Kisah Kadhim Lolos dari Pembantaian ISIS: 1.700 Orang Ditembak Mati
- bbc
Ali Hussein Kadhim, bersama sekitar 1.700 taruna di sekolah militer, ditangkap oleh milisi kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS) di kota Tikrit, Irak, pada 2014.
Tahun 2014 adalah awal masa kejayaan ISIS sebelum mereka dikalahkan oleh pasukan koalisi internasional.
ISIS menguasai wilayah-wilayah di Suriah dan Irak, termasuk Tikrit.
Di kota ini, ISIS antara lain membantai para taruna di sekolah militer Speicher. Dari pembantaian ini, Kadhim diketahui menjadi satu-satunya taruna yang lolos dari maut.
"Saya tidak pernah melupakan peristiwa ini," kata Kadhim kepada BBC.
- Kisah Ekhlas, budak seks ISIS: `Saya diperkosa setiap hari selama enam bulan`
- Kisah pengacara yang menolak gaji besar demi memperjuangkan keadilan mantan budak seks ISIS
- Nadia Murad, bekas budak seks ISIS yang dianugerahi Nobel Perdamaian
Peringatan: Mungkin ada bagian yang membuat pembaca merasa tidak nyaman saat membaca artikel ini.
Episode kelam dalam kehidupan Kadhim berawal ketika ia memutuskan untuk menjadi tentara Irak pada 2014, tiga tahun setelah pasukan Amerika Serikat resmi ditarik mundur dari negara tersebut.
Kadhim memutuskan untuk menjadi tentara karena alasan ekonomi.
"Tidak ada pekerjaan lain yang bisa mencukupi kebutuhan keluarga," kata Kadhim.
Perubahan dramatis
Ia tinggal di Al Diwaniyah di selatan ibu kota Baghdad, kawasan yang sebagian besar dihuni warga Syiah.
Menjadi tentara mengharuskan Kadhim untuk pindah ke Tikrit untuk menjalai pendidikan militer di satu tempat yang biasa disebut Kamp Speicher.
Keluarga dekat dan kawan-kawannya memperingatkan sebaiknya ia tidak mengambil pendidikan tentara di Tikrit tersebut.
Tikrit adalah kota asal Saddam Hussein, penguasa Irak yang digulingkan oleh koalisi internasional pimpinan Amerika. Kota ini dikenal sebagai basis kekuatan rezim Saddam Hussein.
Saddam dan pendukunnya berasal dari kalangan Sunni.
Kadhim, sebagai pemeluk Syiah, mengaku cukup khawatir berangkat ke pangkalan militer Tikrit.
Identitas agama masih menjadi hal yang sensitif dan ia khawatir kehadirannya akan memicu persoalan.
Kekhawatirannya sirna ketika ia tiba di Kamp Speicher.
Orang-orang Sunni di sana menyambutnya dengan hangat. "Saya kaget juga. Ini adalah interaksi langsung pertama saya dengan warga Sunni," kata Kadhim.
Di hari-hari pertama semuanya berlangsung normal. Pada hari ke-12 terjadi perubahan dramatis.
Milisi ISIS mendatangi kota dan menguasai kota ini. Mereka menuju akademi militer Speicher.
Melihat ISIS menguasai kota sepenuhnya, para komandan militer di Speicher menyelamatkan diri.
Ditinggal para komandan dan perwira membuat ribuan taruna ini harus mempertahankan diri sendiri, padahal mereka baru beberapa hari masuk sekolah militer.
Mereka belum punya kemampuan untuk bertempur.
Tindakan pertama yang dilakukan ISIS adalah meminta semua taruna meninggalkan akademi dan menanggalkan seragam tentara.
"Kami berjalan beriringan seperti warga biasa, warga sipil," kata Kadhim mengenang.
Kepada para taruna ini, beberapa milisi ISIS mengatakan, "Selamat datang. [Jangan takut], kami memang pegang senjata, tapi kami tak akan mencederaimu."
"Tenang saja, kami hanya membawamu ke istana presiden. Di situ kamu akan disumpah untuk tidak pernah lagi menjadi tentara," kata beberapa milisi ISIS.
Kadhim mengatakan beberapa komandan ISIS pernah menjadi bagian dari rezim Saddam Hussein.
Para taruna Sunni dipulangkan, namun yang diketahui memeluk Syiah diperintahkan bertahan.
Rekaman video yang didapat BBC memperlihatkan taruna yang tidak dipulangkan ini diikat tangannya. Para taruna, termasuk Kadhim, dijejerkan di atas tanah.
Seorang milisi mengatakan, "Kami akan melakukan balas dendam untuk Saddam Hussein. Kamu semuanya akan kami bantai."
Pada suatu hari, para taruna dijejerkan di suatu tempat. Kadhim bisa mendengar suara tembakan beruntun dan tak berkesudahan.
Seorang milisi ISIS mendekat dan menembak para taruna satu demi satu. Di jejeran ini, Kadhim berada pada urutan nomor empat. "Mereka menembak satu demi satu," kata Kadhim.
Terdengar tembakan pertama. Tembakan kedua. Ketika tembakan ketiga menyalak, darah segar terciprat ke badan Kadhim. "Saya bisa merasakan darah itu hangat," kata Kadhim.
`Orang ini masih bernapas`
Lalu terdengar suara tembakan yang mestinya terarah ke badan Kadhim. Tapi peluru tidak menghantam badannya. "Saya tak tahu ke mana peluru itu lari," kata Kadhim.
Sang eksekutor mendekat dan menendang badan Kadhim. "Orang ini masih bernapas," kata eksekutor.
"Ia masih hidup, ia masih bernapas," teriaknya.
Namun komandan eksekutor mengatakan, "Biarkan saja..."
"Biarkan ia menderita, biarkan dia mati kehabisan darah," kata komandan ISIS.
Padahal, Kadhim sebenarnya tak berdarah. Ia tak tertembak. "Ada darah di badan saya, tapi itu berasal dari taruna yang berada di sebelah saya," kata Kadhim.
Ia mengatakan ia berada di tempat ini sampai malam tiba.
Ia bisa merasakan para taruna di dekatnya yang menemui ajal. "Saya tak tahu bagaimana bisa bertahan dalam situasi ini," katanya.
Suasananya mencekam dan menakutkan.
Pada malam itu, setelah merasa aman, Kadhim menyelamatkan diri.
"Saya tidak akan pernah melupakan kejadian itu," kata Kadhim.
Belakangan Kadhim mengetahui tak kurang dari 1.700 taruna militer tewas di tangan milisi ISIS.
Sejaun ini hanya Kadhim yang diketahui lolos dari pembantaian tersebut.