Luapan Emosi Korban Teror Masjid Christchurch: Kami Pemenang
- republika
REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH – Para korban dan keluarga berbicara pada hari kedua, Selasa (25/8), dalam sidang hukuman untuk teroris penyerang Masjid Al Noor, Christchurch, New Zealand, Brenton Tarrant (29 tahun).
"Anda adalah pecundang, dan kami adalah pemenang," kata salah seorang yang selamat kepada penyerang masjid Christchurch, dilansir dari laman Independent, Rabu (26/8).
Mirwais Waziri termasuk di antara yang selamat, dan para anggota keluarga berbicara pada hari kedua dari sidang hukuman empat hari untuk Tarrant. Teroris tersebut merupakan seorang supremasi kulit putih yang membunuh 51 jemaah selama serangan teror pada Maret 2019.
Waziri mengatakan, pembunuhnya tidak menunjukkan penyesalan, dan dia ingin menyampaikan pesan daripada pernyataan dampak korban. Penduduk asli Afghanistan itu mengatakan, dia terkadang dikaitkan dengan terorisme, tetapi sekarang dia mengaku terbebas dari tuduhan itu. "Anda mengambil nama itu dari saya. Hari ini, kamu adalah teroris," kata Waziri disambut tepuk tangan.
Adapun Tarrant mengaku bersalah atas pembunuhan, percobaan pembunuhan, dan terorisme pada Maret. Dia bisa menjadi orang pertama di Selandia Baru yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.
Pada hari kedua hukumannya, dia sesekali menyeringai pada para korban, dan keluarga ketika mereka mengejeknya. Seseorang mengatakan kepadanya untuk menggunakan cadangan waktu luangnya yang besar untuk membaca Alquran. Sementara yang lain mengatakan dia masih hidup, karena Tarrant mengenakan tembakan yang buruk di luar jangkauan jarak dekat.
Kerabat dan penyintas juga menggambarkan keadaan dalam lebih dari setahun setelah serangan. Mereka masih mengalami kesulitan tidur, menikmati hidup dan menafkahi keluarga mereka.
Rashid Omar, putranya yang berusia 24 tahun, Tariq, terbunuh di masjid Al Noor. Dia berharap pada saat itu putranya selamat, namun sayangnya tidak demikian.
"Tubuh saya terasa sangat lemah dan semuanya menjadi sunyi. Sebagai orang tua, berapa pun usia anak-anak Anda, mereka akan selalu menjadi bayi Anda," kata dia.
Omar mengungkapkan, setiap hari yang dilewati menjadi beban untuk ditanggung, dan dia merasa tugas-tugas sederhana pun sulit diselesaikan. Omar bangun dengan lelah dan tanpa energi. Omar mengatakan, dia dulu suka fotografi, namun sekarang dirinya tidak tahan untuk mengambil kamera.
Istri Omar, Rosemary mengatakan, rasa kehilangan dan kesedihan melemahkannya, dan telah membayangi segala sesuatu dalam hidup mereka. "Ini seperti saya hancur, dan saya melihat keluarga saya hancur," kata Rosemary.
Di samping itu, banyak dari mereka menggambarkan tekanan finansial yang dialami. Motasim Uddin tertembak di kaki dan menghabiskan lebih dari tiga bulan di rumah sakit.
Uddin mengatakan, dia tidak dapat kembali bekerja sebagai tukang las, dan mengkhawatirkan masa depannya, terutama karena dia berusaha untuk menghidupi orang tuanya di Bangladesh. "Saya tidak bisa melupakan apa yang terjadi, apa yang saya lihat. Aku mencoba melupakan, tapi aku terbangun sambil memikirkannya," ucap Uddin.
Noraini Milne, putranya Sayyad (14) juga tewas dalam peristiwa itu. Dia mengatakan, kelangsungan hidupnya sendiri datang sebagai berkah, karena dia berencana menghabiskan hidupnya membantu orang lain. "Anda memilih untuk melakukan tindakan tercela dan pengecut," katanya kepada Tarrant.
Sementara itu, Tarrant telah memecat pengacaranya dan mewakili dirinya sendiri selama hukuman. Tindakannya di Masjid Al Noor dan Linwood mengejutkan Selandia Baru, dan menyebabkan undang-undang baru yang melarang jenis senjata semi-otomatis paling mematikan.
Mereka juga mendorong perubahan global pada protokol media sosial, setelah pria bersenjata itu menyiarkan langsung serangannya di Facebook. Siaran itu telah dilihat oleh ratusan ribu orang.