Cerita Tragis Bayi Iran yang Jasadnya Ditemukan di Pesisir Norwegia
- bbc
Jasad seorang bayi berusia 15 bulan yang ditemukan di Norwegia awal tahun ini baru berhasil diungkap. Dia ternyata tenggelam bersama keluarganya di Selat Inggris, atau 965km dari lokasi penemuan jasadnya.
Mereka, yang merupakan suku Kurdi asal Iran, berupaya masuk ke Inggris dari pesisir Prancis pada 27 Oktober lalu sebagai pengungsi. Namun, perahu yang membawa mereka tenggelam.
Bayi itu bernama Artin. Bersama keluarganya, ayahnya Rasoul Iran-Nejad, 35, ibunya Shiva Mohammad Panahi, 35, kakak perempuan Anita, sembilan tahun, dan kakak laki-laki Armin, enam tahun, Artin menumpang perahu dari Loon Plage, Prancis menuju wilayah Inggris.
Mereka berasal dari kota Sardasht di Iran barat, dekat dengan perbatasan Irak.
Namun petaka datang ketika perahu itu tenggelam. Keluarga yang beranggotakan lima orang itu semuanya meninggal dunia. Akan tetapi jenazah Artin saat itu tidak bisa ditemukan.
Lima belas migran lainnya dilarikan ke rumah sakit di Prancis untuk mendapatkan perawatan. Pihak berwenang telah melakukan penyelidikan atas peristiwa itu.
Baju kodok bukan merek Norwegia
Kini kepolisian Norwegia mengatakan jenazah yang ditemukan di pesisir tenggara pada Januari lalu dipastikan adalah Artin berdasarkan penelusuran DNA.
"Tenaga profesional yang terampil di jurusan sains forensik di Oslo University Hospital berhasil mendapatkan profil DNA yang cocok." Demikian kepolisian Norwegia dalam pernyataan yang dirilis pada Senin (07/06).
Tes DNA dilakukan setelah jenazah Artin ditemukan oleh dua orang polisi pada Tahun Baru 2021.
"Kami tidak menerima laporan adanya kehilangan bayi di Norwegia, dan tak ada satu pun keluarga yang menghubungi kepolisian," kata Camilla Tjelle Waage, kepala bagian penyidikan kepolisian Norwegia kepada BBC.
"Baju kodok berwarna biru itu juga bukan merek dari Norwegia dan itu menunjukkan bahwa bayi tersebut bukan dari Norwegia," tambah Waage.
Kini jasad Artin direncanakan akan diterbangkan ke Iran untuk dimakamkan. Shavin, bibi Artin yang tinggal di Swiss, mengatakan ia ingin Artin "dipertemukan dengan para anggota keluarga lainnya".
Oleh karena itu pihak keluarga akan mengurus dokumen yang diperlukan sehingga jasad Artin dapat dipulangkan ke Sardasht.
Pasca peristwa naas di Selat Inggris itu, keluarga Artin mengungkapkan rasa duka mereka dan juga kebingungan atas apa yang mungkin terjadi pada si kecil.
Nihayat, tante kedua Artin, adalah sanak keluarga pertama yang dikontak oleh kepolisian Norwegia.
"Saya merasa senang dan sekaligus sedih," ungkap Nihayat. "Senang karena jasad Artin pada akhirnya ditemukan, dan sedih karena ia meninggalkan kami untuk selamanya."
Tak lama setelah kapal tenggelam, BBC diperlihatkan serangkaian pesan pendek yang diyakini dikirimkan oleh Shiva Mohammad Panahi.
Salah satu pesan itu berisi pengakuan adanya bahaya menyeberangi Selat Inggris tetapi "kami tidak punya pilihan".
"Jika kami menumpang lori kami mungkin perlu membayar lebih besar dan kami tidak mempunyai uang," demikian bunyi pesan singkat kedua.
Sebelum bertolak ke Inggris, keluar Artin tinggal di kamp pengungsian di Dunkirk, Prancis. Menurut seorang pengungsi di sana, Bilal Gaf, keluarga Artin menempati tenda di dekatnya selama tiga atau empat hari sebelum pergi.
Ia menyebut Artin "terkenal" di antara penghuni kamp.
"Ia adalah seorang bayi yang bahagia," kata Gaf sambil menunjukkan foto-fotonya bersama Artin, yang diambil 10 hari sebelumnya.
Wilayah yang ditempati suku Kurdi di Iran mengalami persekusi politik dan kesulitan ekonomi.
Setiap tahun ribuan pengungsi Kurdi dari Iran mempertaruhkan nyawa mereka dan keluarga di tangan penyelundup untuk mencapai Eropa.
Sekitar 25 hingga 35 juta orang Kurdi mendiami wilayah pegunugan yang membentang di perbatasan Turki, Irak, Suriah, Iran dan Armenia.
Kurdi adalah kelompok etnik terbesar keempat di Timur Tengah, tetapi mereka tidak pernah mempunyai negara tersendiri.