Sedih yang Dalam, Pria Ini Bikin Situs Membantu Anak-anak Berduka
- bbc
Ketika Callum Fairhurst memeluk kakak laki-lakinya yang berusia 14 tahun untuk terakhir kalinya, ia menjanjikan dua hal kepada sang kakak: untuk menjalani kehidupan yang luar biasa dan membantu orang lain.
Menjelang peringatan 10 tahun kematian sang kakak, Liam, Callum mendirikan sebuah situs web yang bertujuan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang tak bisa diungkapkan bocah berusia 12 tahun yang tengah merasakan duka yang mendalam.
Callum Fairshurst masih ingat jelas setiap detail kejadian tanggal 30 Juni 2009, hari ketika kakak laki-lakinya mengembuskan napas terakhirnya.
"Saya masih umur 12 tahun. Saya ingat acara TV yang sedang saya tonton saat itu, apa yang saya lakukan sebelumnya, apa yang saya lakukan setelahnya, bagaimana saya diberitahu," ujarnya. "Saya tidak benar-benar menyadari apa yang terjadi kala itu. Ketika para suster puskesmas turun, saya langsung tahu. Kami sedang makan malam di meja.
"Saya langsung tahu itulah kali terakhir saya akan melihatnya. Hal itu sangat jelas di ingatan saya. Hari-hari dan minggu-minggu berikutnya lebih terasa kabur."
Liam telah didiagnosa mengidap synovial sarcoma , sejenis kanker jaringan lunak langka, sejak Juli 2005, saat ia berusia 10 tahun.
Selama empat tahun berikutnya, ia menolak menerima keadaannya yang tak bisa disembuhkan, lantas memulai kampanye yang luar biasa, dan mengumpulkan uang sebesar £340 ribu (Rp6,2 miliar) semasa hidupnya, dan tambahan £7 juta (Rp128 miliar) setelah kematiannya.
Callum yang berasal dari Soham, Cambridgeshire, Inggris, mengatakan bahwa selama hidup - dan dalam kematiannya - sang kakak terus menginspirasinya.
"Saya ingat saya menciumnya dan merasakan sesuatu. Meskipun ia tidak sadar, ia tidak bisa memberikan respons, ada sesuatu di sana," ujarnya.
"Setelah itu saya ketakutan, emosional, saya menyembunyikannya. Melihat lagi ke belakang, saya rasa saya melindungi diri saya sendiri (saat itu).
"Orang-orang memberi dukungan seperti mendatangi dan memelukku. Tapi tidak ada dukungan formal. Saya mendapat sesi konseling tetapi saya merasa terpaksa melakukannya, berbulan-bulan setelah saya seharusnya mendatanginya."
Beberapa kawan salah berbicara tanpa mereka sadari, mereka hanya mengenal Callum sebagai "adiknya Liam", dan bentuk dukungan langsung yang mereka berikan adalah "tepukan bahu tanda simpati", ujarnya.
"Saya ingin tahu apakah tidak apa-apa untuk merasa bahagia. Saya tidak mau bunuh diri, saya tidak merasa depresi, akan tetapi saya berjuang susah payah. Saya mengalami mimpi-mimpi buruk, tapi di lain waktu saya benar-benar baik-bak saja.
"Liam sudah meninggal, tapi saya merasa berdosa karena terus melanjutkan hidup."
Callum mencurahkan seluruh energinya ke dalam upaya penggalangan dana, seperti sang kakak, bersepeda sejauh lebih dari 27.350 km keliling dunia pada tahun 2015-16, dan menyelesaikan perjalanan tuk-tuk melintasi 27 negara Eropa tahun lalu.
Kini ia tengah menjalani tahun terakhirnya di jurusan Pembangunan Internasional dan Politik di Universitas Anglia Timur.
Ia berbincang dengan anak-anak lain yang mengalami kedukaan untuk mengumpulkan sejumlah pertanyaan khusus yang mereka miliki ketika kehilangan saudara kandung mereka, dari mereka yang lebih muda yang bertanya tentang apa makna kematian yang sebenarnya, atau "Mengapa ibu dan ayah berbeda?" hingga dilema anak muda dengan minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.
Hasilnya adalah sebuah forum daring baru bernama Sibling Support yang diciptakan Callum bersama sejumlah kalangan profesional dan pemuda-pemudi yang mengalami langsung hal yang serupa dengannya.
Di dalamnya termasuk rincian tentang bagaimana cara menciptakan kotak ingatan, dan rencana untuk memasang fungsi pesan instan yang bisa digunakan anak-anak secara anonim.
Pertanyaan yang jelas dan jernih memungkinkan anak-anak dan pemuda/i mendapatkan jawaban langsung - Sibling Support
Ann Rowland dari Child Bereavement Inggris mengatakan bahwa anak-anak yang berduka cita atas kematian saudara kandungnya menghadapi tantangan-tantangan tertentu.
"Bisa jadi sebuah rasa kehilangan yang sangat dalam pada setiap kejadian besar dalam hidup di sepanjang sisa usia mereka, atau sebuah kesadaran sejak dini tentang `kerapuhan hidup`," ujarnya.
