Oposisi Menang Voting Brexit di Parlemen, PM Inggris Ancam Pemilu Dini
- Dok. Kementerian Luar Negeri RI
VIVA – Parlemen dari kelompok oposisi mengalahkan pemerintah Inggris dalam pembicaraan tingkat pertama untuk membahas undang-undang yang mencegah no-deal Brexit. Hasil pemungutan suara yaitu 328 berbanding 301 yang berarti bahwa mereka bisa melanjutkan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang mengupayakan perpanjangan tenggat waktu untuk Brexit.
Dikutip dari laman BBC, merespons hal tersebut, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan bahwa dia akan memajukan waktu pemilu atau pemilu dini.
Setidaknya ada 21 anggota parlemen dari aliran Tory yang bergabung dengan partai oposisi berada di sisi berseberangan dengan pemerintah. Tory adalah aliran filsafat politik yang cenderung konservatif dan tradisional yang berkembang di Britania Raya dan bisa menjunjung supremasi sosial mendukung monarki dan agama. Di sisi lain tidak mendukung Liberalisme.
Oleh karena itu, biasanya politikus Tory akan mendukung pemerintah Inggris. Namun, kali ini ada politikus parlemen Tory yang dianggap sebagai "pembelot" maupun "pemberontak" tersebut karena justru dalam voting tidak mendukung PM Boris Johnson.
Belakangan disebutkan bahwa anggota parlemen Tory yang membelot itu akan bisa disanksi hingga diberhentikan dari partai.
PM Boris Johnson menyatakan UU yang digodok parlemen itu akan cenderung dikontrol oleh parlemen termasuk soal negosiasi Brexit dengan Uni Eropa. Dia mengatakan, ada potensi karena itu akan mengusahakan dilakukan pemilu lebih dini pada Oktober mendatang. "Masyarakat negara ini harus memilih," tutur Boris Johnson.
Dengan kondisi tersebut, Parlemen Inggris akan memiliki wewenang untuk mengambil alih hal-hal terkait Brexit. Mereka akan diberikan kesempatan menyosialisasikan RUU yang akan memaksa PM Inggris untuk diundurkan tenggat waktunya hingga 31 Januari 2020 kecuali parlemen menyepakati keputusan baru atau melakukan pemungutan suara lagi pada 19 Oktober 2019.