Fasilitasi Diskusi Kritis, China Blokir Clubhouse Pengguna Mandarin

SvenSimon/picture alliance
Sumber :
  • dw

Eforia seputar aplikasi Clubhouse sebagai ruang diskusi bebas sensor di China meluap cepat. Hari Senin (8/2) malam, pemerintah di Beijing akhirnya memblokir aplikasi tersebut, dan sekaligus menutup celah kebebasan berekspresi yang sempat merebak untuk waktu singkat.

Clubhouse adalah sebuah aplikasi online yang menawarkan bincang audio di antara pengguna. Aplikasi ini sempat luput dari sensor China lantaran forum-forum diskusi bersifat tertutup, dan hanya bisa diakses lewat undangan.

Hasilnya Clubhouse dibanjiri warga, termasuk minoritas, yang ingin bertukar kabar di luar sensor pemerintah. Jurnalis DW, Melissa Chan, mengabarkan bahwa ribuan warga terlibat dalam diskusi yang kritis terkait kebijakan China.

"Saya berada di dalam sebuah forum di Clubhouse yang dibuka warga Taiwan, bersama 4.000 warga berbahasa Mandarin, termasuk Uighur dan etnis Han di China, yang berbicara tentang segala hal yang biasanya masuk dalam sensor pemerintah", tulisnya via Twitter.

Subversi dalam ruang demokratis

Isu-isu yang dibahas tergolong pelik: Kamp re-edukasi di Xinjiang, kemerdekaan Taiwan dan UU Keamanan Nasional Hong Kong. Tidak heran jika ruang bincang di Clubhouse juga disambangi sejumlah tokoh terkenal, seperti seniman China, Ai Weiwei, yang kini hidup di pengasingan.

"Setelah melihat banyak orang membahas isu-isu politik di sini dalam beberapa hari terakhir, saya langsung tahu Clubhouse akan diblokir, dan begitu pula kejadiannya,” tulis seorang pengguna Cina pada Senin (9/2), seperti dilansir Reuters.

Ruang diskusi kritis di Clubhouse sempat disambangi kaum nasionalis China sebelum diblokir. Mereka giat membantah tuduhan pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur, ujar Chan. "Seorang perempuan Uighur di luar negeri merespon. Suaranya bergetar,” kata dia.

Sejauh ini baik Clubhouse, atau otoritas siber China menolak berkomentar.

"Bagaimana kita bisa berbicara tentang reunifikasi jika kita tidak mau mendengar apa yang dikatakan kaum muda Taiwan dan Hong Kong, sementara mereka tidak bisa mendengar perspektif kita?” tukas seorang pengguna China dalam forum yang turut dihadiri warga Taiwan dan Hong Kong.

Sebagian netizen meratapi hilangnya ruang kebebasan berkeskpresi, sementara yang lain khawatir otoritas China akan mampu menyadap pembicaraan mereka. Menurut laporan mingguan Jerman, Der Spiegel, Clubhouse sudah menyepakati untuk tunduk pada regulasi China.

Jual beli kebebasan di toko online

"Saya sarankan semua orang untuk tidak menggunakan foto asli di profil, dan tidak menghubungkan akun di Clubhouse dengan Twitter,” tulis seorang pengguna. Peserta diskusi juga diminta merahasiakan alamat VPN (Jaringan Virtual Privat) yang digunakan untuk mengakses Clubhouse.

Saat ini beragam situs media sosial milik Amerika Serikat seperti Twitter atau Facebook hanya bisa diakses melalui VPN di China.

"Setelah Clubhouse diblokir, kita kembali ke semesta paralel di internet,” kata Yaqiu Wang, peneliti di organisasi HAM, Human Rights Watch, di situsnya.

Menurutnya, aplikasi itu sukses memaksa pengguna beretnis Han untuk menyimak pandangan yang berbeda. "Mereka benar-benar berusaha menempatkan diri dalam posisi lawan bicara. Sangat indah untuk melihat warga penutur Cina dari seluruh dunia saling berkomunikasi di ruang yang sama.”

Clubhouse sejatinya tidak bisa diunduh dari Apple Store di Cina, dan hanya bisa digunakan oleh pengguna Apple. Dalam beberapa pekan terakhir, warganet Cina ramai-ramai mengunduh aplikasi tersebut dengan menggunakan alamat di luar negeri, atau membeli undangan secara online.

Di platform bisnis digital terbesar Cina, Tabao, selusinan pedagang berusaha memanfaatkan lonjakan minat pada Clubhouse. Sebuah toko online misalnya menawarkan "kode undangan Clubhouse seharga USD 50 atau Rp 700.000, dan mengaku sudah menjual 200 undangan bulan lalu.

rzn/as (rtr,ap)