Gadis Depan Tameng polisi, Simbol Melawan RUU Ekstradisi di Hong Kong
Lam Ka Lo menjadi wajah yang mewakili unjuk rasa besar-besaran di Hong Kong menentang Rancangan Undang Undang Ekstradisi yang kontroversial.
Perempuan muda yang difoto duduk di depan barisan polisi bertameng ini mengatakan kepada BBC bahwa dia akan terus berjuang meskipun RUU sudah ditunda tanpa batas waktu.
Ia difoto saat Hong Kong sudah gelap dan kerumunan orang berkurang.
Ia sendirian dalam pose meditasi, duduk menantang di depan sederet polisi antihuru-hara.
Kejadian ini menjadi gambar yang mewakili unjuk rasa Hong Kong.
"Keberanian menghadapi kebrutalan. Indah," tulis seorang pengamat di Twitter.
- AFP
"Kepolosan generasi muda dan tameng kerusuhan otoritas," tulis seorang wartawan Irlandia di Hong Kong, Aaron Mc Nicholas.
Dinamakan "Gadis di Depan Tameng", dia bahkan menjadi inspirasi karya seni salah satu seniman pembangkang China, Badiucao.
Lam Ka Lo, 26 tahun, datang ke daerah tersebut sendirian, di mana kantor pusat pemerintah berada, pada Selasa malam, beberapa jam sebelum dilakukannya unjuk rasa yang diorganisir Civil Human Rights Front.
Di tempat itu terdapat ratusan pengunjuk rasa bersamanya, tetapi jumlah polisi dengan seragam penuh antikerusuhan terus bertambah.
"Tidak seorangpun berani berdiri begitu dekat dengan para polisi," katanya sambil menambahkan bahwa dirinya tidak takut terhadap polisi tetapi mengkhawatirkan pengunjuk rasa lain akan terluka.
Dia mulai bermeditasi dan membaca mantra Om ketika keadaan semakin tegang.
"Saya hanya ingin mengirimkan gelombang positif," katanya.
"Tetapi para pengunjuk rasa juga mengejek polisi. Saat itu, saya hanya menginginkan sesama pengunjuk rasa untuk berada di samping saya dan tidak mengejek mereka."
Tetapi perepuan muda tersebut tidak ingin menjadi wajah yang mewakili unjuk rasa.
"Saya tidak ingin diperhatikan," kata Lam.
"Tetapi jika orang menjadi tersentuh karena melihat saya duduk di depan polisi, saya harap akan lebih banyak orang yang akan terdorong untuk menjadi lebih berani, menyatakan diri."
Bermeditasi dan kemarahan
Ketenangan Lam terutama berasal dari kebiasaannya bermeditasi.
Lam telah mengunjungi belasan negara di Asia, Amerika Latin, Amerika Utara dan Eropa. Dia mempelajari meditasi saat mengunjungi Nepal empat tahun lalu - ketika negara itu mengalami gempa bumi mematikan.
Perempuan muda itu mengatakan dirinya sebenarnya emosional, tetapi meditasi membantunya lebih menyadari keadaan perasaannya dan mencapai kedamaian hati.
Tetapi Lam yang hampir setiap hari berada di jalan saat Gerakan Payung 79 hari di tahun 2014, tetap tidak siap menghadapi bentrokan yang terjadi antara polisi dan pengunjuk rasa pada hari Rabu sore.
"Saya merasakan sedikit kebencian karena sejumlah mahasiswa dilukai polisi," katanya dan menambahkan dirinya tidak berada di tempat unjuk rasa ketika terjadi kekerasan di hari Rabu. "Adalah manusiawi memiliki perasaan."
Perempuan muda tersebut tetapi kemudian mengatakan, gerakan unjuk rasa seharusnya tidak mengasingkan para polisi dan dirinya masih mempercayai bahwa jalan tanpa-kekerasan adalah cara untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai para pengunjuk rasa.
"Kekerasan tidak menyelesakan apa pun."
Pimpinan Hong Kong, Carrie Lam, mengumumkan penundaan RUU Ekstradisi. - AFP
Terus berjuang
Pada hari Sabtu, para pengunjuk rasa mencatat suatu kemenangan penting. Pimpinan Hong Kong mengatakan bahwa RUU Ekstradisi akan ditangguhkan dan Carrie Lam tidak memberikan jadwal pengenalannya kembali.
Tetapi Lam Ka Lo tetap menunjukkan penentangan.
"Saya tidak melihatnya sebagai suatu keberhasilan."
Dia menginginkan RUU tersebut dicabut, bentrokan hari Rabu tidak dipandang sebagai suatu kerusuhan dan dibebaskannya pengunjuk rasa yang ditangkap.
Dia mendorong sesama pengunjuk rasa untuk melanjutkan perjuangan dan bergabung dalam pawai hari Minggu.
"Datang bersama-sama teman-teman dan keluarga Anda. Datang berkelompok. Sampaikan pandangan Anda dalam cara Anda. Saya bermeditasi, tetapi ini bukan satu-satunya cara. Setiap orang dapat melakukan protes secara kreatif dan bermakna."