AS Minta DK PBB Perpanjang Embargo Senjata Iran, RI Angkat Bicara
- Islamic Republic News Agency (IRNA)
VIVA – Amerika Serikat (AS) telah mengajukan rancangan resolusi kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terkait perpanjangan embargo senjata Iran tanpa batas waktu.
Menanggapi hal ini, Indonesia yang saat ini duduk sebagai Presiden Dewan Keamanan (DK) PBB, bertugas untuk memimpin dan mengkoordinasi kegiatan selama Agustus 2020. Tugas ini termasuk memfasilitasi pembahasan rancangan resolusi usulan AS tersebut.
Baca Juga: Tentara Iran Diterjunkan untuk Membuat Vaksin COVID-19
Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri, Grata Endah, mengatakan rancangan resolusi ini difokuskan pada upaya perpanjangan limitasi transfer senjata dan travel ban terhadap Iran. Rencananya menyangkut kerangka Kesepakatan Nuklir Iran (JCPOA) akan berakhir pada 18 Oktober 2020.
"Sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia akan mengikuti secara seksama dinamika pembahasan rancangan resolusi dalam DK PBB dan akan berusaha konstruktif berkoordinasi dengan semua pihak yang terkait. Indonesia juga akan menyerukan dan mendorong semua negara pihak JCPOA untuk meningkatkan upaya dan mencari jalan agar dapat menjalankan komitmen di bawah JCPOA," kata Grata di Jakarta, Kamis, 13 Agustus 2020.
Sementara, Duta Besar AS, Kelly Craft, mengatakan draf baru itu berisi rancangan resolusi untuk memperpanjang embargo senjata. Pun, mencegah Iran untuk secara bebas membeli dan menjual senjata konvensional.
"Ini masuk akal bahwa negara sponsor teror nomor satu di dunia tidak diberi sarana untuk menimbulkan kerusakan yang lebih besar di dunia," kata Craft dalam sebuah pernyataan, diberitakan Al Jazeera, Kamis, 13 Agustus 2020.
Draf revisi yang diajukan AS hanya terdiri dari empat paragraf. Draf asli mencakup beberapa ketentuan yang tak disetujui beberapa diplomat karena melampaui perpanjangan embargo senjata dan telah dihapus.
Salah satu ketentuan dalam resolusi asli akan mengizinkan semua negara anggota PBB, untuk memeriksa kargo yang masuk atau transit melalui wilayah mereka, dari Iran atau menuju ke sana. Jika negara anggota tersebut memiliki alasan yang masuk akal untuk dipercaya bahwa kargo tersebut berisi barang terlarang.