Geger Tuduhan Pemerkosaan terhadap Superstar China, 24 Korban Muncul

Kris Wu. Getty Images via BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Tuduhan pemerkosaan terhadap salah satu bintang pop terkenal di China telah mendominasi berita-berita utama dalam beberapa pekan terakhir - termasuk munculnya perdebatan mengenai hubungan seks yang dilandasi suka sama suka.

Tudingan yang menimpa aktor China-Kanada dan juga penyanyi Kris Wu itu langsung menyambar begitu cepat.

Setelah dituduh melakukan pemerkosaan oleh seorang tersangka korban awal bulan ini, sedikitnya 24 perempuan mengeklaim bahwa mereka pernah menerima pelecehan.

Belasan produk terkemuka - termasuk merek global seperti Louis Vuitton dan Porsche - telah memutus hubungan dengan Wu dan sudah muncul banyak seruan agar dia keluar dari dunia hiburan dan meninggalkan China. Pria 30 tahun itu telah membantah semua tuduhan tersebut.

Skandal itu pun langsung mengguncang media sosial, para warganet ramai menggunjingkannya. Namun kasus ini sudah tidak lagi sekadar ramai di dunia pergosipan.

Dukungan secara daring bagi para perempuan yang diduga menjadi korban - termasuk seorang mahasiswi 19 tahun bernama Du Meizhu yang menuduh Wu - sudah begitu banyak.

Situasi itu, menurut para aktivis hak perempuan, jadi pertanda baik bahwa kesadaran soal masalah hubungan seksual kian meningkat di negara di mana penyintas perempuan lebih sering disalahkan.

 

Dituduh `mau cari nama`

Sejak 8 Juli, Du gencar memposting tuduhan-tuduhan di platform media sosial Weibo dan juga telah beberapa kali diwawancara media.

Dia mengaku bertemu dengan Wu saat berusia 17 tahun. Diduga dia diundang ke rumahnya bersama sejumlah perempuan lain dan di sana mereka dipaksa untuk minum alkohol.

Dia pun menyatakan Wu berhubungan seks dengannnya saat dia sudah dalam keadaan mabuk dan tidak sadarkan diri.

Wu membantah mencekokinya dengan minuman alkohol, sekaligus membantah tuduhan lain bahwa dia merayu para gadis untuk berhubungan seks dengan imbalan. Dia juga menyangkal memperkosa gadis-gadis saat mereka sudah tidak sadar, serta menepis tuduhan berhubungan intim dengan gadis di bawah umur.

Menurut undang-undang di China, perempuan berusia di bawah 18 tahun masuk kategori di bawah umur sedangkan usia minimal untuk setuju berhubungan seksual adalah 14 tahun.

Setelah penyelidikan awal, kepolisian Beijing mengeluarkan pernyataan pekan lalu yang mengkonfirmasi beberapa detail pengakuan Du - namun hanya menyatakan bahwa perempuan itu dan Wu "berhubungan seks" setelah minum-minum.

Polisi juga menyatakan bahwa Du menyebarkan tuduhan itu agar "dia kian dikenal secara daring."

Kepolisian juga mengaku masih mengusut laporan-laporan lain yang juga menjerat Wu.

Sejak itu Du mempersoalkan pernyataan dari polisi. Du bersikeras bahwa hubungan seks itu bukan atas suka sama suka karena dia sebelumnya dipaksa minum alkohol hingga tidak sadarkan diri dan dibawa ke kamar Wu oleh manajernya.

Dia tidak merespons permintaan BBC untuk diwawancara. Namun, di Weibo, baru-baru ini dia menulis unggahan, yang akhirnya dihapus. "Saya tidak berinisiatif pergi ke sana! Saya tidak bermaksud tetap tinggal!" tulisnya saat itu.

"Saya hanya ingin ini disudahi saja, saya sungguh lelah."

Banyak komentar warganet yang marah atas pernyataan polisi itu, karena dianggap condong membela Wu.

"Kesimpulan: apapun yang diutarakan Du Meizhu adalah benar," tulis sebuah komentar yang paling banyak mendapat tanda "disukai."

Komentar lain, yang mendapat 1,5 juta tanda "suka" menyatakan, "Mari hitung jumlah mereka yang tidak percaya dengan Wu."

Pernyataan polisi itu merupakan contoh klasik budaya patriarkat China, kata kalangan aktivis hak perempuan.

Tokoh feminis terkenal China, Lu Pin, berkata kepada BBC: "Mulai dari sini, kita bisa melihat apa sikap pemerintah...Mereka tidak mengakui legitimasi suara-suara perempuan - dan bila ada perempuan yang bersuara akan dituduh "mau cari nama."

