Manusia Bermukim di Benua Amerika Lebih Lama dari Perkiraan Sebelumnya
- bbc
Manusia menghuni Benua Amerika puluhan ribu tahun lebih lama dari perkiraan sebelumnya, demikian menurut sejumlah temuan baru di Meksiko.
Melalui kerja arkeologi di Gua Chiquihuite yang terletak di pegunungan bagian tengah Meksiko, para ahli menemukan hampir 2.000 perkakas batu.
Beragam perkakas ini menjadi penuntun bagi para ahli untuk memperkirakan bahwa gua tersebut telah dihuni manusia selama setidaknya 20.000 tahun.
Temuan-temuan itu juga yang menjadi landasan perkiraan bahwa manusia pertama kali bermukim di benua Amerika 33.000 tahun lalu, dua kali lipat lebih lampau dari periode yang diterima secara luas.
- Sisa-sisa istana bangsa Aztec ditemukan di bawah bangunan megah di pusat kota Meksiko City
- Homo Erectus di Jawa hidup paling lama di dunia, sebut kajian ilmiah
- Penduduk Polinesia `telah berlayar` ke benua Amerika di tahun 1200, jauh sebelum bangsa Eropa
- Tim arkeologi Israel temukan masjid berusia 1.200 tahun
Zaman es
Pada paruh kedua abad ke-20, ada sebuah konsensus di antara para arkeolog di Amerika Utara bahwa orang-orang Clovis merupakan manusia pertama yang mencapai Benua Amerika sekitar 11.500 tahun lampau.
Nenek moyang komunitas Clovis diduga menyeberangi daratan yang menghubungkan Siberia dan Alaska pada zaman es terakhir.
Daratan ini, yang dikenal dengan sebutan Beringia, setelah itu hilang ditelan air ketika lapisan es mencair.
Komunitas yang hidup dari berburu itu juga yang diduga berkontribusi pada punahnya megafauna—satwa-satwa mamalia raksasa seperti mamut, mastodon, dan beragam spesies beruang yang menjelajah Benua Amerika sampai akhir zaman es.
Menantang dugaan
Ketika makin banyak ahli yang berpegang pada dugaan "komunitas Clovis adalah manusia pertama di Benua Amerika", laporan-laporan mengenai permukiman manusia yang hadir lebih awal dianggap tidak meyakinkan. Para arkeolog pun berhenti mencari tanda-tanda keberadaan manusia yang muncul lebih awal.
Namun, pada 1970-an, kekukuhan ini mulai ditantang.
Pada 1980-an, bukti kuat mengenai kehadiran manusia pada 14.500 tahun lalu di Monte Verde, Chile, mengemuka.
Dan sejak 2000-an situs-situs keberadan manusia sebelum komunitas Clovis telah luas diterima—termasuk Kompleks Buttermilk Creek berusia 15.500 tahun di bagian tengah Texas.
Kini, Ciprian Ardelean dari Universidad Autónoma de Zacatecas, Meksiko; Tom Higham, dari Universitas Oxford; dan sejumlah kolega lainnya telah menemukan bukti keberadaan manusia yang jauh melampaui umur itu di situs Chiquihuite di pegunungan bagian tengah-utara Meksiko.
Temuan-temuan mereka telah dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature.
"Ini adalah situs unik, kami tidak pernah menyaksikan hal seperti ini sebelumnya," kata Profesor Higham, direktur Radiocarbon Accelerator Unit dari Universitas Oxford, kepada BBC News.
"Bukti perkakas batu sangat, sangat memukau.
"Siapa pun bisa melihat bahwa alat-alat batu ini dibuat dengan sengaja dan ada banyak alat seperti itu.
"Penanggalannya yang adalah pekerjaan saya.”
"Ini adalah situs yang sangat menarik untuk bisa terlibat."
- Perangkap berisi tulang gajah purba berusia 15.000 tahun ditemukan di Meksiko
- Para ahli berhasil merekonstruksi wajah manusia purba `misterius` Denisovans
- Berkat `permen karet` purba, peneliti rekonstruksi wajah perempuan Skandinavia 6.000 tahun lalu
- Misteri tulisan berusia 230 tahun di atas batu akhirnya terpecahkan - apa isi pesannya?
Teknik penanggalan
Tim tersebut menggali sedalam tiga meter sebidang tanah stratigrafika “urutan lapisan tanah yang tersusun sesuai umur””dan menemukan sekitar 1.900 artefak batu yang dibuat ribuan tahun lalu.
Para ilmuwan kemudian mampu membuat penanggalan pada tulang, arang, dan sedimen yang terkait dengan perkakas batu menggunakan dua teknik penanggalan secara ilmiah.
