Heboh Meteor Miliaran Rupiah Temuan Pembuat Peti Mati di Tapanuli
- bbc
Batu meteor temuannya disebut-sebut bernilai US$1,8 juta atau hampir Rp26 miliar yang menjadikan Josua sebagai miliuner mendadak. Jika dia tidak menerima uang sebesar itu, warganet berspekulasi bahwa dia mungkin sudah ditipu.
Kenyataannya, tidak ada batu meteor yang bernilai puluhan miliar rupiah serta tidak ada yang ditipu.
Bermula dari bongkahan batu menimpa atap rumah
Kejadian bermula pada Sabtu, 1 Agustus 2020. Saat itu, Josua sedang bekerja membuat peti mati di kediamannya yang terletak di Desa Setahi Nauli, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Tiba-tiba Josua mendengar suara gemuruh yang cukup kuat dari atas langit. Tidak berselang lama, terdengar suara dentuman yang sangat keras dari atap rumah.
"Saya terkejut dengar suara dentuman itu, lalu saya periksa ternyata ada bongkahan batu besar yang jatuh menimpa atap rumah saya hingga bocor," kata Josua yang saat itu belum tahu bahwa bongkahan batu tersebut adalah batu meteor.
Josua menyatakan batu yang jatuh tersebut tertanam hingga sedalam 15 centimeter.
"Saat saya angkat, benda itu masih terasa hangat. Saat itulah saya berpikir bahwa benda yang saya angkat tersebut batu meteor yang jatuh dari langit, sebab tidak mungkin ada orang yang melempar batu sebesar itu ke atap rumah," ujar Josua.
Senang dengan penemuan batu meteor tersebut, dia langsung mengunggah foto temuannya itu ke akun Facebook-nya. Sontak saja, unggahan tersebut mendapat respons dari warganet hingga viral dan diliput banyak media.
Meteorit pada dasarnya adalah batu purba yang berada di luar angkasa dan—secara kebetulan mendarat di Bumi.
Tak heran, ada keingintahuan ilmiah yang besar pada meteorit. Berbagai pertanyaan mengemuka, mulai dari dari mana asalnya, terbuat dari apa, dan informasi macam apa yang bisa diketahui mengenai alam semesta.
Minat para ilmuwan dan pengoleksi meteorit muncul untuk memilikinya, tak terkecuali meteorit yang mendarat di rumah Josua. Namun, pada Agustus lalu, perjalanan internasional ke Indonesia masih sangat sulit akibat pandemi Covid-19.
Ketika itulah sejumlah calon pembeli dari AS menghubungi Jared Collins, seorang warga AS yang juga menggemari meteorit dan tinggal di Bali.
Jared dimintai bantuan untuk memeriksa keaslian meteorit milik Josua Hutagalung di Tapanuli Tengah.
Jared juga diminta melindungi meteorit tersebut dari kemungkinan kerusakan dan kontaminasi yang mungkin terjadi akibat penanganan meteorit yang tidak tepat, serta menyampaikannya dengan aman kepada koleganya di AS.
"Bukan main gembiranya mendapat kesempatan itu, memegang sesuatu yang asli, benda yang tersisa dari tahap awal penciptaan tata surya kita," kata Jared kepada BBC.
"Seketika saya melihat bagian dalamnya yang hitam, dan bagian luarnya yang berwarna cokelat muda dan bopeng, muncul ketika melaju menembus atmosfer.
"Ada pula bau yang sangat unik, sulit bagi saya menjelaskannya dalam kata-kata."
Begitu orang di AS sepakat dengan harga yang ditawarkan Josua, meteorit itu dijual. Jared berperan sebagai perantara.
Baik Josua maupun Jared menekankan bahwa harga yang disepakati dicapai secara adil dan tidak ada yang dirugikan. Akan tetapi, nilai nominalnya sama sekali tidak mendekati angka yang disebut-sebut dalam tajuk utama sejumlah media.
`Tertawa melihat angka tersebut`
Lantas dari mana angka US$1,8 juta atau hampir Rp26 miliar? Rupanya angka itu muncul dari penjual di situs jual-beli daring dan metode penghitungan amatiran.