 

Getty Images
Gerakan #MeToo menggema di China pada 2018.

 

Insiden itu muncul saat kepedulian akan kekerasan berbasis gender di China kian tumbuh, yang dipicu oleh gerakan #MeToo (saya juga) pada 2018 yang melibatkan tokoh-tokoh terkenal di berbagai lapisan masyarakat.

Tekanan dalam liputan internasional atas kasus-kasus demikian - termasuk kasus seorang pegawai magang yang menggugat bosnya - semakin menguatkan minat akan topik tersebut.

Baru-baru ini, isu tersebut juga memasuki ranah arus utama lewat lagu-lagu pop yang viral dan acara-acara televisi, walau dengan kontroversinya.

Masalah itu bahkan, seperti halnya kampanye #MeToo, telah disensor secara daring atas kekhawatiran memicu keresahan sosial.

Tahun ini, undang-undang hukum perdata yang baru telah berlaku, yang untuk kali pertama mendefinisikan tindakan yang merupakan pelecehan seksual, dan menahan organisasi termasuk bisnis yang jadi pihak bertanggungjawab sebagai langkah pencegahan.

Kalangan pengritik menilai langkah itu belum cukup untuk melindungi korban karena tidak menjabarkan pedoman bagi penegakan hukum, namun ini sudah dipandang sebagai kemajuan.

"Memerangi pelecehan seksual kini telah mendapat tempat di masyarakat China...setiap kasus akan membuka jalan bagi perubahan bila sudah menjadi perbincangan publik," kata Feng Yuan, salah satu pendiri kelompok pembela hak perempuan di Beijing, Equality, kepada BBC.

Lu Pin mencatat bahwa dalam kasus Kris Wu, selebritas itu dituduh telah menggunakan posisinya untuk memelihara "hubungan yang intim" dengan Du selama berbulan-bulan.

Kasus itu, menurut Lu, telah menyebabkan "masyarakat untuk mendapat pemahaman yang lebih dalam atas bagaimana mereka yang berpengaruh dalam industri hiburan bisa menggunakan kuasanya dalam hubungan gender, dan bahwa kekuasaan itu dapat dikendalikan untuk sekian lama."

 

#PerempuanBantuPerempuan

 

Kalangan aktivis mengatakan bahwa kesadaran yang meningkat ini bisa jadi penyebab banyaknya yang mendukung Du, dan mengapa perempuan-perempuan yang lain pun berani bersuara.

Tagar di Weibo "Apa sebenarnya hubungan seksual suka sama suka" telah dikunjungi lebih dari 380 juta kali dalam beberapa hari terakhir.

Beberapa menunjukkan kesulitan yang dihadapi para perempuan untuk berkata tidak atas tuntutan untuk berhubungan seksual. "Seringkali saat perempuan menolak, laki-laki akan berpikir bahwa mereka cuma malu-malu, bahwa mereka `ingin berkata tidak saat menyambut laki-laki.`" kata seorang komentator.

Banyak laki-laki mengatakan bahwa mereka menemukan perempuan itu "membingungkan," mengeklaim bahwa dalam budaya China berkata `tidak` juga bisa diartikan sebagai `perilaku genit.`

"Masalahnya adalah dalam budaya kita, mendorong kerendahan hati mengakibatkan orang jarang menolak sesuatu secara langsung. Apa yang harus kita lakukan?" tulis seoranga warganet.

Komentar-komentar demikian langsung mengundang respons bernada kecaman. "Jangan coba-coba untuk menggunakan bahasa atau budaya untuk membiarkannya. Bila seseorang tidak memberi jawaban iya secara tegas, harus diartikan sebagai penolakan," tulis warganet lainnya.

Yang lain menimpali: "Kalau iya, berarti `iya.` Dan jawaban `iya` bisa ditarik sewaktu-waktu. Kenapa ini susah sekali dimengerti?"

Sementara itu, para warganet lain telah menyerukan lebih banyak dukungan kepada para terduga korban dari Kris Wu dengan menggunakan tagar "Perempuan Bantu Perempuan."

"Apapun motif Du dalam mengungkapkan ceritanya, dia masih sebagai korban bila [kasus] ini benar. Kamu memang berani, dik, untuk berbagi cerita," tulis sebuah komentar.

Sedangkan Du sendiri mengaku masih menunggu keadilan.

"Saya ingin mengoyak topengnya Wu dan mencegah orang lain disakiti. Saya berharap menjadi korban yang terakhir," tulisnya lewat unggahan.