2 Pekan Tanpa Kasus COVID-19, Warga Indonesia di Melbourne Kian Pede
- abc
Setelah menjalani lockdown terlama di dunia, negara bagian Victoria, Australia, berhasil mencatatkan rekor 14 hari tanpa kasus baru atau kematian terkait COVID-19 pada hari Jumat (13/11).
Menteri Utama Victoria, Premier Daniel Andrews menjelaskan pihaknya melakukan 12.001 tes COVID-19 kemarin dan hasilnya semuanya negatif.
Saat ini tinggal tiga kasus dari sebelumnya yang masih dalam perawatan dan satu kasus misterius yang terus dipantau pihak terkait.
"Begitu mengalami gejala, meskipun gejalanya sangat ringan, maka sangat perlu dan sangat berguna untuk segera melakukan tes," kata Daniel Andrews.
Pembukaan kembali Melbourne disambut oleh Henry Theos warga Melborune asal Makassar yang sudah melakukan "booking" akomodasi di kawasan Healesville dan Mornington, Victoria, Australia beberapa minggu lalu.
Kegiatan berlibur tersebut ia lakukan bersama dua keluarga lainnya setelah sekitar tujuh bulan mereka menjalani "lockdown" di rumah.
"Sedikit unreal karena sudah biasa di rumah sejak bulan tiga, keluar juga paling hanya belanja," kata Henry kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.
"Tapi semenjak bulan Juli tidak bisa menjenguk teman itu yang berat, seperti di-cut off [hubungan terputus] dari orang lain. Kalau pun kembali lockdown, asal bisa jenguk teman itu membantu sekali."
Sejak 9 November lalu, beberapa aturan "lockdown" di Melbourne telah diangkat, salah satunya keharusan untuk bepergian di dalam radius 25 kilometer dari rumah telah dicabut.
Namun, bagi Henry dan teman-temannya yang akan bepergian hingga 52 kilometer untuk merayakan Natal tersebut, aturan ini bukanlah yang terberat untuk diikuti.
"Sebenarnya radius bukan masalah terbesar ... paling sakit itu ketika tidak bisa jenguk teman. Dua sampai tiga keluarga berkumpul itu sudah lumayan sebenarnya dan sudah cukup untuk bersosialisasi."
"Percaya diri" asal ikuti aturan
Dyah Bazerghi, warga Indonesia yang berbasis di kawasan Taylor Lakes, Victoria mengatakan ia merasa Melbourne "sudah jauh lebih normal" dalam beberapa hari terakhir.
"Saya sempat pergi ke pusat kota, sudah mulai merasakan kembali kemacetan," ujarnya.
Dyah yang juga pemilik dari Day Dreaming Australia Tour mengaku jika sudah mendapat sejumlah pertanyaan soal perjalanan wisata ke sejumlah kawasan regional di Victoria, meski masih sebatas dari warga Indonesia setempat.
"Kita masih melakukan persiapan untuk memastikan tamu-tamu mengikuti aturan kesehatan, seperti kapasitas di dalam mobil dan menjaga jarak antar penumpang, serta memasang pembatas antara sopir dengan penumpang," jelasnya.
Rencananya Dyah akan memulai kembali perjalanan tur ke kawasan Gippsland pada akhir bulan mendatang.
"Selama kita mengikuti aturan, saya confident [percaya diri] saja, tak begitu khawatir, asal protokol kesehatan tetap diperhatikan," tuturnya.
Pelaku bisnis tur lainnya di Melbourne yang juga berasal Indonesia adalah Doddy Purwoko.
Selama ini Doddy mengaku banyak menangani turis-turis internasional di Melbourne.
Tapi sejak bulan Agustus, Doddy harus banting setir melakukan bisnis lain, karena usaha pariwisata yang dia kelola belum bergerak lagi sampai perbatasan internasional Australia dibuka.
"Bisnis wisata masih mati. Kami terpaksa beralih ke bisnis lainnya untuk sementara waktu," kata Doddy.
Menurutnya, wisata internasional baru akan hidup lagi bila sudah ada vaksin yang ditemukan.
"Tanpa adanya turis internasional kita tidak bisa bertahan," ujarnya.
"Turis lokal ada tapi cuma satu dua saja, karena mereka mau menyetir sendiri, jadi mereka tidak perlu ikut tur," kata Doddy lagi.
Sementara menunggu keadaan pulih kembali, Doddy mengatakan bisnis yang dilakukannya adalah membeli dan menjual barang-barang dari Australia ke Indonesia dan sebaliknya.
"Dari Australia kami jualan vitamin, snacks, coklat, iPhone 12, sepeda dan barang lainnya, sementara dari Indonesia kami jualan masker dan face shield," katanya.
Warga mulai piknik dan saling bertemu
Meski kegiatan tur belum pulih, namun aktivitas wisata di kalangan warga Melbourne sudah mulai dilakukan, termasuk piknik dan bertemu kembali setelah sekian lama menjalani lockdown.
Tempat-tempat umum yang terbuka seperti taman dan pantai sudah mulai ramai didatangi warga dengan kelompok-kelompok sebanyak maksimal 10 orang.
Depkes Victoria memberlakukan ketentuan bagi warga yang melakukan aktivitas luar ruangan seperti berwisata dan piknik, termasuk harus menghindari jabat tangan, berpelukan atau cipika-cipiki.
Meskipun kini sudah tidak diperlukan alasan khusus untuk bisa keluar rumah, namun penggunaan masker tetap diwajibkan.
Protokol yang ditetapkan Depkes Victoria untuk kegiata wisata dan piknik juga menyebutkan agar jangan membagi botol minuman, gelas, peralatan makan, kecuali dengan orang yang serumah.
"Bila makan-makan bersama, upayakan agar masing-masing keluarga membawa makanan, minuman, gelas dan peralatan makan sendiri demi membatasi potensi penyebaran virus," demikian peringatan Depkes Victoria.
Imbauan agar perbatasan antara negara bagian dibuka kembali
Sementara itu pakar penyakit menular pada Peter Doherty Institute Profesor Sharon Lewin berpendapat perbatasan antar negara bagian di Australia sudah saatnya untuk dibuka kembali.
"Karena sekarang sudah tak ada lagi penularan virus corona dalam komunitas di New South Wales selama lima hari dan di Victoria selama 14 hari, maka perbatasan kedua negara bagian sudah perlu dibuka kembali," kata Profesor Sharon
Menurut rencana, langkah pembukaan perbatasan akan dilakukan mulai tanggal 23 November mendatang.
Sementara pejabat tertinggi bidang medis di negara bagian Queensland Jeannette Young mengatakan pihaknya berharap bisa membuka kembali wilayahnya bagi warga Victoria pada awal Desember.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dengan laporan Natasya Salim, Sastra Wijaya, dan Erwin Renaldi.