Krisis Pembalut Wanita di India akibat Pandemi Corona

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc
Getty Images
Para pegiat mengatakan produk yang dapat dipakai kembali, seperti pembalut dari kain perca, adalah alternatif yang baik.

Perempuan usia pelajar di India mengalami kekurangan pembalut karena sekolah yang selama ini menjadi tempat distribusi tutup selama pandemi. Ini membuat jutaan remaja di seluruh India cemas, tulis wartawan BBC Geeta Pandey dari Delhi.

Selama beberapa tahun, Priya menerima 10 paket pembalut setiap bulan dari sekolahnya.

Anak berumur 14 tahun ini tinggal di Badli, daerah kumuh di barat laut Delhi bersekolah di sekolah negeri yang membagikan pembalut kepada seluruh murid perempuan di bawah skema kesehatan reproduksi pemerintah.

Ini merupakan kampanye penting di negeri di mana hanya 36?ri 355 juta perempuan menstruasi menggunakan pembalut. Sisanya menggunakan kain bekas, sekam atau abu untuk menghentikan pendarahan.

Ditambah lagi fakta bahwa 23 juta perempuan putus sekolah sesudah usia menstruasi mereka.

Karena sekolah tutup, terhenti pula pasokan pembalut.

Paket terakhir saya bulan Februari,” kata Priya. Sesudah itu saya harus beli di apotek terdekat. Harganya 30 rupee untuk satu paket, berisi tujuh pembalut.

Priya termasuk beruntung orang tuanya mampu membelikan pembalut. Banyak tetangganya kehilangan pekerjaan bahkan tak mampu membeli makanan. Perempuan di keluarga-keluarga itu mulai mengganti pembalut dengan kain.

Di Bhalaswa Dairy sebuah daerah kumuh tempat tinggal sekitar 1.900 keluarga, seorang pegiat bernama Madhu Bala Rawat, juga menyatakan kekurangan pembalut untuk perempuan usia sekolah.

"Menstruasi tidak berhenti di masa pandemi. Pembalut sangat penting buat perempuan, sama seperti makanan. Kenapa pemerintah mengabaikan permintaan kami," tanyanya.

Getty Images
Di beberapa kota, polisi membagikan pembalut saat karantina wilayah atau lockdown.

Kebayakan perempuan di daerah itu, termasuk anaknya yang berumur 14 tahun, tergantung pada pasokan dari sekolah karena mereka tak mampu membeli pembalut, katanya.

Anak-anak ini khawatir. Mereka tak mau memakai kain lagi karena sudah terbiasa dengan pembalut sekali pakai. Pemerintah harus memasok bersama dengan jatah makanan bulanan.

Sesudah Madhu mengirim pesan, lembaga amal Womenite menyalurkan 150 paket pembalut ke Badli dan Bhalaswa Dairy bulan April.

Harshit Gupta, pendiri Womenite, mengatakan mereka telah mengumpulkan dana untuk menyalurkan 100.000 paket pembalut di Delhi dan daerah sekitarnya pada tanggal 28 Mei, seiring peringatan Hari Menstruasi Internasional.

Banyak inisiatif serupa di India.

Satu perusahaan pembuat pembalut menyalurkan 80.000 paket di Delhi dan Punjab. Polisi di beberapa kota seperti Bangalore, Hyderabad, Jaipur, Chandigarh, Bhubaneshwar dan Kolkata diperbantukan untuk menyalurkan kepada penduduk di daerah kumuh dan mmigran yang terjebak di kamp pengungsian.

Getty Images
Menstruasi adalah topik yang tabu dan jarang dibicarakan di keluarga.

Minggu ini partai yang berkuasa di India Partai Bharatiya Janata (BJP) mengumumkan akan memberi 600.000 paket kepada polisi untuk disalurkan kepada perempuan remaja di kawasan kumuh Delhi.

Tak hanya di desa, kekurangan pembalut juga menimpa, bahkan lebih buruk di pedesaan dan kawasan semi-urban, kata Shailja Mehta, dari Dasra, organisasi amal untuk urusan remaja.

“Hasil pembicaraan dengan mitra kami di beberapa negara bagian, kami dengar hanya 15% perempuan punya akses ke pembalut selama karantina.”

Masalah berawal ketika India menerapkan karantina tanggal 25 Maret, dan pembalut tidak dimasukkan ke dalam barang esensial yang tak dibatasi peredarannya.

Akibatnya, tanggal 29 Maret apotek, toko dan situs belanja daring kehabisan. Barulah pemerintah memasukkan sebagai barang esensial. Keterlambatan ini menyebabkan kehilangan waktu produksi selama 10 hari.

“Ketika pemerintah memperbolehkan kami beroperasi, butuh tiga sampai empat hari untuk membuka pabrik lagi karena perlu ada izin bagi pekerja kami,” kata Rajesh Shah, Presiden Asosiasi Feminine and Infant Hygiene India, kepada BBC.

Shah mengatakan produksi baru beroperasi sebagian karena ada kekurangan pekerja yang telah meninggalkan kota menuju kampung halaman mereka.

Hanya 60% pabrik yang beroperasi, dan tak ada yang beroperasi dengan kapasitas penuh. Banyak terjadi kekurangan pekerja, atau pabrik yang terletak di kawasan tertutup sehingga tidak boleh buka. Juga ada gangguan terhadap pasokan dan distribusi.

BBC
Terjadi kekurangan pasokan pembalut di India.

Dampaknya sudah terasa di berbagai daerah di India.

Tanya Mahajan dari Menstrual Health Alliance of India (MHAI), adanya gangguan yang signifikan terhadap pasokan, terutama di daerah pedesaan terpencil.

Yang pertama menderita, pasti yang terjauh jaraknya, katanya.

Di desa terpencil pembalut tak tersedia di toko setempat. Orang harus pergi ke kota terdekat yang jaraknya bisa 10-40 kilometer. Karena sekarang sedang ada pembatasan pergerakan, angkutan umum juga tidak ada.

Ditambah lagi, kebanyakan anak perempuan tak nyaman untuk meminta tolong kepada para pria di dalam keluarga untuk membelikan mereka pembalut karena menstruasi merupakan hal tabu yang tak dibicarakan di dalam keluarga India.

Sebagai hasilnya, kata Mahajan, banyak perempuan remaja yang tadinya tergantung pada pasokan dari sekolah, mulai mengganti dengan kain.

Terlepas dari apa yang dipakai, Arundati Muralidharan dari WaterAid mengatakan penting untuk memastikan kebersihan. Kain yang dipakai berulang harus berbahan katun, dan dicuci dengan bersih lalu dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dipakai lagi.

Kedengarannya sederhana, tapi tak mudah untuk dijalankan.

Di daerah kumuh ketika para pria di dalam rumah karena karantina, para perempuan akan kesulitan menggunakan fasilitas toilet sesering yang mereka inginkan. Di pedesaan, mendapatkan air tambahan untuk mencuci pembalut kait dan menjemurnya juga tidak mudah.