Wacana Menteri Milenial di Kabinet Baru, Malaysia Jadi Rujukan
- bbc
Wacana penunjukan menteri milenial dianggap bisa menjadi momen penting pembuktian bahwa anak muda bukan sekadar komoditas politik.
Namun presiden terpilih didesak memilih anak muda kompeten yang bernyali membuat terobosan, bukan sosok pelanggeng kekuatan politik lama.
Dalam sepekan terakhir muncul wacana menteri muda, yang disempitkan sejumlah politikus sebagai mereka yang berusia 20-40 tahun.
Merujuk catatan Komisi Pemilihan Umum, saat ini terdapat hampir 100 juta milenial di Indonesia. Namun setidaknya dalam satu pemerintahan terakhir, tidak ada menteri yang mewakili kategori usia itu.
Rata-rata usia menteri Kabinet Kerja adalah 54 tahun. Puan Maharani dan Imam Nahrawi merupakan dua menteri dengan usia termuda saat mereka ditunjuk, yakni 41 tahun.
Adapun, menteri yang berusia paling tua saat dilantik adalah Wiranto, 69 tahun.
Jika Jokowi calon Presiden yang menurut penghitungan cepat beragam badan survei paling berpeluang besar terpilih akhirnya menunjuk menteri milenal, beragam stigma negatif tentang muda-mudi bisa berangsur hilang.
Pendapat tersebut diutarakan Dara Nasution, juru bicara Partai Solidaritas Indonesia, partai yang mengklaim sebagai gudang politikus muda, meski gagal melewati ambang batas parlemen.
"Anak muda kerap dipinggirkan dan dianggap sekadar penarik suara. Pemberian kursi menteri langkah bagus dan menunjukkan bahwa anak muda punya kapasitas untuk memimpin."
"Selama ini ada stereotip politikus muda tidak bisa ngapa-ngapain , itu sangat saya rasakan," ujar Dara kepada BBC News Indonesia.
Menteri milenial di sejumlah negara bermunculan. Penunjukan mereka dinilai sebagai tren, seiring populasi generasi muda yang semakin besar.
Pemerintahan Malaysia yang saat ini dipimpin Mahathir Mohamad memiliki dua menteri milenial, yaitu Syed Saddiq serta Yeo Bee Yin.
Keputusan Mahathir memilih keduanya pada tahun 2018 disertai pro dan kontra, terutama tentang faktor usia mereka.
Saddiq dilantik pada usia 26 tahun sebagai menteri olahraga dan pemuda, sedangkan Bee Yin resmi mengurus bidang energi, teknologi, lingkungan, dan perubahan iklim kala berumur 35 tahun.
Dosen ilmu politik di Universitas Indonesia, Hurriyah, menyebut penunjukan menteri muda dapat memunculkan harapan, terutama di kalangan milenial.
Walau menurut Hurriyah, muda-mudi yang ditunjuk menjadi menteri harus benar-benar membawa citra pembaruan serta memiliki kompetensi mumpuni.
"Ada anggapan menteri harus punya pengalaman panjang dan karier politik. Di periode ini banyak yang seperti itu tapi ternyata tidak membuat terobosan signifikan," kata Hurriyah.
"Perlu dipertimbangankan, muda bukan sekedar milenial. Kalau hanya melanggengkan dinasti partai politik, sangat disayangkan karena yang muncul adalah anak-anak tokoh politik lama," tuturnya.
Sejauh ini sejumlah partai politik mengusulkan jago yang mereka anggap cocok mengisi kursi menteri dari kalangan milenial. Ada pula sosok muda yang terus diisukan masuk kabinet.
Sejumlah sosok itu antara lain Agus Harimurti Yudhoyono (Demokrat), Diaz Hendropriyono (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia).
Namun mengapa wacana menteri milenial ini belakangan dituturkan politikus di sekitar Jokowi? "Mereka yang memenuhi syarat karakter revolusi 4.0," kata Direktur Relawan Tim Kampanye Jokowi, Maman Imanulhaq.
Maman, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang turut mengusung Jokowi pada pilpres 2019, merujuk tren manufaktur berbasis data dan komputasi terkini. Fenomena global itu menjadi bidang kerja Jokowi dalam beberapa tahun terkahir.
"Mereka diharapkan mampu mereformasi birokrasi dan mental birokrat yang lelet serta sistem yang korup," kata Maman.
Lebih dari itu, Maman menyebut setiap partai memiliki kader yang mumpuni untuk menjadi menteri dengan status milenial. Walau ia mengklaim tak menyodorkan nama atau memaksa Jokowi memilih kader tersebut.
"PKB loyal, kami menyerahkan kepada presiden, termasuk menentukan calon menteri milenial. Kalaupun yang dipilih dari PKB, kami punya stok yang siap tampil. Sekitar 65 kursi kami di DPR didominasi anak muda," tuturnya.
Hal serupa juga dinyatakan PSI. Gagal lolos ke DPR untuk periode 2019-2024, mereka tahu diri untuk tak berkeras masuk kabinet meski menyokong Jokowi sejak awal pemilu lalu.
"Kok rasanya tidak pantas kalau kami merongrong Jokowi untuk jabatan menteri. Tapi kalau kader kami dianggap memenuhi kriteria, silakan."
"Kami tidak rapat khusus untuk menyiapkan nama. Dan anak muda terbaik pun tidak harus dari partai. Kalau ada anak muda di luar yang lebih jago, kenapa tidak?" kata Dara Nasution.
Pertanyaannya, apakah Jokowi benar-benar tengah menyaring milenial untuk mengisi kursi menteri di pemerintahan periode keduanya yang hampir di depan mata?
Jawabannya tidak, kata Muradi, akademisi Universitas Padjajaran sekaligus anggota tim pakar yang diminta Jokowi membuat daftar orang-orang berkompeten yang pantas menjadi menteri.
"Kami cuma diminta mengumpulkan nama, tidak spesifik calon menteri muda. Per kementerian ada tiga sampai lima calon, ada rekam jejak, presiden nanti menilai mana yang paling pas," ujar Muradi.
Tim pakar penyeleksi calon menteri yang dibentuk Jokowi ini terdiri dari sembilan akademisi. Mereka melakukan tugas yang sama, tak lama setelah Jokowi mengalahkan Prabowo Subianto tahun 2014.
Selain Muradi, anggota tim penyeleksi menteri itu adalah Andi Widjojanto, Makmur Keliat, Teten Masduki, Cornelis Lay, Ari Dwipayana, Jaleswari Pramodhawardani, Haryadi Anwari, dan Romanus Sumaryo.
"Partai menyerahkan calon mereka sendiri, kalau mengusung profesional silakan saja, kami tidak masuk ke wilayah partai," kata Muradi.
"Basuki Hadimuljono (Menteri PUPR) masuk kabinet tahun 2014 karena salah satunya didorong partai, kami mengusulkan juga. Susi Pudjiastuti juga begitu, akhirnya didukung partai.
"Sampai sekarang ada nama yang keluar-masuk (daftar calon menteri). Tapi kami sampai sekarang belum boleh bicara apa pun tentang mereka," tutur Muradi.