Covid-19 yang Mampu Mengubah Tata Ritual Ibadah kepada Tuhan
- bbc
Virus Corona bukan hanya merenggut ribuan nyawa tetapi juga mengubah tata cara kehidupan manusia di seluruh dunia mulai dari interaksi sesama maupun proses berhubungan dengan Tuhan.
Beberapa orang mengurung diri di rumah, menghindari tempat keramaian, dan menunda perjalanan ke tempat lain.
Sebagian lainnya mengubah tata cara bersalaman dari berjabat tangan dan berpelukan menjadi salam menggunakan siku dan kaki.
- Pemerintah umumkan 13 kasus baru positif virus corona, total yang terjangkit 19 orang
- Wisata Bali makin terpuruk, pebisnis `hanya bisa mengupah karyawan setengah gaji`
- Apakah masker bisa mencegah kita tertular virus, mengapa perlu hand sanitizer, dan bagaimana sebaiknya bersalaman?
Virus Corona juga berdampak dalam kehidupan keagamaan umat manusia. Gereja, masjid, kuil, dan sinagoge mengubah tata cara ibadah demi menahan penyebaran penyakit Covid-19.
Apa saja pengaruh virus Corona terhadap kehidupan beragama umat manusia di dunia? Berikut penjelasannya.
Islam
Masjidil Haram di Mekah biasanya dipenuhi oleh ribuan peziarah, tetapi jumlah itu kini berkurang drastis.
Masjidil Haram telah dibuka kembali usai menjalani sterilisasi, tetapi di sekitar Ka`bah tetap tidak dipasang penghalang agar orang-orang tidak menyentuhnya.
Larangan mengunjungi Mekah dan Madinah juga masih diberlakukan.
Berbagai umat Muslim dari seluruh dunia biasanya datang untuk menjalani ibadah umrah yang berlangsung sepanjang tahun.
Kemudian ada sekitar delapan juta umat Muslim menunaikan ibadah haji ke sana setiap tahun.
Pemilik biro perjalanan haji dan umrah di Nigeria, Hadiza Tanimu Danu, mengatakan muncul beragam reaksi atas larangan kunjungan ke Mekah.
"Orang-orang sedih," kata Hadiza. "mereka ingin melakukan perjalanan untuk beribadah."
Dan mungkin bukan hanya perjalanan umrah yang terpengaruh.
"Banyak juga yang khawatir seandainya ini terus terjadi hingga Ramadan, atau bahkan sampai musim haji. Apa yang akan terjadi?`" katanya.
Pihak berwenang Arab Saudi mengatakan larangan kunjungan hanya bersifat sementara dan hingga kini belum ada indikasi proses ibadah haji akan terganggu.
Sementara itu, praktik keagamaan yang bisa menyebarkan virus masih terjadi.
Sempat muncul kekhawatiran ketika beberapa orang Iran menjilat kuil suci Syiah yang terekam dalam video yang sempat viral baru-baru ini.
Seorang pria terlihat menjilat dan mencium gerbang Kuil Masumeh, di Provinsi Qom, sembari berkata: "Saya tidak takut dengan virus Corona".
Beberapa orang percaya kuil itu memiliki kekuatan ilahi dan dapat membantu menyembuhkan penyakit.
https://twitter.com/Hassan95202463/status/1233682481251000321?s=20
Dua orang yang terlibat dalam video itu kini terancam penjara akibat perbuatannya.
Bagi beberapa umat Muslim, yang penting adalah memfokuskan diri para perubahan dalam perilaku sehari-hari.
Contohnya, ketika Afrika Selatan menghadapi virus corona, pemuka agama di sana memanfaatkan salat Jumat untuk memberi nasihat kepada jamaah untuk ikut serta melakukan pencegahan.
Mohammed Allie dari BBC Afrika mengatakan bahwa umat di masjidnya disarankan untuk tidak berjabat tangan atau berpelukan seusai ibadah.
"Memang perlu waktu untuk terbiasa," ujarnya.
"Orang-orang masih berjabat tangan seusai salat, bukan karena mengabaikan pesan, tetapi karena sudah jadi refleks."
Allie mengatakan beberapa orang sudah mulai bersalaman dengan saling menyentuh kaki bukan lagi berjabat tangan. Allie sendiri kini menggunakan siku tangan untuk bersalaman.
"Perlahan, orang mulai melakukan penyesuaian," katanya.
Ia menambahkan bahwa mereka juga telah disarankan untuk membawa sajadah sendiri saat salat Jumat berikutnya, seperti halnya yang dilakukan para jamaah di Singapura.
Hindu
Bagi umat Hindu, saat ini adalah waktunya Holi - "festival warna" - dirayakan.
Perayaan Holi merupakan peringatan kemenangan kebaikan atas kejahatan, serta musim semi, cinta dan kehidupan baru.
Sebagai bagian dari perayaan, orang-orang melemparkan bubuk berwarna di udara dan saling melukis wajah.
Perdana Menteri India, Narendra Modi, mengatakan tidak akan ambil bagian dalam perayaan publik Holi kali ini.
Ia menyarankan agar orang-orang menghindari pertemuan ramai dan besar.
