AS Cabut Izin Penggunaan Obat Hidroksiklorokuin untuk Pasien COVID

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc
Reuters
Presiden AS Donald Trump mengatakan dia telah menggunakan hidroksiklorokuin selama dua minggu

Penggunaan obat antimalaria hidroksiklorokuin secara darurat sebagai pengobatan pasien Covid-19 telah ditarik izinnya oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat atau FDA.

FDA mengatakan bahwa bukti baru dari uji klinis membuktikan bahwa obat itu tidak lagi bisa dipercaya untuk menghasilkan efek anti-virus.

Namun, Presiden Amerika Donald Trump membela diri dan tetap mempromosikan penggunaan hidroksiklorokuin sebagai pengobatan Covid-19.

Pada Maret lalu, FDA sempat mengizinkan penggunaan obat hidroksiklorokuin dalam kondisi darurat untuk beberapa kasus serius.

Tapi pada Senin (15/06) lalu, badan tersebut mengatakan bahwa berdasarkan hasil studi klinis, hidroksiklorokuin tidak efektif dalam mengobati virus yang mematikan dan gagal mencegah infeksi pada mereka yang terpapar.

Menanggapi keputusan FDA tersebut, Trump mengatakan bahwa dirinya tidak merasakan efek samping usai mengonsumsi obat tersebut sebagai pencegahan dari virus corona.

"Saya meminumnya dan saya merasa sehat meminumnya," katanya kepada wartawan, Senin (16/06) lalu.

Ia menambahkan: "Saya tidak bisa mengeluh tentangnya, saya meminumnya selama dua minggu, dan saya di sini, kita di sini."

Presiden berusia 74 tahun itu mengatakan bahwa banyak orang mengatakan kepadanya bahwa obat itu telah menyelamatkan hidup mereka.

Pada Mei lalu, Trump mengungkapkan bahwa ia mengonsumsi obat itu setelah beberapa orang di Gedung Putih dinyatakan positif mengidap virus corona.

Komentarnya tentang hidroksiklorokuin menyebar dan menjadi viral di sosial media dan menimbulkan kontroversi dalam komunitas para peneliti ilmiah tentang manfaat potensial dan efek berbahaya dari obat tersebut - serta obat lainnya, yaitu chloroquine atau klorokuin.

Pengujian di seluruh dunia tentang obat ini untuk sementara berhenti ketika sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah The Lancet mengklaim bahwa obat itu berpotensi meningkatkan kematian dan masalah jantung pada beberapa pasien.

Hasil penelitian ini mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan lainnya untuk menghentikan uji coba karena masalah keamanan.

Namun, The Lancet kemudian menarik kembali studi ketika ditemukan memiliki kekurangan serius dan WHO telah melanjutkan uji coba.