PM Malaysia Muhyiddin Yassin Mengundurkan Diri, Siapa Penggantinya?
- bbc
Perdana Menteri (PM) Malaysia, Muhyiddin Yassin telah mengajukan pengunduran dirinya kepada Raja Sultan Abdullah, kata Menteri sains, teknologi dan inovasi Khairy Jamaluddin, Senin (16/08).
Keputusan ini terjadi setelah terjadi kekacauan politik selama berbulan-bulan yang mengakibatkan hilangnya dukungan mayoritas dari barisan koalisi kepada sang perdana menteri.
Khairy mengumumkan hal itu melalui unggahan di Instagram miliknya, seperti dilaporkan kantor berita Reuters.
Sebelumnya, PM Muhyiddin terlihat memasuki kompleks Istana Negara pada Senin (16/08), setelah ada laporan-laporan yang menyebutkan dia akan mengajukan pengunduran dirinya kepada Raja.
Sampai sejauh ini, kantor perdana menteri belum menanggapi permintaan konfirmasi dari Reuters.
Kekuasaan pria berusia 74 tahun ini makin melemah setelah terjadi pertikaian selama berbulan-bulan di antara barisan koalisinya.
Apabila dipastikan Muhyiddin mundur dari kursi PM, maka ini akan mengakhiri 17 bulan masa jabatannya yang penuh gejolak, sekaligus dapat menghambat upaya Malaysia memperbaiki ekonominya akibat pandemi.
Sebelumnya, mata uang Ringgit Malaysia terperosok ke level terendah dalam setahun terakhir.
Masih belum jelas siapa yang akan membentuk pemerintahan pengganti kepemimpinan Muyiddin, karena tidak ada pihak yang memegang porsi mayoritas di parlemen.
Pemilihan umum agaknya tidak mungkin digelar di Malaysia lantaran sedang menghadapi gelombang Covid-19 serta persoalan ekonomi, seperti dilaporkan kantor berita AFP.
Kasus Covid-19 di Malaysia belakangan mengalami lonjakan dan tingkat kematian di negara itu merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Siapa yang akan menggantikanya?
Bagaimanapun, keputusan tersebut kemungkinan akan diserahkan kepada Raja Sultan Abdullah, yang dapat menunjuk seorang perdana menteri dari anggota parlemen terpilih, berdasarkan siapa yang menurutnya paling mungkin untuk memimpin kubu mayoritas.
Muhyiddin, yang selama berpekan-pekan menentang seruan untuk mundur, telah mengutarakan niatnya untuk mengajukan pengunduran dirinya kepada Raja pada Senin.
Hal itu diutarakan salah-seorang menterinya, Redzuan Md Yusof, seperti dikutip portal berita Malaysiakini, pada Minggu (15/08).
Muhyiddin naik ke tampuk kekuasaan pada Maret tahun lalu, menyusul runtuhnya pemerintahan reformis berusia dua tahun yang dipimpin politikus kawakan Mahathir Mohamad.
Namun pemerintahan Muhyiddin menghadapi gejolak sejak hari pertama dia berkuasa, seperti dilaporkan AFP.
Mayoritas anggota parlemen meragukan kapabilitasnya dan legitimasinya terus-menerus dipertanyakan. Dia juga menghadapi tentangan dari pimpinan kelompok oposisi, Anwar Ibrahim.
Runtuhnya pemerintahan Muhyiddin memperpanjang periode drama politik di negara multi-etnis berpenduduk 32 juta jiwa itu.
Setelah kemerdekaan dari Inggris pada 1957, Malaysia diperintah selama lebih dari enam dekade oleh koalisi yang didominasi oleh masyarakat muslim beretnis Melayu yang mayoritas di negara itu.
Namun demikian, akibat skandal korupsi, kebijakan berbasis ras yang tidak populer, dan pemerintahan yang semakin otoriter, berujung kepada jatuhnya PM Najib Razak dari kekuasaan pada Pemilu 2018.
Kemenangan kubu oposisi pimpinan Mahathir memicu harapan untuk memasuki era baru, tetapi kemudian runtuh di tengah pertikaian sengit.
Muhyiddin, yang menjadi anggota pemerintahan Mahathir, tetapi akhirnya ikut mendongkel kejatuhannya, akhirnya membentuk koalisi yang bobrok.
Selain pertanyaan tentang legitimasinya, dia menghadapi kritik yang terus meningkat atas kegagalannya mengendalikan wabah virus Corona - laporan resmi menyebutkan ada lebih dari 1,1 juta kasus dan 12.000 kasus kematian.
Pada Januari, Muhyiddin membujuk Raja untuk menyatakan keadaan darurat nasional di Malaysia - keputusan politik pertama selama lebih dari setengah abad - yang diharapkan dapat menanggulangi pandemi.
Status darurat nasional ini dikritik kubu oposisi di parlemen, yang menyebut langkah Muhyiddin itu sebagai tameng untuk menghindari mosi tidak percaya.
Posisi Muhyiddin akhirnya menjadi makin melemah setelah sekelompok anggota parlemen yang dulunya bersekutu dengannya menarik dukungan.
Hal ini membuatnya kehilangan dukungan mayoritas parlemen, dan Raja Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, berbalik melawannya.