Emmanuel Macron: Jangan Cap Buruk ke Muslim dan Pemakai Hijab
- bbc
Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan warganya agar tidak "memberi cap buruk" kepada Muslim atau menghubung-hubungkan Islam dengan terorisme.
Pernyataan ini dibuat sesudah seorang perempuan Prancis menggugat seorang politisi sayap kanan yang mengkritiknya karena memakai hijab di tempat umum.
"Kita harus berdiri bersama dengan sesama warga negara," kata Macron dalam konperensi pers bersama dengan Kanselir Jerman, Angela Merkel hari rabu (16/10).
Ada lima juta penduduk Muslim di Prancis dan ini merupakan jumlah minoritas Muslim terbesar di Eropa Barat. Pemakaian hijab dilarang di sekolah, kantor pemerintah, dan gedung-gedung publik di Prancis.
Secara resmi Prancis merupakan negara sekuler dan pemakaian pakaian penutup tubuh telah menjadi sumber kontroversi dalam beberapa tahun terakhir.
Pekan lalu, seorang perempuan Muslim yang memakai hijab menemani anaknya yang sedang studi tur ke parlemen lokal di Bourgogne-Franche-Comté di Prancis timur.
Ia menerima cercaan secara verbal dari ruang sidang anggota parlemen.
Foto perempuan itu disebut dengan nama Fatima memeluk erat anaknya menjadi viral sesudah rekaman insiden cercaan tersebut diunggah di media sosial.
Peristiwa itu juga memicu demonstrasi di jalan dan menghidupkan lagi perdebatan nasional mengenai pemakaian hijab di Prancis.
Sekarang ini di Prancis tidak ada larangan seorang ibu memakai hijab saat melakukan studi tur sekolah.
Pada hari Rabu, Presiden Macron merasa perlu menanggapi dengan menyerukan pemahaman lebih baik mengenai agama Islam di Prancis. Ia juga mengecam apa yang disebutnya sebagai "jalan pintas" yang mengaitkan Islam dengan terorisme.
"Para komentator politik punya kewajiban," katanya seraya menambahkan, "komunialisme bukan terorisme".
Anakku memelukku
Peristiwa di gedung parlemen di Prancis timur itu terjadi dalam sebuah studi tur sekolah pada hari Jumat tanggal 11 Oktober. Saat itu Fatima menemani anaknya dalam tur sekolah.
Saat debat parlemen berlangsung, seorang politikus dari partai berhaluan kanan, National Rally, yang dipimpin Marine Le Pen, melihat Fatima. Ia juga memerintahkan Fatima untuk mencopot hijabnya.
Sang politikus, Julien Odoul, juga mengunggah cekcok mulut ini di Twitter dengan teks mengutip yang dikaitkan dengan Islam radikal.
"Sesudah pembunuhan empat orang polisi kita, (provokasi) macam ini tak bisa kita tolerir," tulisnya.
Dalam wawancara dengan kelompok anti Islamofobia Prancis CCIF, Fatima mengatakan ia duduk tenang di pojok ruangan ketika ia mendengar seseorang berteriak "atas nama sekularisme!".
"Orang-orang mulai saling berteriak dan marah-marah," .
"Yang saya khawatirkan cuma satu hal, anak-anak ketakutan. Mereka sangat kaget dan trauma."
"Saya coba menenangkan mereka. Anak saya mendekat dan memeluk saya, lalu menangis. Saya bilang saya tak bisa tinggal di ruangan itu."
Pengacara Fatima, Sana Ben Hadj, mengatakan kliennya merasa "dipermalukan" sesudah gambar insiden itu disebarluaskan.
CCIF mengatakan Fatima mengajukan keberatan di kota Dijon dengan alasan "kekerasan rasial dilakukan oleh orang yang memiliki kewenangan publik", sembari menambahkan bahwa keluhan lanjutan akan disampaikan di Paris untuk "hasutan kebencian rasial".
Hijab jadi perdebatan besar
Insiden ini juga memicu debat apakah diperbolehkan bagi seorang ibu memakai hijab dalam kesempatan studi tur sekolah.
Menteri pendidikan Jean-Michel Blanquer dikritik lantaran mengatakan hijab "tidak diinginkan" oleh masyarakat Prancis, dan Marine Le Pen menyerukan larangan.
Larangan bagi kerudung, hijab, dan berbagai simbol agama yang "mencolok" di sekolah negeri diberlakukan di Prancis tahun 2004.
Pada 2011, Prancis menjadi negara Eropa pertama yang melarang cadar yang menutupi seluruh wajah di ruang-ruang publik.
Sementara alternatifnya seperti hijab, yang menutup kepala namun tetap memperlihatkan wajah pemakai masih diperbolehkan.