Trump Tidak Setuju Teriakan 'Pulangkan Dia' atas Ilhan Omar
- bbc
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan dirinya tidak setuju dengan teriakan para pendukungnya yang menyerukan agar anggota Kongres kelahiran Somalia, Ilhan Omar, dipulangkan.
Trump mengatakan, teriakan "pulangkan dia" yang disuarakan pendukungnya saat dia menyampaikan pidato di acara kampanye, membuatnya tidak nyaman.
"Saya tidak senang dengan itu. Saya tidak menyetujuinya," ujar Trump mengomentari teriakan pendukungnya.
Namun, dia tidak menjelaskan apa yang tidak dia setujui.
"Memang ada teriakan itu dan saya merasa tidak nyaman."
"Seperti Anda tahu, saya tak menghiraukan dan segera melanjutkan sambutan," ujarnya kepada awak media, Kamis (18/07).
Teriakan para pendukung Trump, yang muncul setelah Trump mengkritik Omar dan tiga perempuan anggota kongres lainnya, dikecam oleh banyak pihak, termasuk oleh politisi Partai Republik.
Omar adalah warga negara Amerika Serikat yang pindah dari Somalia bersama kelurganya untuk menghindari konflik sipil di negara itu.
Ilhan Omar (kanan) dan Alexandria Ocasio-Cortez (kiri), dua dari anggota kongres non-kulit putih yang disuruh pulang oleh Trump - AFP
Teriakan kontroversial
Pekikan kontroversial itu berlangsung pada acara kampanye Trump di North Carolina.
Trump disemangati oleh ribuan orang ketika dia sekali lagi menuduh Omar dan sesama perempuan anggota kongres lainnya, Alexandria Ocasio-Cortez, Rashia Tlaib, Ayanna Pressley - dikenal sebagai "the Squad" - membenci Amerika.
Para kritikus mengatakan ucapan Trump menggemakan frasa "kurung dia" yang diadopsi oleh pendukungnya terhadap Hillary Clinton menjelang pemilihan presiden 2016.
Teriakan "pulangkan dia" yang kemudian diserukan para pendukung Trump, muncul ketika ketegangan yang terus memanas antara Trump dan empat perempuan anggota Kongres dari Partai Demokrat terkait unggahan statusnya di Twitter baru-baru ini.
Dalam cuitannya, Trump mengatakan kepada empat politisi non-kulit putih itu untuk "pulang" ke negara asal mereka.
Dari kiri ke kanan: Rashida Tlaib, Ayanna Pressley, Ilhan Omar, dan Alexandria Ocasio-Cortez berbicara soal cuitan Trump yang diarahkan kepada mereka. - EPA
Bagaimana reaksinya?
Mengomentari pekikan yang ditujukan kepadanya, Omar mengatakan: "Setiap orang di negara ini, yang bercita-cita untuk menjadi bagian dari tatanan Amerika memahami bahwa apa yang dikatakan presiden ini tidak perlu diambil hati."
"Ketika dia memuntahkan ideologi fasisnya di atas panggung, meminta warga AS untuk pulang karena mereka tidak setuju dengan kebijakannya yang merugikan bagi negara kita, kami memberi tahu orang-orang bahwa di Amerika Serikat perbedaan pendapat adalah patriotik, di sini di Amerika Serikat perselisihan disambut. "
Sehari sebelumnya, Omar mengutip puisi karya Maya Angelou Still I Rise dalam cuitannya dan kemudian mengunggah foto dirinya di Dewan Perwakilan Rakyat dengan keterangan, "Saya berada di tempat yang sepantasnya"
Di Twitter, tagar #IStandWithIlhan mulai menjadi tren ketika Demokrat mengekspresikan dukungan mereka untuk Omar dan mengkritik presiden karena mendorong teriakan itu dengan retorikanya.
Senator calon presiden dari Partai Demokrat Bernie Sanders mencuit: "Trump memicu arus yang paling tercela dan mengganggu dalam masyarakat kita" sementara Senator Kamala Harris, pesaing Demokrat dalam pemilihan presiden 2020 lainnya, menggambarkan tindakan Trump sebagai "keji".
Pemimpin fraksi Demokrat di Senat, Chuck Schumer, menyamakan apa yang dilakukan Trump dengan kediktatoran.
Beberapa politisi berhaluan konservatif juga mengecam penggunaan ungkapan itu.
Ketua Komite Kongres Nasional Republikan Tom Emmer - yang, seperti Omar, mewakili Minnesota di Kongres - mengatakan kepada wartawan bahwa dia tidak setuju dengan bahasa tersebut.
"Tidak ada tempat untuk pembicaraan seperti itu," kata Emmer, seperti dikutip dari Politico.
Dia mengatakan seruan itu "tidak dapat diterima".
Anggota Kongres yang mewakili North Carolina, Mark Walker, mengatakan bahwa ia "bergelut" dengan teriakan itu dan bahwa fokusnya harus pada "sejarah, kata-kata & tindakannya" alih-alih "ungkapan yang menyakitkan kepada teman-teman kita di komunitas minoritas".
