Krisis Ekonomi, Arab Saudi Buka Opsi Jual Aset Negara
- Aljazeera
VIVA – Arab Saudi merupakan salah satu negara yang tengah mengalami guncangan ekonomi, sebagai dampak dari anjloknya harga minyak dunia akibat pandemi COVID-19. Hal ini membuat pihak kerajaan tengah mempertimbangkan semua opsi untuk meningkatkan perekonomian negara.
Dilansir Middle East Monitor, Jumat 24 Juli 2020, Saudi kini tengah mempertimbangkan untuk menjual aset negara, dan untuk pertama kalinya, akan menetapkan pemberlakuan pajak penghasilan.
Menteri Keuangan Saudi, Mohammed Al-Jadaan, mengatakan, jika rencana memprivatisasi asetnya di sektor pendidikan, kesehatan dan air dilanjutkan, negara dapat menghimpun hingga US$13,3 miliar selama empat hingga lima tahun ke depan.
Baca juga: Israel Dituduh Hancurkan Pusat Pengujian COVID-19 di Palestina
Saudi telah mengambil sejumlah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Termasuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tiga kali lipat hingga 15 persen, untuk menangani krisis yang timbul dari pandemi COVID-19.
Arab Saudi merupakan negara bebas pajak perorangan. Sebab, pendapatan negara melalui minyak mentah mampu memberikan subsidi dan manfaat bagi warganya. Statusnya sebagai surga bebas pajak, juga menjadi daya tarik utama bagi pekerja asing.
Namun, pernyataan Al-Jadaan tentang kemungkinan pengenaan pajak penghasilan, menimbulkan reaksi di Ibu Kota Saudi, Riyadh. Prediksi Dana Moneter Internasional (IMF) tentang kemungkinan penyusutan ekonomi hingga 7,6 persen di negara-negara Teluk, membuat Riyadh gelisah.
Selain pandemi COVID-19, Saudi juga kehilangan berbagai pemasukan karena ekspor minyak yang turun 41,2 persen pada Mei 2020, aktivitas pasar properti melemah hingga 84,6 persen, termasuk ziarah haji tahunan yang menjadi sumber utama pendapatan Arab Saudi harus digelar secara terbatas.
Pemulihan ekonomi Arab Saudi pun terhambat oleh fakta bahwa negara itu sangat bergantung pada minyak, yang menyumbang sekitar 87 persen dari anggarannya, dan 90 persen dari pendapatan ekspor. Ahli ekonomi mengatakan, harga minyak saat ini yakni US$40 per barel, tidak akan cukup untuk memungkinkan Saudi menyeimbangkan neraca ekonomi dalam jangka panjang. (art)