Selain dari batu meteor sekitar dua kilogram yang dimiliki Josua, ada beberapa pecahan yang ditemukan dekat rumah Josua. Pecahan-pecahan itulah yang dijual dan dua di antaranya muncul di situs eBay.
Harga yang dirilis adalah US$285 untuk 0,3 gram dan US$29.120 untuk 33,68 gram. Itu artinya, US$860 per gram.
Kalikan dengan bongkahan batu yang dimiliki Josua, muncullah angka US$1,8 juta.
"Ketika saya membaca angka tersebut, saya tertawa," kata Laurence Garvie, profesor riset di Fakultas Eksplorasi Bumi dan Luar Angkasa, Arizona State University, kepada BBC.
Garvie adalah seorang pakar di bidang bebatuan dari luar angkasa dan mampu memeriksa bagian dari meteorit yang jatuh di Sumatera Utara. Dia kemudian membuat penggolongan resmi terhadap batu itu.
"Saya sudah sering melihat cerita semacam ini sebelumnya. Seseorang menemukan meteorit, mencarinya di eBay, dan berpikir batu itu bernilai jutaan karena mereka melihat pecahan kecil dijual dengan harga mahal," kata Garvie.
`Bola lumpur luar angkasa`
Tapi, bukan begitu cara menaksir harga meteorit.
"Orang-orang terpukau ketika memiliki sesuatu yang berumur lebih tua dari Bumi, sesuatu dari luar angkasa. Jadi akan ada orang yang bersedia membayar beberapa ratus atau ribu dolar untuk yang berukuran kecil. Namun, tidak ada yang mau membayar jutaan untuk bongkahan besar," paparnya.
Kenyataannya, harga meteorit biasanya menurun seiring dengan semakin besarnya ukuran meteorit.
Garvie ragu ada yang mau membeli batu dengan harga yang ditawarkan di eBay. Sejumlah pakar mengira batu itu mungkin akan laku setengah dari harga yang ditawarkan.
Lantas, jika harga pasar untuk meteorit hampir mustahil untuk dipastikan, berapa nilai batu meteor dari Sumatera Utara?
Garvie mengatakan 70%-80% komposisi batu meteor adalah tanah liat sehingga meteorit pada dasarnya "bola lumpur luar angkasa".
"Batu itu didominasi secuil besi, oksigen, magnesium, aluminium, dan kalsium. Mungkin nilainya satu dolar, dua jika saya murah hati."
Garvie memperkirakan meteorit yang jatuh di Sumatera Utara berukuran selebar satu meter saat memasuki atmosfer Bumi. Ketika menembus atmosfer, hanya ada beberapa bongkah yang mendarat—salah satunya yang menjebol atap rumah Josua Hutagalung.
Bebatuan penyusun kehidupan awal
Satu hal yang pasti mengenai meteorit adalah nilai ilmiah temuan tersebut.
Meteorit yang ditemukan di Sumatera Utara adalah kondrit karbon, "sisa-sisa sistem tata surya yang menyediakan jendela waktu bagi kita untuk melihat kejadian-kejadian yang berlangsung sebelum pembentukan planet," kata Jason Scott Herrin, dari Observatorium Singapura kepada BBC.
Karena mengandung bahan organik dan menabrak Bumi sejak awal pembentukan planet, meteorit tersebut "mungkin membawa unsur-unsur penyusun kehidupan awal", jelasnya.
"[Kondrit karbon] mengandung asam amino luar angkasa tertinggi dari kelompok meteorit apapun, sehingga secara umum disebut sebagai input dalam hipotesis kehidupan awal."
Intinya, batuan seperti yang ditemukan Josua bisa memberikan petunjuk kepada para ilmuwan mengenai kehidupan mula-mula di Bumi.
Temuan ilmiah itu mungkin tidak bernilai puluhan miliar rupiah, tapi merupakan jawaban mengapa sejumlah orang begitu tertarik pada meteorit.