang suami boleh memukul istrinya - pemahaman yang tepat tentang ayat itu adalah seorang suami boleh berpura-pura atau dengan sangat ringan memukuli istrinya. Namun ia tidak diperbolehkan untuk menyakiti atau melukainya.

Beberapa perempuan telah menggugat suami mereka yang kasar ke pengadilan. Saya telah mewakili dan memenangkan banyak kasus seperti itu. Saya bisa bilang keadilan ditegakkan, terlepas dari jenis kelamin.

Di Nigeria, Anda tidak perlu menutupi wajah. Perempuan di sini terbiasa menutupi tubuh mereka, akan aneh jika ada yang mengenakan rok pendek. Menghukum perempuan karena tidak mengenakan baju panjang atau jilbab tidak bisa dibenarkan. Perempuan punya hak untuk memilih.

Jika Syariah digunakan sebagaimana mestinya, itu lebih baik daripada hukum apa pun.

 

`Saya tahu apa yang benar dan salah`

 

Saya lahir dan besar di Brunei. Saya pergi pada tahun 2007 saat usia saya 17 tahun, setelah menerima beasiswa pemerintah untuk bersekolah di Inggris, kata Izzati Mohd Noor.

Saya menjalani ujian A Level; kemudian mendapatkan gelar sarjana, master, dan PhD di bidang teknik kimia di London. Setelah itu saya bekerja untuk sebuah bank investasi sebagai pengembang perangkat lunak.

Beberapa minggu yang lalu saya kembali ke negara saya. Mayoritas orang di sini menganut agama Islam. Hukum Syariah telah digunakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan, perceraian, dan warisan untuk waktu yang lama. Baru pada tahun 2014 ia digunakan untuk menangani kasus-kasus kriminal. Namun sejauh ini tidak ada hukuman ekstrem yang dilakukan.

Perempuan boleh mengenakan apa saja yang mereka inginkan - jika Anda pergi ke gym, Anda akan melihat seseorang yang berjilbab dan yang lain mengenakan bra olahraga. Kami tidak memiliki polisi agama.

Sebagai bagian dari pendidikan di sekolah saya, kami diajarkan tentang lima pilar Islam, ekonomi Islam, dan hukum Syariah. Di pagi hari saya biasa belajar mata pelajaran seperti sains dan matematika. Pada sore hari saya akan pergi ke sekolah agama yang memiliki guru laki-laki dan perempuan.

 

Izzati Mohd Noor
Noor bertemu calon suaminya saat mengikuti kelas pilot.

 

Dalam hal warisan, saudara laki-laki mendapatkan dua kali lipat dari yang didapatkan saudara perempuan, sesuai Syariah. Tetapi di negara kami, kebanyakan orang seperti kakek-nenek saya meninggalkan surat wasiat. Itu menggantikan hukum Islam.

Saya tidak salat lima kali sehari seperti yang diamanatkan oleh agama tetapi saya melakukan sebanyak yang saya bisa. Waktu saya masih muda, orang tua saya sangat keras perihal salat. Saya melewati periode ketika saya tidak salat sama sekali dan kemudian saya bertaubat.

Saya telah belajar terbang dan mendapatkan lisensi pilot. Di kelas pilot, saya bertemu dengan pacar saya - dia berasal dari Jerman utara. Saya mengatakan kepadanya di awal hubungan kami bahwa saya adalah orang yang relijius dan ingin membangun keluarga di lingkungan Islam. Ia menghormati keinginan saya dan telah masuk Islam. Kami akan menikah dalam waktu dekat.

Beberapa cendekiawan Muslim berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan yang belum menikah seharusnya tidak menghabiskan waktu bersama. Tapi saya sangat merasa bahwa dua orang yang ingin berkomitmen pada pernikahan harus saling mengenal sebelum sepakat untuk menghabiskan sisa hidup mereka bersama.

 

Izzati Mohd Noor
Noor berkata banyak perempuan di Brunei yang sukses.

 

Saya tahu apa yang benar dan apa yang salah menurut agama. Saya juga tahu apa yang benar dan apa yang salah bagi saya. Itu dua hal yang berbeda.

Saya tidak memakai jilbab. Beberapa orang bahkan mungkin mengatakan saya bukan Muslim yang baik. Tetapi bagi saya, itu antara saya dan Allah, dan jika Allah berpikir apa yang saya lakukan itu salah maka saya akan meminta maaf kepada Allah.

Saya pikir hanya sebagian kecil dari populasi di Brunei yang sangat konservatif - mayoritas sangat toleran.

Mencari ilmu dan keterampilan baru adalah nilai inti ajaran Islam. Saya tidak tahu dari mana gagasan bahwa perempuan tidak boleh mendapat pendidikan ini berasal. Bagi saya, ini tidak Islami.

Saya berusaha untuk menjadi Muslim yang lebih baik, setiap hari.

 

`Ini bagian dari agama kami`

 

 

Nasyiratu Dina
Beberapa ulama Muslim mengatakan musik itu haram, namun Dina Nasyiratudina pernah memenangkan lomba menyanyi di Aceh.

 

Saya seorang mahasiswa ekonomi berusia 19 tahun dan juga bekerja sebagai sekretaris paruh waktu untuk seorang eksekutif laki-laki, kata Nasyiratudina dari Indonesia. Di waktu luang, saya mengajar di taman kanak-kanak.

Saya lahir dan dibesarkan di Aceh Besar - Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia tetapi hanya provinsi Aceh yang menerapkan hukum Syariah.

Saya salat lima waktu dalam sehari. Bagi saya, Syariah adalah bagian dari iman. Saya setuju dengan hukuman yang keras: mereka dimaksudkan untuk mencegah kejahatan.

Saya memakai gaun panjang dan kerudung tetapi saya tidak menutupi wajah saya. Di sini wanita tidak bisa memakai rok mini atau celana pendek.

Saya bisa semandiri yang saya inginkan. Di universitas, mahasiswa laki-laki dan perempuan belajar di kelas yang sama tetapi duduk terpisah. Tidak ada larangan untuk berinteraksi dengan anak laki-laki. Saya berbicara dengan mereka tetapi tidak banyak.

 

Nasiryatu Dina
Nasyiratudina ingin membuka sekolahnya sendiri.

 

Beberapa teman saya sedang jatuh cinta. Senang rasanya jatuh cinta. Anak laki-laki dan perempuan yang belum menikah tidak boleh keluar berpasangan atau menunjukkan kasih sayang pada satu sama lain di depan umum.

Banyak perempuan tidak mau menjalin hubungan fisik sebelum menikah karena dilarang agama.

Anak laki-laki dan perempuan dapat pergi bersama dalam kelompok - kami nongkrong di pusat perbelanjaan, restoran dan tempat-tempat keagamaan. Kami tidak punya bioskop di sini. Ini agak menyedihkan. Saya menonton film di TV dan saya aktif di media sosial. Saya suka musik dan pernah memenangkan kompetisi menyanyi.

Dalam Islam, seorang laki-laki bisa menikahi empat istri. Tapi, saya tidak akan menjadi istri kedua atau ketiga atau keempat siapa pun, saya tidak bisa seperti itu. Setiap perempuan layak mendapatkan suami untuk dirinya sendiri.

Saya ingin menjadi pemimpin bisnis dan membuka sekolah taman kanak-kanak.

Saya sangat kasihan pada perempuan di Afghanistan. Saya harap saya bisa hidup cukup lama untuk menyaksikan semua perempuan dan anak-anak di Palestina, Afghanistan, Suriah, Iran dan semua orang Islam bangun dengan suara burung bukan bom.