Berlin, Ibu Kota Metropolitan yang Kesepian
- dw
Satu dari setiap dua rumah tangga di Berlin hanya hidup seorang diri. Kini di ibu kota Jerman itu terdapat sambungan telepon khusus untuk menemani orangtua mengobrol, pesta yang dirancang khusus untuk berpelukan, dan grup di Facebook yang khusus membantu penderita kesepian.
Berdasarkan laporan tahun 2018 yang dirilis di harian Berlin Tagesspiegel, ada 1.300 orang sukarelawan yang bekerja untuk memerangi kesepian. Jumlah tersebut mungkin terdengar banyak, namun sebenarnya tidak, jika dibandingkan dengan populasi di Berlin yang mencapai 3,6 juta orang.
Dalam laporan yang sama diungkap setidaknya 300 orang per tahun meninggal di apartemen mereka tanpa diketahui, bahkan terkadang baru ditemukan setelah berminggu-minggu. Di media Jerman dan media sosial, Berlin pun dijuluki sebagai "ibu kota kesepian."
Sebuah survei yang dilakukan oleh pemerintah federal Jerman mengungkapkan bahwa dari tahun 2011 hingga 2017, jumlah orang Jerman antara usia 45 – 84 yang merasa sangat kesepian melonjak hingga 15%. Dalam beberapa kelompok umur, jumlah itu melonjak hingga 59%. Terbukti, satu dari empat remaja dilaporkan merasakan kesepian.
Epidemi global untuk semua umur, ras, dan jenis kelamin
Meningkatnya isolasi di tengah masyarakat terjadi lintas usia, gender dan negara.
Sebelumnya, Inggris telah memiliki kementerian yang mengurusi kesepian. Kementerian dibentuk pada 2018 setelah sebuah penelitian menemukan bahwa 9 juta warga Inggris merasa kesepian. Direktur organisasi nirlaba Age UK, Mark Robinson mengatakan kesepian terbukti lebih buruk bagi kesehatan jika dibandingkan dengan merokok 15 batang sehari.
Sedangkan di Jepang, lebih dari 10 tahun para lelaki muda mengunjungi sebuah kafe untuk sekadar berbicara dan terkadang berpelukan dengan perempuan, atau pura-pura berkencan.
Sementara di Cina, kebijakan satu anak telah mendatangkan malapetaka pada keseimbangan gender sehingga ada laporan yang menyebutkan bahwa adanya peningkatan kasus penyelundupan perempuan yang diculik dari sejumlah negera, seperti Myanmar. Mereka diculik untuk dijadikan "pengantin” bagi pria muda yang kesepian.
Jangan salahkan media sosial
Institut Kesehatan Nasional AS mengungkapkan resiko kesepian meliputi tekanan darah tinggi, penyakit jantung, obesitas, sistem kekebalan tubuh yang melemah, kecemasan, depresi, penurunan kognitif, penyakit Alzheimer, dan bahkan kematian.
Sebuah studi yang dirilis Cigna menemukan bahwa kesepian juga bisa berdampak pada karier seseorang yang mengarah pada upah yang lebih rendah dan tidak mendapatkan promosi jabatan, atau faktor lainnya seperti kurang akrab dengan rekan kerja.
Banyak yang menyebut perangkap kehidupan modern seperti media sosial, streaming video, dan video game sebagai penyebab munculnya rasa kesepian, tetapi para peneliti telah memperingatkan bahwa ada penyebab yang lebih dalam.
Studi Cigna mengatakan bahwa "tingkat interaksi langsung, kesehatan fisik dan mental, dan keseimbangan hidup lebih mungkin untuk mendorong terciptanya rasa kesepian daripada penggunaan media sosial."
Para ilmuwan dari Psychology Today mengatakan bahwa meningkatnya jumlah orang yang hidup sendiri, seperti dalam kasus di Berlin, adalah salah satu dari banyak faktor. Salah satu solusi yang disarankan oleh studi Cigna ke para pemimpin perusahaan adalah menciptakan interaksi mendasar di kantor, seperti berbicara, melakukan kontak mata, hingga fisik.
(ha/ts)