Kekerasan di Gaza Meletup Menyusul Perdamaian Israel-UEA-Bahrain

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

 

Reuters
Satu roket menghantam sebuah toko di kota pesisir Israel Ashdod, melukai dua pria.

 

Kekerasan di jalur Gaza antara militan Palestina dan Israel kembali meletup, setelah Israel dan dua negara Teluk Arab menandatangani perjanjian untuk menormalkan hubungan mereka.

Militan Palestina menembakkan dua roket ke arah Israel pada Selasa malam. Satu roket menghantam kota pesisir Ashdod, melukai dua pria.

Rentetan 13 roket lainnya diluncurkan sebelum fajar pada hari Rabu.

Sebagai pembalasan, militer Israel mengebom lokasi di Gaza yang disebut-sebut milik kelompok Palestina Hamas.

 

 

"Saya tidak terkejut bahwa teroris Palestina menembaki Israel tepat pada peristiwa bersejarah ini," kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kepada wartawan sebelum meninggalkan Washington.

"Mereka ingin memutarbalikkan perdamaian. Dalam hal itu, mereka tidak akan berhasil," tambahnya.

"Kami akan menyerang semua orang yang mengangkat tangan untuk menyakiti kami, dan kami akan menjangkau semua orang yang mengulurkan tangan perdamaian kepada kami."

 

Reuters
Tentara Israel mengatakan mereka menghantam target Hamas di Gaza, sebagai balasan atas roket.

 

Hamas, yang menguasai Gaza, memperingatkan Israel bahwa mereka akan "membayar untuk setiap agresi terhadap rakyat kami atau markas perlawanan dan tanggapannya akan langsung".

"Kami akan meningkatkan dan memperluas tanggapan kami sejauh pendudukan [Israel] terus melakukan agresinya," imbuhnya.

Gejolak dimulai ketika Netanyahu dan para menteri luar negeri Uni Emirat Arab dan Bahrain berada di halaman Gedung Putih, menandatangani perjanjian bersejarah yang ditenggarai oleh Presiden AS Donald Trump.

Trump mengatakan kesepakatan itu akan "berfungsi sebagai dasar untuk perdamaian yang komprehensif di seluruh wilayah".

"Setelah puluhan tahun perpecahan dan konflik, kami menandai awal Timur Tengah yang baru," ujarnya.

Namun langkah tersebut telah membuat marah warga Palestina, yang menuduh negara-negara Arab mengingkari janji untuk tidak menjalin hubungan dengan Israel sampai status kenegaraan Palestina tercapai.

Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas memperingatkan bahwa "perdamaian, keamanan dan stabilitas tidak akan tercapai di kawasan itu sampai pendudukan Israel berakhir".

Sebelum UEA dan Bahrain, satu-satunya negara Arab lain di Timur Tengah yang mengakui Israel secara resmi adalah Mesir dan Yordania, yang masing-masing menandatangani perjanjian perdamaian pada tahun 1978 dan 1994.