Para WNI Kru Kapal Diamond Princess: Jemput Kami Pak Presiden
- bbc
Nasib kru berkewarganegaraan Indonesia yang masih berada di kapal pesiar Diamond Princess belum jelas hingga kini, meskipun pemerintah sebelumnya telah menyatakan sedang mengupayakan evakuasi.
Jumlah WNI yang terpapar virus corona di kapal yang kini tengah berlabuh di Pelabuhan Yokohama, Jepang itu bertambah menjadi sembilan orang, sementara pasien keempat yang merupakan penumpang kapal dilaporkan meninggal dunia pada Selasa (25/02).
Di tengah ketidakpastian ini, sejumlah WNI yang sejauh ini dinyatakan negatif dari virus corona mengaku kian cemas dengan kondisi di kapal.
Kru kapal Diamond Princess yang berstatus WNI sebanyak 78 orang, dan sembilan diantaranya telah dinyatakan positif terinfeksi.
Salah satu kru kapal, I Wayan Sudiarta, menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan kesehatan pada pekan lalu telah menyatakan dirinya dan sejumlah WNI lainnya tidak terinfeksi.
"Kami cuma ingin dievakuasi karena kita sudah dinyatakan negatif (dari Covid-19)," kata Wayan melalui sambungan telepon pada Selasa (25/02).
Namun, ia hanya bisa menunggu.
"Sampai saat ini belum ada kejelasan sama sekali tentang nasib kami disini," tuturnya.
"Kapan kami dijemput?," lanjutnya kemudian.
Pria asal Bali itu menjelaskan bahwa ia bertugas sebagai dishwasher di bagian dapur kapal. Namun, hari Selasa (25/02) merupakan yang terakhir untuk ia bertugas sebelum operasional dihentikan pada Rabu (26/02).
Awak kapal lainnya, Masfud, 40, yang bertugas sebagai seorang chef di Diamond Princess mengaku kekhawatiran terpapar terus berada di benaknya.
"Saling curiga itu ada lah. Bicara dengan teman, dekat-dekat kok ngeri juga. Kan nggak tahu kita, dia kena atau nggak," tutur Masfud.
"Sebenernya tempat ini otomatis sudah dinyatakanlah, mau terbuka atau nggak, virusnya ada dimana-mana. Kan nggak kelihatan dimana virus itu. Kalau kelihatan kan kita bisa lebih hati-hati," sambungnya.
Dia menambahkan langkah-langkah preventatif dia lakukan untuk menjada kesehatannya, termasuk selalu menggunakan masker dan rajin mencuci tangan.
Menanti kepastian
Masfud dan puluhan WNI lainnya masih menunggu keputusan pemerintah Indonesia untuk mengevakuasi mereka.
Pria asal Surabaya, Jawa Timur itu mengatakan bahwa ia menyaksikan pemerintah-pemerintah lain menjemput warga negaranya sementara ia hanya bisa menunggu.
"Hari ini (25/02) sekitar 400 warga Filipina yang merupakan kru telah dipulangkan. Jadi jumlah kru yang sebelumnya tinggal 900 sekarang ada sekitar 500 orang, termasuk diantaranya warga negara India. Dan mereka akan segera menyusul (dievakuasi)," kata Masfud.
"Beberapa saat yang lalu diumumkan bahwa pemerintah India siap mengangkut warganya besok sore," tambahnya.
Masfud menjelaskan bahwa dapur di kapal telah berhenti beroperasi sejak akhir pekan dan kini makanan telah disediakan oleh pihak katering. Pihak kru, tambahnya, hanya membantu mengangkut dan membagikan makanan itu.
"Ada sekitar 200 kru yang berada dalam isolasi untuk perawatan terkait keluhan gejala-gejala seperti panas. Mereka harus berada di dalam kamar dan tidak boleh keluar," kata Masfud.
Ia menyampaikan keinginannya untuk segera dievakuasi dan kesiapannya untuk menjalankan proses karantina sesuai yang dibutuhkan.
"Kalau saya, harus yakin dulu kalau saya itu clear , bebas, negatif dari corona ini sebelum saya ketemu keluarga. Jadi intinya kita yakin jangan kita membawa ini dari lingkup yang terkecil, dari menularkan keluarga dan semua masyarakat pada umumnya," kata Masfud.
Media Jepang, NHK, melaporkan pada hari Selasa bahwa di antara penumpang dan anggota awak kapal pesiar Diamond Princess, 691 kasus telah dikonfirmasi.
Angka itu melonjak dari sebelumnya yang disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada 19 Februari, dimana sebanyak 446 orang dari 3.711 orang di kapal pesiar Diamond Princess terinfeksi selama masa karantina 14 hari.
Belum ada kepastian mengenai evakuasi
Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai langkah evakuasi dari pemerintah, walaupun sejumlah pakar telah mengimbau agar segera mengambil tindakan.
Senin lalu (24/02), Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan pemerintah tidak ingin gegabah dengan langsung mengevakuasi WNI di Diamond Princess. Langkah itu, kata Terawan, butuh pertimbangan yang matang.
"Kalau semau sendiri, bisa membentuk episentrum baru. Tidak boleh. Saya harus berusaha kita pemerintah itu menjaga yang 260 juta ini tetap bisa survive sembari kita melakukan tindakan-tindakan untuk juga menyelamatkan masyarakat kita yang ada di Jepang," kata Terawan kepada wartawan di lingkungan Istana Kepresidenan saat itu.
"Tapi prosedur dan tata caranya jangan mengikuti apa yang mereka inginkan, hanya sekedar secepatnya saja. Harus butuh negosiasi yang detail, yang baik, sehingga apa yang kita lakukan jangan sampai kita diketawain dunia di kemudian hari," tambahnya.
Saat dihubungi BBC News Indonesia pada Selasa (25/02) Achmad Yuniarto, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan mengatakan pemerintah terus membahas mekanisme evakuasi awak kapal Diamond Princess, termasuk berkomunikasi dengan pihak berwenang di Jepang.
Achmad menjelaskan bahwa Kementerian Kesehatan sudah siap, jika diputuskan evakuasi akan dilaksanakan, walaupun memang belum dijadwalkan.
"Kita sudah menyiapkan tim yang jemput, tenaga medis yang akan mendampingi. Semuanya sudah kita siapkan. Tinggal kapan berangkat," kata Achmad.
Walaupun demikian, ia sebut bahwa fokus prioritas pemerintah saat ini adalah melakukan evakuasi terhadap kru World Dream terlebih karena lokasinya paling dekat dengan Indonesia.
Kapal yang terakhir berlabuh di Hong Kong itu saat ini sudah melepaskan jangkar di perairan internasional yang tidak jauh dari Pulau Bintan, kepulauan Riau.
Pemerintah akan menjemput WNI yang berada di dalam kapal itu untuk menjalankan karantina di Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
"Sudah sangat siap [evakuasi WNI di Diamond Princess]. Tetapi fokus kita kan sekarang yang sedang kita kerjakan. Yang sedang kita kerjakan sekarang kan World Dream, yang jelas sudah di depan mata," ujar Achmad.