Walau demikian, masih banyak umat Hindu India turun ke jalan merayakan Holi selama akhir pekan, meskipun mereka tetap mengambil tindakan pencegahan, seperti mengenakan masker wajah.
Beberapa dari mereka tidak mau mengambil risiko, seperti yang diungkapkan Nicky Singh yang tinggal di Amritsar, di negara bagian Punjab, India.
Nicky memilih tinggal di dalam rumah dan bertukar salam melalui telepon daripada merayakan Holi di tempat ramai.
"Karena, bersin saja sudah cukup untuk membuat waspada. Itulah perasaan umum di sini."
"Saya merasa senang bahwa saya memilih keamanan daripada perayaan," katanya.
Yahudi
Bagaimana cara memberi tahu agar orang tidak memeluk dan merangkul seorang janda yang sedang berduka di pemakaman?
Itu situasi sulit yang dihadapi oleh Rabi Jackie Tabick, dari Sinagoga West Central Liberal London.
"Situasi itu sangat sulit," katanya padaku.
"Saya akan bilang: `Saya tahu Anda ingin mengekspresikan cinta dengan memeluk janda yang berduka itu. Namun cara terbaik sekarang ini adalah dengan berbicara dengannya, mengangguk padanya. Jangan memeluk atau merangkulnya, karena itu bukan hal yang tepat untuk dilakukan saat ini. Saya pikir dia akan mengerti."
Rabi Jackie berencana untuk memberikan layanan dan pelajaran keagamaan secara daring, metode yang sudah dilakukan banyak sinagog liberal dan reformis.
Kepala Rabi Israel David Lau telah mengeluarkan imbauan untuk tidak menyentuh atau mencium mezuzah, yaitu gulungan berisi ayat-ayat agama yang ditempatkan di tiang pintu rumah.
Mezuzah biasanya disentuh atau dicium ketika memasuki bangunan atau ruangan.
Konferensi rabi Eropa juga telah menyarankan orang untuk tidak mencium barang-barang seperti gulungan Taurat.
Rabi Tabick mengatakan bahwa tidak mencium mezuzah bukan soal besar dalam kehidupan kaum Yahudi, tetapi "beberapa hal seperti itu telah menjadi rutinitas".
Kristen
Ratusan orang yang beribadah di Gereja Kristus di Georgetown, Washington DC, sebuah gereja bersejarah di ibu kota Amerika Serikat, diimbau untuk mengarantina diri sendiri.
Ini disebabkan seorang pendeta gereja menjadi orang pertama positif terjangkit virus corona di distrik itu.
Pendeta Timothy Cole dinyatakan positif Sabtu (07/03) lalu, dan kini tengah menjalani karantina bersama keluarganya.
Dilaporkan ada sekitar 550 orang yang menghadiri ibadah dimana Timothy memberikan komuni.
Di Vatikan, Paus Fransiskus memilih untuk tidak menyampaikan berkat tradisional Minggu dari teras jendela yang menghadap Lapangan Santo Petrus.
Sebagai gantinya ia menyampaikan berkat Minggu secara langsung melalui media internet, dalam upaya untuk mengurangi keramaian di Vatikan.
Ini dilakukan saat jutaan orang di Italia bagian utara tengah menjalani karantina.
Gereja-gereja Katolik dari Ghana hingga Amerika Serikat dan Eropa telah mengubah cara melaksanakan Misa guna menghentikan infeksi.
Para imam gereja meletakkan hosti atau roti sakramen di tangan para jemaat daripada di lidah. Mereka juga berhenti memberi anggur di piala komunal.
Alih-alih berjabatan tangan saat tanda perdamaian dalam prosesi ibadah, anggota jemaat diminta cukup mendoakan orang yang duduk di sebelah mereka.
Sekalipun paham pentingnya langkah-langkah semacam itu, beberapa jemaat merasa kehilangan.
Alexander Seale, seorang wartawan Prancis yang tinggal di London mengungkapkan "tidak ada lagi kegembiraan yang sama seperti sebelumnya."
"Tidak melakukan tanda damai dengan bersalaman dan tidak menerima hosti di mulut seakan menghilangkan bagian terpenting Misa itu sendiri."
"Bagi saya, secara pribadi, menerima komuni adalah hal yang berharga, Ini benar-benar tubuh Kristus, itu benar-benar berharga."
"Ini memalukan, tetapi saya mengerti bahwa tindakan ini harus diambil."
Penolakan untuk mengikuti perubahan tata cara ibadah dituding menjadi penyebab pesatnya penyebaran virus Corona di Korea Selatan.
Kebanyakan orang yang terinfeksi corona di negara itu terkait dengan kelompok Kristen yang disebut Gereja Shincheonji Yesus.
Tata cara ibadah dengan duduk berdekatan, diduga menyebabkan virus menyebar lebih cepat di antara jemaat, yang kemudian meluas dan menginfeksi orang lain.
Para pemimpin gereja ini juga dituduh menyembunyikan nama-nama anggota jemaat, yang menghambat pihak berwenang mengidentifikasi orang-orang yang terinfeksi sebelum virus itu menyebar pesat.
Untungnya, kasus di Korea Selatan unik.
Gereja-gereja di seluruh dunia terus mencari cara terbaik untuk membantu menghentikan penyebaran virus Corona dalam pedoman pemerintah.