Isi Lengkap Pernyataan Komisioner Tinggi HAM PBB Soal Papua
- Jenewa
VIVA – Komisioner Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet menyinggung soal kerusuhan Papua yang makan korban jiwa warga sipil. Bachelet yang sudah setahun menjadi KTHAM tersebut mengatakan memperhatikan perkembangan kisruh yang terjadi di Papua dan Papua Barat selama dua pekan terakhir.
"Saya terusik dengan meningkatnya eskalasi kekerasan selama dua pekan terakhir di dua provinsi di Indonesia, Papua dan Papua Barat. Terlebih dengan tewasnya sejumlah pengunjuk rasa dan aparat keamanan," kata Michelle Bachelet sebagaimana dikutip dari laporan pers Dewan HAM PBB dari Jenewa.
Hal tersebut disampaikan Bachelet pada saat mengadakan konferensi pers di Jenewa, Swiss pada Rabu, 4 September 2019.
"Sebenarnya gelagat dan potensi ini sudah kami observasi sejak Desember 2018 dan hal tersebut sudah kami diskusikan dengan pemangku terkait di Indonesia," ujarnya.
"Seharusnya tidak boleh ada kekerasan di mana pun di sebuah negara demokrasi dan majemuk seperti di Indonesia. Saya menekankan agar otoritas di sana mengedepankan dialog dengan Papua dan Papua Barat agar aspirasi bisa disalurkan," lanjutnya.
Michelle Bachelet juga meminta agar internet dan saluran komunikasi di Papua dan Papua Barat segera dipulihkan. Pasalnya hal itu kata dia bertentangan dengan kebebasan berpendapat. Komunikasi tidak seharusnya dibatasi.
"Saya menyambut dengan baik bahwa Presiden Jokowi dan pemangku kepentingan di level tinggi sudah membuat pernyataan melawan segala bentuk rasisme dan diskriminasi yang memang menjadi isu serius di Papua dan Papua Barat. Mereka juga mengimbau agar tenang dan damai. Saya juga sudah mendapatkan informasi soal tindak lanjutnya seperti sejumlah aparat keamanan yang diberikan sanksi karena terlibat kekerasan terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang," kata dia.
Namun Bachelet mengatakan, adanya keterlibatan kelompok milisi dan ormas yang terlibat dalam aksi kekerasan tersebut juga harus ditangani pemerintah Indonesia.
Sementara Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) Jenewa menyampaikan bahwa dalam konferensi pers tersebut, Indonesia dan Papua, tidak menjadi satu-satunya rujukan. Namun, disinggung juga soal kasus protes massa yang terjadi di Hong Kong, Rusia, Honduras, Zimbabwe, dan India. [mus]