Facebook Blokir Akun TV Militer Myanmar usai Kudeta
- ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj
VIVA – Facebook menyatakan telah menghapus halaman terkait dengan jaringan TV milik militer Myanmar pada Selasa 2 Februari 2021 usai kudeta pimpinan militer terhadap pemerintahan sah yang dipimpin Aung San Suu Kyi pada Senin kemarin.
Dilansir dari Channel News Asia, pada Rabu 3 Februari 2021, menjelaskan penyidik Hak Asasi Manusia atau PBB telah menyatakan bahwa pidato kebencian yang berada di Facebook telah memainkan peran dalam kekerasan di Myanmar.
Langkah Facebook tersebut dilakukan pada Myanmar saat ini karena dalam kondisi darurat dan dilakukan untuk melindungi masyarakat. Facebook juga menghapus konten memuji atau mendukung kudeta yang dilakukan militer Myanmar.
Adapun, separuh dari 53 juta penduduk Myanmar kini menggunakan Facebook, hal itu usai berkembangnya internet di negara tersebut.
Sementara, pada Selasa kemarin militer Myanmar memperingatkan masyarakat agar tak memposting berita rumor di media sosial yang dapat memicu kerusuhan dan menyebabkan ketidakstabilan.
Sebeb, sebelumnya lebih dari 730 ribu muslim Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine Myanmar pada Agustus 2017, setelah tindakan keras militer yang menurut para pengungsi masuk sebagai tindakan pembunuhan massal dan pemerkosaan.
Bahkan, kelompok HAM mendokumentasikan pembunuhan warga sipil dan pembakaran desa oleh pihak militer Myanmar. Sedangkan, otoritas Myanmar membantah dengan menyatakan pihaknya sedang memerangi pemberontakan dan membantah melakukan kekejaman sistematis.
Seperti diketahui, militer Myanmar pada Senin menyerahkan kekuasaan kepada panglima militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing, lalu menahan pemimpin terpilih dan peraih Nobel Aung San Suu Kyi, dengan mengatakan telah terjadi penipuan pemilu.
Kemudian, seorang juru bicara Facebook mengatakan langkah memblokir link TV Militer Myanmar dilakukan untuk menghapus informasi salah yang dapat berisiko kekerasan atau kerusakan fisik, atau mendelegitimasi hasil Pemilihan Umum November 2020.
"Kami memantau dengan cermat peristiwa politik di Myanmar yang terjadi dan mengambil langkah tambahan untuk menghentikan misinformasi dan konten yang dapat memicu ketegangan lebih lanjut saat ini," kata Direktur Kebijakan Publik Facebook untuk Asia Tenggara, Rafael Frankel dalam sebuah pernyataan.
Rafael mengatakan mereka menggunakan kecerdasan buatan untuk membatasi jangkauan konten dan komentar yang kemungkinan melanggar aturan tentang ujaran kebencian atau hasutan kekerasan, sampai keputusan dibuat.