Rekannya dari Partai Republik, Adam Kinzinger mengatakan, nyanyian itu "buruk".
Komentator konservatif Ben Shapiro mengatakan, "melantunkan deportasi dia (Omar) karena dia melakukan tindakan yang dijamin Amandemen Pertama adalah menjijikkan".
Senator Lindsay Graham, seorang pendukung Trump yang vokal, membela presiden, meskipun dia mengatakan dia berharap Trump akan fokus pada "kebijakan, bukan kepribadian".
"Saya sudah mengatakan sebelumnya bahwa jika Anda seorang pengungsi Somalia yang mengenakan topi MAGA (Make American Great Again), dia tidak ingin mengirim Anda kembali. Anda mungkin akan makan malam di Gedung Putih," kata Graham kepada wartawan.
Pemimpin Partai Republik, Mitch McConnell, mengatakan kepada Fox Business Network pada hari Kamis bahwa Trump sedang "melakukan sesuatu" dengan menyerang keempat penting itu karena kebijakan mereka akan menjadi penting dalam pemilihan mendatang.
"Kita dalam debat besar sekarang dan tahun depan debatnya tentang seperti apa Amerika yang kita inginkan. Apakah kita benar-benar berpikir sosialisme berlaku di sini pada saat terjadinya kemakmuran besar dan tingkat pengangguran rendah dalam 50 tahun?"
Sebuah resep untuk kampanye yang beracun
- BBC
Tiga tahun lalu, kerumunan orang dalam kampanye Donald Trump menyerukan hukuman penjara bagi lawan politik. Pada hari Rabu, mereka meneriakkan agar anggota partai oposisi diusir dari negara itu.
Ini bukan perilaku yang melambangkan demokrasi yang sehat dan berfungsi dengan baik.
Pembela presiden telah menguraikan bahasanya yang memicu amarah sebagai upaya untuk menjelaskan mengapa memberi tahu orang-orang untuk "pulang" ke "tempat yang benar-benar rusak dan penuh kejahatan dari mana mereka berasal" bukan hanya iterasi terbaru dari makian rasis kuno.
Mereka bersikeras itu hanya sentuhan ala Trump pada slogan "suka atau tinggalkan"
Namun, ketika retorika menyaring kerumunan presiden yang vokal, nuansa seperti itu hilang.
Trump adalah politisi dengan pendekatan insting yang merasakan kelemahan dan peluang dan sering bertindak sebelum sebuah strategi terbentuk sepenuhnya.
Namun, tujuannya jelas.
Dia mencoba untuk menabur perpecahan dalam jajaran Demokrat sekaligus membangun basis yang antusiasmenya akan diperlukan dalam pemilihan mendatang.
Cara seperti itu bukannya tanpa risiko. Tindakannya dapat memotivasi dan menyatukan lawan yang jumlahnya sama banyaknya dengan basis pendukungnya.
Ini adalah resep untuk kampanye beracun dan memecah belah yang akan menjadi buruk - dan cepat.
Apa lagi yang dikatakan Trump?
Dalam sebuah wawancara dengan Daily Mail, tepat sebelum kampanye di Greenvile, Trump mengatakan dia "bukannya tidak senang" dengan bagaimana perselisihan itu berjalan dan menyebut dia yakin dia "memenangi perseteruan politik.... dengan telak".
"Saya tidak menyukai pertarungan," kata Trump. "Saya menikmatinya karena saya harus menyampaikan kepada orang-orang Amerika. Dan Anda harus menikmati apa yang Ada lakukan. Saya menikmati apa yang saya lakukan."
"Saya tidak punya tulang rasis dalam tubuh saya!" cuit Trump. - Getty Images
Apa latar belakangnya?
Dalam serangkaian cuitan pada hari Minggu, presiden mengatakan empat perempuan anggota kongres - yang dia tidak sebut nama-namnya - "berasal dari negara-negara yang pemerintahnya adalah bencana" dan harus "pulang".
Presiden membantah tuduhan bahwa cuitan itu rasis, tetapi DPR yang dikuasai Demokrat meloloskan pernyataan sikap yang mengecam "komentar rasis Trump yang telah melegitimasi ketakutan dan kebencian terhadap orang Amerika dan orang kulit berwarna".
Sebuah jajak pendapat yang dirilis bulan ini oleh Pew Research Center menemukan bahwa sementara 62% orang Amerika secara keseluruhan percaya keterbukaan terhadap orang-orang dari seluruh dunia "penting bagi siapa kita sebagai suatu bangsa".
Adapun 57% responden dari Partai Republik mengatakan bahwa AS berisiko "kehilangan identitas kita sebagai bangsa "jika terlalu terbuka.
Sebelumnya pada hari Rabu, upaya untuk meluncurkan proses pemakzulan terhadap Trump diblokir di DPR AS setelah gagal memenangkan dukungan yang cukup, dengan hanya 95 Demokrat yang mendukung.