Menlu AS Gagal Bujuk Bahrain dan Sudan Berdamai dengan Israel
- dw
Mike Pompeo tiba di Oman, Kamis (27/08), dan dijadwalkan bertemu Sultan Haitham bin Tariq al-Said. Penguasa berusia 64 tahun itu naik takhta Januari silam, setelah sepupunya, Qaboos bin Said, meninggal dunia.
Kepadanya, Pompeo berharap bisa membuat kemajuan pertama dalam lawatan lima hari ke Timur Tengah. Sebelumnya Pompeo juga melawat ke Bahrain, tanpa bisa membuahkan komitmen politik terhadap Israel.
Di ibu kota Manama dia bertemu dengan Raja HamadbinIsaAl-Khalifa. Sosok yang tahun lalu merayakan dua dekade kekuasaannya itu menolak bujukan Pompeo untuk membuka hubungan dengan Israel.
Raja Hamad mengatakan negaranya tetap berkomitmen pada Insiatif Damai Arab yang menuntut penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah Palestina setelah 1967, sebagai syarat perdamaian dan normalisasi hubungan diplomasi.
"Raja menegaskan pentingnya menggiatkan upaya mengakhiri konflik Israel-Palestina sesuai solusi dua negara, menuju pembentukan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” lapor kantor berita pemerintah, Bahrain News Agency.
Iran sebagai motivasi damai
Lewat Twitter, Pompeo mengatakan bahwa pembicaraannya dengan monarki Bahrain adalah seputar "pentingnya membangun perdamaian dan stabilitas regional,” serta "menghadang pengaruh jahat Iran.”
Bahrain yang mulai berhubungan dengan Israel sejak dekade 1990-an, termasuk negara pertama yang menyambut perjanjian damai Uni Emirat Arab dan Israel dan diyakini akan menjadi negara Teluk pertama yang mengikuti jejak emirat di Abu Dhabi.
AS berusaha menggunakan ancaman Iran sebagai dalih agar negara Arab mau bersekutu dengan Israel, karena negara-negara seperti UAE, Arab Saudi dan Kuwait, Bahrain mengkhawatirkan pengaruh jiran di sebrang Teluk Persia itu.
Iran yang dituduh melancarkan perang proksi di Irak, Suriah, Lebanon dan Yaman, sedang menantikan pencabutan embargo senjata pada Oktober mendatang, sesuai Perjanjian Nuklir 2015. Awal pekan ini, Presiden Hassan Rouhani menawarkan dialog dengan AS, menyusul upaya diplomasi Washington untuk mengembalikan semua jenis sanksi terhadap Teheran.
Konflik Israel dan Uni Emirat Arab
Perkembangan tersebut diyakini ikut menjadi alasan bagi UAE untuk bersekutu dengan Israel, terutama di sektor keamanan. Namun dalam hal ini, Pompeo juga menghadapi kerikil diplomasi, menyusul sikap enggan Israel dalam berbagi teknologi.
Seusai ratifikasi perjanjian, UAE melobi AS untuk menjual jet tempur generasi teranyar, F-35, untuk menggandakan jumlah armada udaranya. Penguasa di Abu Dhabi melihat pengadaan alutsista dari AS sebagai prioritas utama dan meyakini kesepakatan dengan Israel turut menjamin lampu hijau dari Washington.
Namun rencana tersebut ditolak Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Menurutnya perjanjian damai kedua negara tidak mencakup penjualan senjata. Kepada anggota kabinetnya, Netanyahu bahkan berjanji akan membawa isu tersebut ke kongres.
Israel merujuk pada perjanjian lama dengan AS, di mana Washington menjamin kedigdayaan militer Israel di Timur Tengah. Artinya AS hanya bisa menjual perlengkapan perang terbaru kepada pemerintah di Yerusalem. Buntutnya, Uni Emirat Arab membatalkan pertemuan tripartit dengan AS dan Israel yang sedianya digelar Jumat (21/08), pekan lalu.
Meski demikian, Juru Bicara Kemenlu AS, Morgan Ortagus, mengatakan pembicaraan antara ketiga negara sejauh ini berlangsung "sangat positif,” kata dia kepada Kantor Berita UAE, WAM.
"Menyangkut F-35 atau perlengkapan dan infrastruktur militer lainnya, kerjasama keamanan dan militer antara UEA dan AS sangat kokoh,” imbuhnya. "Ini bukan kali pertama AS menjual pesawat militer seperti F-16 atau yang lain kepada UEA.”
Pompeo dikabarkan berada di Uni Emirat Arab hanya selama dua jam, sebelum terbang ke Manama.
Ditolak pemerintahan transisi Sudan
Sudan termasuk negara lain yang mengirimkan isyarat positif terhadap normalisasi hubungan dengan Israel. Namun ibu kota Sudan, yakni Khartoum, saat ini sedang berada di tengah transisi politik usai kudeta terhadap Omar al-Bashir dan kelimpungan menghadapi kemunduran ekonomi sebagai buntut sanksi jangka panjang AS.
Pompeo berjanji akan mencabut embargo tersebut. Mengeluarkan Sudan dari "daftar negara yang mensponsori terorisme,” merupakan prioritas Kemenlu AS, kata dia. Status tersebut disematkan kepada Omar al-Bashir yang diturunkan 2019 lalu.
Sudan saat ini dipimpin Perdana Menteri Abdallah Hamdok dan baru akan menggelar pemilihan umum demokratis pada 2022 mendatang. Atas keadaan inilah, Hamdok menilai pemerintahannya "tidak memiliki mandat” untuk membuat keputusan sebesar itu.
Selain itu Hamdok juga meminta AS agar tidak mengaitkan "proses pemindahan Sudan dari daftar negara sponsor terorimse dengan isu normalisasi hubungan dengan Israel,” tutur Jurubicara Perdana Menteri, Faisal Saleh.
Secara teknis, Israel saat ini masih berperang dengan Sudan.
rzn/ae (afp, rtr, ap)