China Diminta Bersiap Diusir dari Rezim Dolar AS
- dw
Belakangan pejabat dan ekonom Cina rajin membahas skenario terburuk perang dagang internasional di kanal-kanal publik. Mereka mengulas kemungkinan diusirnya Cina dari sistem mata uang Dolar, atau pembekuan aset Cina di Amerika Serikat oleh pemerintah di Washington.
Kekhawatiran ini memicu sejumlah pihak di lingkaran penguasa Cina untuk mempercepat penetrasi global mata uang Yuan, dan mengurangi kebergantungan pada Dolar AS.
"Internasionalisasi Yuan adalah sesuatu yang baik untuk diimiliki. Tapi kini hal itu menjadi kewajiban,” kata Shuang Ding, Kepala Peneitian Cina di Standard Chartered dan mantan ekonomis di Bank Rakyat Cina (PBOC).
Ancaman "pemisahan” ekonomi antara AS dan Cina menurutnya kini menjadi "jelas dan nyata.”
Meski pemisahan total kedua perekonomian dinilai mustahil, pemerintahan Presiden Donald Trump membidik perceraian antara kedua negara di sejumlah area di sektor perdagangan, teknologi, dan layanan jasa keuangan.
Washington belum lama ini menggelontorkan serangkaian sanksi terhadap Cina, termasuk melarang perusahaan Cina menjual saham di AS jika tidak memenuhi standar pemeriksaan pemerintah federal. Sebagai langkah pertama, Trump melarang dua aplikasi media sosial milik Cina, TikTok dan WeChat.
"Perang keuangan yang luas sudah dimulai,” kata Yu Yongding, Ekonomis Akademi Cina untuk Ilmu Sosial (CASS) yang dibiayai pemerintah. "Taktik paling mematikan masih belum digunakan sejauh ini,” imbuhnya.
Menurutnya sanksi terberat adalah jikaAS membekukan semua aset Cina. Sejak beberapa dekade terakhir Beijing giat mengumpulkan obligasi AS. Jumlahnya kini mencapai USD 1,08 triliun atau berkisar 4?ri total nilai semua surat utang yang dikeluarkan pemerintah Washington.
Namun pembekuan aset Cina diyakini akan melukai perekonomian AS. Meski demikian, dalam situasi seperti sekarang ini, pemisahan ekonomi bukan lagi hal mustahil, menurut Yu Yongding. Dia menuduh Trump sebagai seorang "ekstemis.”
Pertaruhan Besar
Langkah Washington memutus Cina dari sistem Dolar bisa ditanggapi Beijing dengan menjual sejumlah besar surat utangnya, dan menggiring pasar keuangan global ke arah krisis berkepanjangan.
Fang Xinhai, Wakil Direktur Komisi Pengawasan Pasar Uang, mengatakan Cina rentan terhadap sanksi AS dan sebaiknya melakukan persiapan yang "nyata” sejak "dini.”
"Hal seperti itu sudah pernah terjadi kepada banyak perusahaan atau institusi keuangan Rusia,” katanya dalam sebuah forum di Cina, Juni silam.
Adapun Guan Tao, bekas Direktur Otoritas Valuta Asing Cina yang kini menjabat ekonom kepala di BOC International China, juga mendesak pemerintah bersiap diri menghadapi perceraian ekonomi. "Kita harus bersiap secara mental bahwa AS bisa mengusir Cina dari sistem pembayaran Dolar,” katanya kepada Reuters.
Guan mengimbau agar pemerintah menggalakan penggunaan mata uang Yuan sebagai alat tukar dalam perdagangan internasional. Saat ini transaksi lintas batas yang dilakukan Cina kebanyakan masih menggunakan mata uang Dolar, melalui sistem SWIFT yang sudah mendunia.
Sebab itu para ekonom menilai posisi Cina sangat rentan.
Dorongan internasionalisasi Yuan
Sejak pertamakali meluncurkan sistem pembayaran internasional bernama Cross-Border Interbank Payment System (CIPS), 2015 silam, Cina berusaha menyaingi SWIFT sebagai jalur transaksi keuangan internasional.
Bulan lalu Bank Rakyat Cina kembali mengingatkan pengusaha agar memprioritaskan CIPS dalam pembayaran internasional, dan menggunakan mata uang Yuan ketika berinvestasi di luar negeri.
Minggu (9/8), Direktur Bank Sentral, Yi Gang, mengatakan sejauh ini internasionalisasi Yuan sudah berjalan baik. Transaksi internasional melalui CIPS tumbuh sebanyak 36,7% pada paruh pertama 2020, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sejauh ini, internasionalisasi Yuan terhambat kebijakan ketat pemerintah Cina mengatrol fluktuasi mata uangnya. Perkembangan CIPS juga bisa ikut terdampak oleh sikap kritis sejumlah negara industri terhadap Cina terkait virus corona, Xinjiang atau kini Hong Kong.
Pangsa Yuan pada cadangan global mata uang asing melampaui angka 2% pada kwartal pertama 2020, kata Yi. Yuan juga mengalahkan Swiss Franc sebagai mata uang yang paling banyak digunakan dalam transaksi internasional via SWIFT, dengan pangsa sebesar 1,76%.
Salah satu skema mempercepat internasionalisasi mata uang Cina adalah mematok harga komoditi berdasarkan Yuan, seperti untuk vaksin virus corona, kata Tommy Xie, Diektur Studi Cina di Bank OCBC, Singapura.
Solusi lain adalah menggunakan Yuan dalam bentuk digital untuk transaksi internasional, yang dibarengi pertukaran mata uang antar bank sentral. Dengan cara itu, Cina bisa mengurangi transaksi via SWIFT, kata Ding Jianping, Professor Ekonomi di Shanghai University of Finance and Economics.
rzn/ha (Reuters)