Pilpres AS: Trump Akui Kemenangan Biden tapi Menolak Menyerah
- bbc
Donald Trump berkeras dia tidak akan mengakui hasil pemilu AS, meskipun tampaknya—untuk kali pertama—mengakui bahwa pesaingnya, Joe Biden, memenangi pemilu.
"Dia menang karena pemilu dicurangi," tulis kandidat petahana tersebut di Twitter, mengulangi klaim pemilu curang— tanpa menyebut bukti.
Kira-kira satu jam kemudian, dia mengatakan dia tidak mengakui hasil pemungutan suara pada 3 November.
Dia telah mengajukan banyak gugatan hukum di sejumlah negara bagian, tetapi belum memberikan bukti apa pun untuk mendukung klaimnya.
Semua gugatan hukumnya tak berhasil, sejauh ini.
Pada Jumat (13/11), pejabat pemilu mengatakan bahwa pemungutan suara adalah "paling aman dalam sejarah Amerika" dan "tidak ada bukti bahwa sistem pemungutan suara menghapus atau menghilangkan suara, mengubah suara, atau dengan cara apa pun yang dikompromikan".
Sementara itu, Biden tetap menjadi presiden terpilih.
Partai Demokrat meraup 306 suara pada electoral college - sistem yang digunakan AS untuk memilih presidennya - yang jauh melebihi ambang batas 270 untuk menang.
Penghitungan ulang atau gugatan hukum apa pun, kemungkinan tidak akan membatalkan hasil keseluruhan.
Kemenangan Biden dalam pemilihan umum juga telah melampaui perolehan lima juta suara.
Namun demikian, Trump menolak untuk mengakui kemenangan Biden sampai sekarang.
Dalam konferensi pers Jumat (13/11), Trump mengatakan "siapa yang tahu" pemerintahan yang akan berkuasa di masa mendatang.
Penolakannya untuk menyerah telah meningkatkan kekhawatiran tentang kemampuan pemerintah AS ke depan untuk mengatasi tingkat infeksi Covid-19 yang meningkat.
Apakah Trump akhirnya akan menyerah?
Analysis oleh Will Grant, BBC News, Washington DC
Sejumlah pendukung Biden menganggap komentar Trump tersebut sebagai bentuk pengakuan kekalahan, meski jauh dari kata wajar.
"Dia menang", adalah awal tulisan Trump di unggahan Twitternya, sebelum membahas tentang tuduhan penipuan pemilu yang tidak berdasar.
Biden menang, lanjut Trump, karena "tidak ada pengamat pemilu yang diizinkan [mengamati]", mengulangi klaimnya tentang konspirasi yang dipimpin oleh gerakan sayap kiri dan media. Namun di saat yang sama, tidak pernah menunjukkan bukti.
Memang, dalam beberapa jam, dia membantah komentar "Dia menang" dengan cuitan lain, yang berbunyi: "Dia hanya menang di mata media berita palsu, saya tidak mengakui apa pun."
Intinya, hanya sampai sejauh itu kemungkinan Presiden Trump akan melangkah. Bahkan jika dia akhirnya mengakui bahwa dia tidak akan menjadi presiden mulai 20 Januari, dia mungkin tidak akan pernah melepaskan klaimnya yang tidak berdasar bahwa dia kalah dalam pemungutan suara yang curang.
Twitter menambahkan peringatan pada tuduhan terbaru Trump tentang pemilu pada hari Minggu (15/11), dengan mengatakan: "Klaim penipuan pemilu ini masih diperdebatkan."
Tim kampanye Trump telah mengajukan serangkaian gugatan hukum yang mengatakan para pengamat pemilu dari Partai Republik ditolak aksesnya untuk mengamati penghitungan surat suara di negara-negara bagian yang menjadi medan pertempuran utama.
Pejabat pemilu membantah hal ini dan berkukuh bahwa mereka menaati peraturan.
Kebanyakan dari gugatan hukum itu diberhentikan karena kurangnya bukti.
Meski begitu, ribuan pendukung Trump melakukan aksi di Washington DC pada Sabtu (14/11) untuk mendukung bandingnya.
Para demonstran yang membawa bendera bergabung dengan anggota kelompok sayap kanan termasuk Proud Boys, beberapa mengenakan helm dan rompi anti peluru.
Demonstrasi itu sebagian besar berlangsung damai. Namun ada sejumlah kericuhan terjadi di malam hari, ketika terjadi bentrok antara pendukung Trump dan kontra-pengunjuk rasa.
Para pejabat mengatakan 20 orang telah ditangkap atas berbagai tuduhan, termasuk penyerangan dan kepemilikan senjata. Satu insiden penusukan dilaporkan. Dua petugas polisi juga terluka.
Penolakan Trump untuk menyerah telah menghambat proses transisi menuju pemerintahan baru, menjelang pelantikan 20 Januari mendatang.
Administrasi Layanan Umum (GSA), badan pemerintah yang ditugaskan untuk memulai proses transisi, belum mengakui Biden dan pasangannya, Kamala Harris, sebagai pemenang.
Tim Biden belum diberi akses ke rapat keamanan rahasia, agen federal, dan dana yang diperlukan untuk memastikan transisi kekuasaan yang lancar.
Berbicara kepada NBC pada Minggu (15/11), kepala staf Biden, Ron Klain, menyebut peningkatan kasus dan kematian saat ini merupakan situasi yang serius sehingga peralihan kekuasaan harus segera dimulai.
Dia mengatakan proses transisi harus dimulai pekan ini untuk memungkinkan negara itu fokus menangani pandemi virus corona.
AS sedang bergulat dengan angka infeksi Covid-19 terburuk sejak pandemi dimulai, dengan lebih dari 180.000 kasus baru dan 1.400 kematian pada Jumat (13/11).
Negara ini juga memiliki jumlah infeksi dan kematian tertinggi di dunia, dengan lebih dari 10,9 juta kasus sejak pandemi dimulai.
"Joe Biden akan menjadi presiden Amerika Serikat di tengah krisis yang sedang berlangsung," kata Klain. "Itu harus menjadi transisi yang mulus."
Pernyataan itu juga digaungkan oleh Kepala Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional, Anthony Fauci.
Dikatakannya, akan lebih baik bagi kesehatan masyarakat jika transisi dimulai secepatnya.
Klain juga menepis komentar terbaru Trump di media sosial.
"Unggahan Twitter Donald Trump tidak menjadikan Joe Biden presiden atau bukan presiden", katanya.
"Warga Amerika yang melakukan itu."