"Anak yang meninggal dunia (biasanya) disanjung-sanjung, di mana hanya hal-hal positif yang diingat, sementara saudara kandungnya yang masih hidup bisa jadi malah merasa diabaikan dan bahwa mereka `tidak lebih baik`. Orang tua juga bisa menjadi overprotektif terhadap anak-anaknya yang masih hidup, dan hal itu berdampak terhadap kebebasan mereka."
Ia mengatakan bahwa masih ada "celah nyata" dalam dukungan online bagi saudara yang berduka.
"Situs ini - dibuat oleh para saudara yang berduka untuk saudara lainnya yang berduka - akan membantu mengurangi perasaan terisolasi yang banyak dirasakan oleh mereka."
"Kuncinya adalah dukungan informal," ujar Callum.
"Bisa sesederhana ketika seorang guru berhadapan dengan seorang anak umur 5 tahun yang punya banyak pertanyaan. Banyak anak yang tidak mengerti apa arti kematian: bahwa ia tidak bisa makan, minum atau tidur; ia juga tidak bisa merasakan sakit; ia tidak akan bangun kembali."
Para saudara kandung, yang ia gambarkan sebagai "para penduka yang terlupakan",bisa membaca kisah-kisah pribadi orang lain, di mana juga terdapat animasi yang menjelaskan proses berduka.
Anne Streather, dari lembaga amal kedukaan bernama Stars yang bermarkas di Cambridge, mengatakan bahwa orang-orang muda kerap mengalami dampak negatif dari perasaan berduka tanpa mekanisme yang tepat untuk menghadapinya.
"Mereka bisa merasa terisolasi dan sendirian, tidak mampu berkonsentrasi di sekolah, rentan terhadap masalah kesehatan mental, seperti menyakiti diri sendiri dan gangguan makan," jelasnya.
"Anak-anak tidak mengerti mengapa mereka merasakan apa yang mereka rasakan dan berpikir bahwa tak ada orang lain yang memahami mereka. Mereka ketakutan."
Sekitar 180 anak yang berduka di seantero Cambridgeshire dirujuk ke lembaganya pada tahun lalu, dan pada bulan Januari 2019 sendiri, jumlah rujukan tersebut berlipat ganda, dari 20 menjadi lebih dari 40 rujukan.
"Anak-anak perlu sering diyakinkan bahwa perilaku mereka yang tengah berduka adalah hal yang normal - bahwa hal itu akan berlalu," ujar Streather.
"Dukungan informal seperti itu mengedepankan kebutuhan sang anak."
`Saya sangat bingung ketika saudara kembar saya meninggal dunia`
Jessica Mould, sekarang berusia 15 tahun, dan saudara kembarnya Harry, yang meninggal pada 2009, berusia lima tahun. - Odette Mould
`Saya masih merindukan Harry. Saya bangga terhadapnya - dan saya rasa ia juga bangga terhadap saya.`
Jessica Mould, 15 tahun, dari Milton Keynes, kehilangan saudara kembar laki-lakinya tahun 2009 lalu saat berusia lima tahun.
"Saya akan selalu ingat ketika kami merayakan ulang tahun kami yang kelima dengan digelarkan pesta High School Musical, dan kami pergi ke bioskop dan menari di depan dengan teman-teman kami," ungkapnya.
"Hari itu sungguh indah. Setiap kali saya melihat foto dan videonya, saya terbawa kembali ke momen-momen itu, dan saat itulah perasaan itu menghantam saya.
"Ini terdengar aneh, akan tetapi saya tidak merasa sedih ketika saudara saya meninggal, saya hanya bingung. Saya kira dia akan kembali; saya tidak mengerti konsep kematian sama sekali. Belakangan saya menjadi sedih karena ia masih sangat muda; saya bertanya-tanya akan seperti apa ia sekarang. Saya masih mengingatnya sebagai seorang anak umur lima tahun.
"Orang tua saya sangat mengasihi dan baik setelah kejadian itu. Saya sekarang paham bahwa mereka ingin melindungi saya. Kami pergi ke pertemuan kelompok berduka, tapi lokasinya sangat jauh. Tak ada yang digelar di dekat rumah, yang membuatnya cukup sulit.
"Remaja tidak terlalu bisa menunjukkan emosi mereka, maka itu tak peduli sesulit apa pun itu, bagikan perasaan Anda kepada orang lain - hal itu sangat melegakan. Anda akan menemui orang-orang yang tidak mengerti (tentang perasaan Anda) - tapi secara jangka panjang, membicarakan perasaan Anda adalah hal yang baik."
Callum menggambarkan para saudara kandung yang berduka sebagai `penduka yang terlupakan` - Getty Images
Callum mengakui bahwa pencapaian-pencapaiannya, seperti "semakin bertambah tua dibanding Liam", bersekolah di kolese dan meninggalkan rumah untuk berkuliah, menghantam dirinya lebih keras dibandingkan masa-masa awal setelah kepergian kakaknya.
"Ketika saya ditanya `Berapa saudara laki-laki atau perempuan yang kamu punya?` - bisa jadi saat Anda sedang berkencan, atau tengah berada di kelas - saya tidak akan melupakan kenyataan bahwa saya punya kakak laki-laki, atau bahwa ia sudah meninggal dunia.
"Diri saya yang berusia 12 tahun dulu berkabung dengan jauh lebih baik ketimbang saya dua tahun lalu. Waktu tidak menyembuhkan, ia hanya membantumu menghadapinya."