Oposisi Rusia Sebut Putin sebagai ‘Vladimir, Peracun Celana Dalam'
- dw
Pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny, dijatuhi hukuman penjara selama 3,5 tahun setelah pengadilan Moskow memutuskan dia bersalah karena tidak mematuhi persyaratan masa percobaannya atas kasus pencucian uang tahun 2014.
Namun, dalam sidang putusan Selasa (2/2), pengadilan juga memperhitungkan waktu yang telah dihabiskan Navalny dalam tahanan rumah, yang berarti bahwa kritikus Rusia itu hanya akan menghabiskan dua tahun delapan bulan di balik jeruji besi.
Sidang putusan terhadap Navalny yang digelar di pengadilan Moskow berlangsung menegangkan. Navalny menolak klaim bahwa dia melanggar pembebasan bersyarat dan mengecam proses tersebut sebagai upaya untuk membungkamnya.
Navalny mengatakan persidangannya bertujuan untuk membuat orang takut. Dia menyalahkan dakwaan terhadapnya pada Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Beginilah cara kerjanya - mereka memenjarakan satu orang, sebagai cara untuk mengintimidasi jutaan orang," kata Navalny.
Koresponden DW Emily Sherwin membagikan video polisi Rusia yang sedang menjaga ketat aksi protes di Moskow menyusul putusan pengadilan terhadap Navalny.
"Penangkapan pertama dilaporkan di Lapangan Manezhnaya - tempat tim Navalny mengumumkan protes spontan terhadap putusan hukuman penjara," tulisnya di Twitter.
Navalny klaim Presiden Putin melakukan upaya pembunuhan
Pemimpin oposisi Rusia tersebut menyebut Putin sebagai "Vladimir, peracun celana dalam" selama persidangan. Navalny mengatakan bahwa ‘‘regu pembunuh‘‘ yang dikerahkan oleh badan intelijen utama Rusia (FSB) menaruh racun zat saraf di celana dalamnya. Navalny jatuh sakit setelah naik pesawat di Siberia. Dia kemudian sempat dirawat di rumah sakit di Rusia dan akhirnya diterbangkan ke Jerman untuk perawatan.
"Kami telah membuktikan bahwa Putin melakukan percobaan pembunuhan ini," kata Navalny pada Selasa (2/2).
Namun, pemerintahan Putin membantah tuduhan upaya pembunuhan tersebut.
Navalny mendorong warga Rusia untuk melawan pemerintahan Putin, dengan mengatakan Kremlin telah mencuri aspirasi rakyat Rusia.
“Pelanggaran hukum dan kesewenang-wenangan terkadang merupakan esensi dari suatu sistem politik. Namun bahkan lebih mengerikan lagi ketika pelanggaran hukum dan kesewenang-wenangan ‘dibalut‘ dengan seragam jaksa dan jubah hakim. Sudah menjadi kewajiban setiap manusia untuk tidak menundukkan diri kepada orang-orang ini, " tambahnya.
Negara-negara Barat mengutuk penahanan Navalny
Menanggapi keputusan pengadilan, negara-negara Barat menyerukan pembebasan Navalny.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dia "sangat prihatin" dengan keputusan Rusia menghukum penjara Navalny dan mendesak Kremlin untuk membebaskannya "tanpa syarat dan segera."
Sekutu AS di Eropa juga mengecam langkah tersebut.
"Putusan hari ini terhadap Alexei Navalny merupakan pukulan pahit terhadap kebebasan fundamental dan supremasi hukum di Rusia," kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, seraya menambahkan bahwa Navalny harus segera dibebaskan.
"Keputusan menyimpang hari ini, menargetkan korban yang diracun daripada mereka yang seharusnya bertanggung jawab, menunjukkan Rusia gagal memenuhi komitmen paling dasar yang diharapkan dari setiap anggota yang bertanggung jawab dari komunitas internasional," kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab dalam sebuah pernyataan.
Raab mendesak otoritas Rusia untuk membebaskan tidak hanya Navalny, tetapi semua demonstran yang berunjuk rasa secara damai dan jurnalis yang ditangkap selama dua minggu terakhir.
Presiden Prancis Macron juga menyerukan "pembebasan segera" terhadap Navalny.
"Perselisihan politik tidak pernah menjadi kejahatan," kata Macron. "Penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan demokratis tidak bisa dinegosiasikan."
Ratusan demonstran ditangkap
Pasukan keamanan dikerahkan di luar gedung pengadilan. Polisi antihuru hara terlihat menangkap para pengunjuk rasa. Kelompok pemantau OVD-Info melaporkan ratusan orang ditahan.
Di luar stasiun metro yang letaknya dekat dengan pengadilan, telah diparkir sejumlah besar mini van polisi untuk menunggu tahanan baru dan petugas polisi secara acak mencari orang-orang yang keluar dari metro.
Koresponden DW Emily Sherwin mengatakan demonstran yang ditangkap berunjuk rasa dalam keadaan damai.
Kasus apa yang menjerat Navalny?
Navalny ditangkap setibanya di Rusia pada 17 Januari saat ia kembali dari Jerman, usai menjalani perawatan akibat percobaan pembunuhan terhadapnya dengan racun agen saraf militer Novichok. Ada konsensus internasional bahwa pasukan keamanan Rusia berada di balik peracunan itu, meskipun Kremlin dengan keras membantah tuduhan tersebut.
Pada tahun 2014, Alexei Navalny dan saudaranya dijatuhi hukuman atas kasus penipuan dan pencucian uang terkait hubungan mereka dengan perusahaan Prancis yang merupakan anak perusahaan Rusia. Navalny mengecam hukuman itu karena dinilai bermotif politik. Pada 2017, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa mengatakan bahwa persidangan tidak adil dan menggambarkan putusan itu sewenang-wenang dan tidak masuk akal.
Pengacara Navalny berpendapat bahwa dia tidak dapat berkoordinasi langsung ke otoritas Rusia seperti yang ditentukan, karena sedang dalam masa pemulihan di Jerman. Navalny juga mengatakan haknya atas proses hukum telah dilanggar secara berat dan bahwa penangkapannya adalah ‘‘parodi keadilan‘‘.
Dia sudah menjalani hukuman 30 hari sehubungan dengan kasus yang sama.
Juru bicara pemerintah Dmitry Peskov mengatakan dia berharap "omong kosong" itu tidak akan memengaruhi hubungan Rusia dengan Uni Eropa, yang mengkritik tajam perlakuan Moskow terhadap Navalny. Dia mengatakan Rusia tidak ingin ‘‘diceramahi‘‘ oleh kepala urusan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell ketika dia mengunjungi Moskow pekan ini.
Protes massal menyerukan pembebasan Navalny
Sebelumnya, lebih dari 5.750 orang telah ditangkap selama dua pekan terakhir. Puluhan ribu orang berunjuk rasa memprotes penahanan terhadap Navalny. Kebanyakan dari mereka dibebaskan, tetapi diberikan denda dan hukuman penjara singkat.
Polisi sejak itu menargetkan rekan dan para pendukung Navalny. Saudara laki-laki Navalny dan beberapa lainnya ditetapkan harus menjalani tahanan rumah karena dianggap melanggar aturan pembatasan terkait pencegahan penyebaran virus corona.
pkp/gtp (AFP, AP, Reuters)