Teknik pertama adalah penanggalan radiokarbon yang mengandalkan cara radioaktif membentuk elemen karbon (carbon-14) yang terurai seiring waktu berjalan.
Teknik kedua adalah pencahayaan terstimulisasi secara optik (OSL). Caranya, dengan mengukur kapan terakhir kali sedimen terpapar cahaya.
Menggunakan dua teknik yang berbeda "menambah kredibilitas dan kekuatan, khususnya pada bagian kronologi yang tua," kata Prof Higham.
"Data optik dan penanggalan [radiokarbon] bersepakat dengan baik," ujarnya.
Temuan-temuan ini bisa menuntun para ilmuwan untuk meninjau situs-situs permukiman manusia lainnya yang kontroversial di Benua Amerika.
"Di Brasil, ada sejumlah situs yang menyimpan perkakas batu yang bagi saya kelihatannya kokoh dan berusia 26.000-30.000 tahun, serupa dengan situs Chiquihuite," papar Prof Higham.
"ini bisa jadi penemuan penting yang dapat merangsang upaya baru untuk menemukan situs lain di Benua Amerika yang berusia pada periode ini."
Perspektif yang berbeda
Prof David Meltzer, dari Southern Methodist University di Dallas, Texas, yang tidak terlibat dalam riset ini, mengatakan temuan-temuan itu "menarik".
Namun, menurutnya, "belum cukup untuk berargumen bahwa spesimen batu itu mungkin adalah (artefak) budaya, seseorang harus menunjukkan itu bukan tercipta secara alamiah."
Proses alamiah, kata Prof Meltzer, bisa menjadikan sebuah batu menyerupai perkakas batu buatan manusia.
Kedua, menurutnya: "Dengan tradisi perkakas batu yang bertahan lama, orang bisa menduga peralatan itu meluas di kawasan, tapi pertanyaannya mengapa teknologi tersebut tidak ditemukan di tempat lain."
"Yang lebih penting, pada manusia modern seseorang bisa berharap melihat bukti perubahan teknologi dan budaya pada rentang waktu yang panjang."
Terakhir, dia berkata: "gua itu 1.000 meter di atas permukaan lembah, namun pertanyaannya mengapa tidak bermukim lebih dekat ke permukaan lembah, mengapa terus kembali ke tempat yang sama `relatif konstan` pada periode waktu yang lama? Saya penasaran. Tidak banyak situs yang menampung jenis pekerjaan jangka panjang yang berulang, kecuali ada sesuatu yang cukup berguna/tersedia di lokasi itu".
Opsi perjalanan
Antara 26.000-19.000 tahun lalu, tingkat permukaan laut cukup rendah sehingga manusia bisa menyeberang dengan mudah dari Siberia ke Amerika melalui daratan Beringia. Namun, apa yang terjadi pada masa-masa yang lebih lampau?
"Sebelum 26.000 tahun lalu, menurut data terkini, Beringia boleh jadi merupakan tempat yang cenderung tidak menarik bagi manusia. Tempat itu mungkin terlalu berlumpur dan sangat sulit untuk dilintasi," kata Prof Higham.
"Kami masih berpikir bahwa skenario paling mungkin bagi manusia untuk datang adalah melalui rute pantai—melintasi bibir pantai—mungkin menggunakan sejenis teknologi maritim."
Populasi orang-orang yang datang ke Benua Amerika lebih lampau dari 26.000 tahun diperkirakan sedikit.
Baru belakangan, antara 14.000 sampai 15.000 tahun lalu, populasi manusia meningkat dalam jumlah signifikan.
Periode itu bertepatan dengan naiknya suhu pada akhir Zaman Es, yang melonjak tujuh derajat celsius dalam kurun dua hingga tiga tahun.
Suku asli Amerika
Para ilmuwan juga menggunakan teknik "DNA lingkungan" guna mencari materi genetika manusia pada sedimen-sedimen gua.
Namun mereka tidak bisa menemukan sinyal yang cukup kuat.
Bukti DNA sebelumnya memperlihatkan komunitas Clovis punya banyak kemiripan dengan orang-orang modern dari suku asli Amerika.
Para ilmuwan ingin mencari tahu bagaimana populasi yang lebih lampau berkorelasi dengan kelompok-kelompok manusia yang hidup belakangan dan menghuni benua tersebut.
Pada edisi jurnal Nature yang sama, Prof Higham dan Lorena Becerra-Valdivia yang juga dari Universitas Oxford, menjelaskan bagaimana mereka menggunakan penanggalan dari 42 situs arkeologi di Amerika Utara dan Beringia guna menjelajahi bagaimana manusia berkembang.
Hasilnya mengungkap tanda-tanda keberadaan manusia selama ribuan tahun sebelum kehadiran komunitas Clovis.