Kyrgyzstan Bikin Referendum Demi Kuasa Lebih Besar untuk Presiden

Pengujuk rasa berupa memasuki kantor pemerintahan di Bishkek, Kyrgyzstan, (5/11)
Sumber :
  • ANTARA/REUTERS/Vladimir Pirogov/tm

VIVA – Para pemilih di Kyrgyzstan mungkin akan mendukung penyerahan kekuasaan yang lebih besar kepada kepresidenan dalam referendum pada Minggu, mengingat kepercayaan publik yang tinggi pada Presiden Sadyr Japarov, seorang politisi populis yang terpental ke jabatan kepresidenan dari sel penjara tahun lalu.

Reformasi konstitusional akan membuat sistem politik negara Asia Tengah itu serupa dengan negara tetangga bekas Soviet seperti Kazakhstan dan Uzbekistan, sehingga lebih mudah bagi Japarov untuk mewujudkan kebijakannya.

Japarov dan para pendukungnya juga berharap penguatan kepresidenan akan membuat negara lebih stabil setelah para pemimpinnya digulingkan oleh pemberontakan yang disertai kekerasan pada 2005, 2010, dan 2020.

Kyrgyzstan berbatasan dengan China dan bersekutu erat dengan Rusia.

Sebuah jajak pendapat yang dipesan oleh Institut Republik Internasional yang berkantor di Amerika Serikat dan diterbitkan bulan ini menunjukkan bahwa Japarov sejauh ini adalah politisi paling tepercaya di negara itu dan memiliki modal politik yang kuat.

Persentase pemilih yang percaya Kyrgyzstan menuju ke arah yang benar melonjak dari 41% Agustus lalu - ketika pendahulu Japarov Sooronbai Jeenbekov berkuasa - menjadi 70% pada Februari dan Maret, data jajak pendapat menunjukkan.

Hasil awal pemungutan suara diharapkan akan diumumkan pada Minggu malam.

Japarov mengusulkan reformasi setelah berkuasa di tengah protes kekerasan Oktober lalu yang dipicu oleh pengumuman kemenangan telak partai pro Jeenbekov dalam pemilihan parlemen.

Sebagai seorang mantan anggota parlemen dan pejabat senior, Japarov sebelumnya menjalani hukuman penjara karena perannya dalam penculikan seorang gubernur daerah sebagai bagian dari protes politik. Hukumannya telah dibatalkan.

Tidak seperti tetangganya, ketika Kyrgyzstan memperoleh kemerdekaan dari Uni Soviet pada 1991, negara itu mengadopsi sistem politik di mana parlemen dan kepresidenan memegang kekuasaan yang signifikan, memaksa para pemimpinnya untuk mencari dukungan dari elite yang lebih luas. (Antara/Ant)