Diaspora Indonesia Tak Bisa Kembali ke Australia Cuma Bisa Pasrah
- abc
Pemerintah Australia telah mengambil keputusan untuk melarang warga asing ke negaranya, sebagai upaya mencegah penyebaran virus Corona. Sejumlah mahasiswa dan pemegang Work and Holiday Visa (WHV) mengaku pasrah.
Pemegang visa pelajar dan WHV yang sedang di luar Australia tidak diizinkan masuk untuk sementara. Sejumlah mahasiswa asal Indonesia terpaksa pulang karena keluarga khawatir Banyak mahasiswa dan WHV asal Indonesia masih kebingungan untuk ke depannya.
Mulai Jumat malam (20/03) Pemerintah Australia akan melarang masuk orang-orang yang bukan warga negara dan pemegang status penduduk.
Termasuk dalam larangan itu adalah mahasiswa dan pemegang WHV yang sedang berada di luar negeri.
Kebijakan ini dikeluarkan untuk sebagai bentuk upaya penanganan virus Corona di Australia, yang hingga Jumat (20/3) pukul 06:30 malam kasusnya sudah mencapai angka 709.
Sebelum peraturan ini ditetapkan, beberapa orangtua mahasiswa Indonesia telah menunjukkan rasa kekhawatiran akan kondisi yang tidak menentu di Australia.
Ada di antara mereka yang bahkan menyuruh anak mereka untuk pulang sementara di Indonesia demi alasan keselamatan.
Salah satu mahasiswa yang menuruti permintaan orang tuanya untuk pulang ke Indonesia adalah Nathaniel Bellamy Maramis, akrab disapa Nathan.
Koleksi pribadi
Nathan sedang menempuh pendidikan S1 Business Marketing di Monash University Melbourne.
Ia tiba di Melbourne di akhir bulan Februari, namun dua minggu kemudian orangtuanya memintanya pulang karena melihat angka virus corona yang terus meningkat.
"Saya waktu itu belum mulai sekolah, baru akan mulai tanggal 9 Maret dan itu pun kelas online, jadi saya jalani saja menunggu hingga sekolah mulai," kataya kepada Natasya Salim dari ABC News.
"Tapi sehari sebelum masuk kampus, orangtua saya menelpon dan memberi informasi bahwa Melbourne mau "lockdown"," katanya.
Hingga saat ini Australia masih menyarankan "social distancing" dan belum dalam status "lockdown".
Karenanya ia mengaku sempat ada perdebatan dengan orangtuanya.
"Saya sempat bingung karena belum dapat kabar dari sekolah dan takut rugi. Tapi akhirnya saya mengikuti kata keluarga karena mereka mau saya pulang."
Batalkan tiket ke Australia
Koleksi pribadi
Satu minggu sebelum Australia melarang masuk pemegang "student visa" yang berada di luar negeri, David Purba, mahasiswa Monash University di Melbourne sudah dilarang orangtuanya untuk meninggalkan Indonesia.
Ia mengaku sudah membeli tiket untuk keberangkatan tanggal 16 Maret dan seminggu sebelumnya ia melihat laporan kasus COVID-19 di Australia semakin meningkat.
"Akhirnya sehari sebelum keberangkatan, ibu saya menyuruh untuk tidak berangkat."
Selain agar tidak jauh dari keluarga, menurut David, pembatalan tiket tersebut adalah untuk menghindarkannya dari risiko terjangkit virus Corona.
"Mereka [orangtua saya] khawatir kalau saya harus melakukan proses perjalanan yang memakan waktu 9-10 jam di dalam pesawat," katanya.
"Banyak hal yang dapat terjadi dalam waktu 10 jam."
Tapi ia mengaku memahami keputusan yang diambil oleh Pemerintah Australia adalah demi yang terbaik bagi warganya.
"[Menurut saya] bagus sebenarnya Australia membuat kebijakan ini untuk mengurangi kemungkinan bertambahnya kasus virus corona."
"Menyesal tidak di Australia"
Di saat David sudah menerima kenyataan tidak dapat kembali ke Australia, Nathan menyesal karena tidak berada di Australia, ketika jumlah kasus COVID-19 di Indonesia juga melonjak.
"Ketika sampai di Jakarta, baru sadar jumlah kasusnya lebih banyak dari di Victoria, dan saya khawatir dan menyesal tidak tetap di Australia," kata Nathan.
"Saya sampai mengecek statistik dan membaca banyak berita dari berbagai sumber sampai berencana membeli tiket kembali [ke Melbourne], [tapi] tetap tidak diizinkan [orangtua]."
Tapi Nathan tetap berusaha melihat sisi positif dengan keputusannya tinggal bersama keluarga di Indonesia.
"Mereka juga berpikir menyuruh saya kembali ke Indonesia memang salah, tapi di saat yang sama, mereka menenangkan saya karena sudah ada kelas online," katanya.
"Dan kalaupun saya di Australia, banyak yang harus diurus. Misalnya ongkos hidup sehari-hari, banyak juga hal lain yang harus dipikirkan [sendiri] meski sebenarnya ada teman serumah di sana.
Sebagai mahasiswa internasional yang harus menetap di negara sendiri, David merasa tidak punya pilihan selain berusaha untuk menggunakan metode kelas online, yang sudah banyak ditawarkan oleh sejumlah universitas besar di Australia.
Berada dalam kebingungan
Seorang warga Indonesia, yang meminta identitasnya dirahasiakan karena "masih dalam kondisi psikologis yang tertekan" mengaku belum tahu apa yang ia lakukan, setelah Australia memperketat kebijakan untuk kedatangan warga asing.
Perempuan kelahiran Medan ini memegang visa WHV yang baru saja ia dapatkan belum setahun yang lalu.
Seminggu yang lalu ia harus pulang ke Surabaya karena ayahnya sakit keras hingga meninggal hari Rabu kemarin (18/03).
Saat dihubungi ABC Indonesia, perempuan tersebut mengaku kaget jika Australia telah melarang masuk warga asing yang berada di luar negeri, meski ia memilik hak tinggal dan bekerja.
"Saya masih bingung, keluarga kami masih berduka, kemudian rencana kembali ke Sydney minggu depan pun dibatalkan," ujarnya.
"Benar-benar saya sedang berada di titik terendah, karena barang-barang saya masih banyak di sana, uang sewa rumah juga jalan terus."
"Saat ini saya hanya bisa pasrah saja, tentunya ingin kembali ke Australia, karena saya rencana ambil WHV tahun kedua."
Pemerintah Australia hingga saat ini tidak mengatakan berapa lama larangan masuk bagi warga asing ke negaranya.
Larangan ini tidak berdampak bagi warga asing yang sudah berada di Australia, dengan visa pelajar, pekerja, atau pun pemegang WHV.
Sementara warga negara Australia dan yang berstatus penduduk tetap, atau PR, masih diperbolehkan masuk, asalkan melakukan karantina sendiri selama 14 hari.
Simak berita lainnya di ABC Indonesia dan ikuti kami di Facebook dan Twitter.