WNI Alami Kekerasan di Melbourne Jangan Takut Berurusan dengan Hukum
- abc
Banyak warga Australia yang seperti dari Indonesia sering menghindari urusan hukum dan pengadilan karena merasa ada kendala bahasa. Padahal pemerintah menyediakan penerjemah profesional secara cuma-cuma.
Korban kekerasan Titis Pratiwi dipukul orang tidak dikenal di Footscray hari Minggu malam. Pelakunya beberapa remaja yang kemudian menuduh polisi melakukan tindak kekerasan terhadap mereka. Kalau kasusnya dibawa ke pengadilan disediakan jasa penerjemah untuk mereka yang membutuhkan
Titis Pratiwi sedang berjalan keluar dari stasiun kereta Footscray, sekitar 7 kilometer dari pusat Kota Melbourne, ketika ia berpapasan dengan dua remaja perempuan pada hari Senin (10/6/2019) pukul 9.30 malam.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka memukul mata Titis.
"Saya tidak kenal mereka, tidak pernah bicara dengan mereka. Saya dipukul tanpa sebab," kata Titis yang bekerja sebagai staf pengajar penerjemahan di Monash University dan University of Melbourne.
Pemukulan itu terjadi depan protective service officers (PSO), petugas berseragam yang ditempatkan menjaga tempat umum seperti stasiun kereta.
"Pelaku langsung ditangkap oleh PSO," kata Titis kepada Alfred Ginting dari ABC Indonesia.
Tak lama kemudian teman-teman pelaku, yang semua remaja perempuan, berdatangan meminta temannya dibebaskan.
Situasi menjadi ricuh, mereka memprotes tindakan empat orang PSO yang semuanya laki-laki.
"Mereka berteriak mengatakan kalau mereka tidak melakukan apa-apa, saya menipu, perlakuan yang mereka terima bermotif rasisme dan polisi bertindak brutal. Mereka juga berteriak mengancam saya," kata Titis.
"Selain pelaku yang memukul saya, satu orang lagi diborgol dan ada yang disemprot pepper spray oleh PSO. Situasi itu membuat orang lewat yang tidak tahu kejadian awalnya bisa terpengaruh kalau yang sedang terjadi adalah tindakan brutal polisi."
Titis kemudian dibawa ke kantor polisi yang berada tepat di sebelah stasiun Footscray, dan berada di sana selama tiga jam.
Dari suara radio polisi, Titis bisa mendengar rekan-rekan pelaku semakin banyak yang berdatangan dan bentrok dengan petugas polisi.
"Dari keterangan polisi mereka memang ingin sekali memberantas kenakalan anak-anak ini," kata Titis yang mengaku tidak jera tinggal di Footscray dan sebenarnya menyukai kawasan yang sangat multikultural itu.
"Polisi juga langsung mencari tahu umur pelaku, ternyata sudah 18 tahun. Artinya dia bisa dituntut di pengadilan."
Bantuan penerjemah gratis untuk urusan hukum dan pengadilan
Tindakan kriminal seperti yang dialami Titis bisa tidak dibawa ke pengadilan bila korban tidak ingin menuntut.
Jamak terjadi korban tindak kekerasan memilih mencabut tuntutan atau bahkan tidak melaporkan kasusnya karena tidak ingin direpotkan berurusan dengan polisi atau harus bolak-balik pengadilan yang konsekuensinya tidak bisa bekerja.
Tidak sedikit juga korban tindak kekerasan yang menghindari urusan hukum karena kendala bahasa, merasa tidak lancar berbahasa Inggris.
Titis mengetahui ini karena dia adalah penerjemah resmi yang sering dipanggil ke pengadilan untuk membantu orang Indonesia yang membutuhkan bantuan penerjemah.
Di Australia untuk menjadi penerjemah profesional harus mendapat akreditasi dari National Accreditation Authority for Translators and Interpreters (NAATI).
Titis bergabung dengan Translators and Interpreters Australia (TIA), sebuah agen tenaga penerjemah dan juru bahasa yang berada di bawah payung Professionals Australia.
"Di TIA ada banyak kelompok bahasa. Di Victoria, ada 10 orang juru bahasa Indonesia termasuk saya yang membantu orang Indonesia yang membutuhkan jasa penerjemahan seperti di pengadilan. Ada dana dari pemerintah negara bagian yang dikucurkan untuk agen, kami dibayar oleh agen," kata Titis.
Di pengadilan, Titis kerap membantu penerjemahan untuk perempuan asal Indonesia yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
"Banyak dari mereka kemampuan bahasa Inggrisnya sangat terbatas, tapi harus menghadapi urusan pengadilan yang rumit dan sangat menghabiskan waktu. Bantuan penerjemah setidaknya membantu sebagian masalah mereka," kata Titis.
"Untuk warga Indonesia di Australia pemegang visa apa pun yang sedang berhadapan dengan lembaga apa pun, entah LSM, klinik kesehatan, praktik dokter umum, Centrelink, Medicare, kantor pajak, dewan kota atau agen pemerintah lainnya, berhak didampingi oleh juru bahasa atau interpreter secara gratis.
"Tinggal minta kepada petugas. Pemerintah Australia menyediakan pengadaan penerjemah. Nanti akan dihadirkan penerjemah secara tatap muka atau lewat telepon."
Menurut Titis ini berguna untuk urusan yang rumit, walaupun seseorang merasa kemampuan Bahasa Inggrisnya sudah mumpuni.
"Nanti ketika saya menghadapi pengadilan untuk kasus saya, walaupun saya sendiri lancar berbahasa Inggris dan saya adalah seorang juru bahasa, saya tetap akan minta dihadirkan juru bahasa lain," kata dia.
"Tujuannya agar saya tidak perlu memproses bahasa hukum atau pembicaraan pengacara atau hakim yang terlalu cepat. Jadi saya cukup fokus ke duduk perkaranya saja."
Titis menambahkan juru bahasa bersertifikat sudah terlatih dan terjamin akan secara profesional membantu kliennya memahami proses yang terjadi dari sisi bahasa tanpa memihak sisi mana pun dan tidak akan membeberkan rahasia.