Perbankan Australia Dilanda Skandal 'Fee Tanpa Layanan'
- abc
Sudah bertahun-tahun sektor perbankan dan jasa keuangan di Australia menikmati "fee tanpa layanan". Tak heran bila perbankan negara ini menjadi salah satu yang paling untung di dunia.
Skandal itu terbongkar setelah Komisi Khusus Penyelidikan Perbankan mulai bekerja tahun lalu. Komisi yang dipimpin Komisioner Kenneth Hayne ini merampungkan laporannya pada Senin (4/2/2019).
Dari laporan itu terlihat bagaimana perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya melakukan praktek yang tak bertanggungjawab.
Fee yang dikenakan atas akun nasabah, termasuk akun dana pensiun, seringkali sangat besar. Ada kasus akun orang yang sudah meninggal masih dikenakan fee sampai 10 tahun setelah kematiannya.
Komisioner Hayne dalam laporannya merujuk sejumlah bank dan penyedia jasa keuangan ke pihak regulator untuk ditindaklanjuti ke proses hukum.
"Pelayanan nasabah dinomorduakan. Penjualan telah menjadi yang paling utama," ujarnya.
Menanggapi laporan komisi, Menteri Perbendaharaan Negara (Treasurer) Josh Frydenberg memastikan akan menindaklanjuti seluruh 76 rekomendasi.
"Pesan saya ke sektor keuangan yaitu, perilaku tak bertanggung jawab harus dihentikan. Kepentingan nasabah harus diutamakan. Mulai hari ini sektor ini harus berubah untuk selamanya," tegasnya.
Menurut Komisioner Hayne, tanpa tindakan terhadap mereka yang terlibat menetapkan "fee tanpa layanan", maka kepercayaan publik tidak akan pulih. Padahal sektor keuangan beroperasi atas dasar kepercayaan publik.
Fee semacam itu umumnya terjadi pada divisi perencanaan keuangan. Baik yang ada pada perbankan maupun pada lembaga jasa keuangan lainnya.
Pada Bank Commonwealth (CBA) misalnya, divisi perencanaan keuangannya secara sistematis memungut fee terhadap 31.500 nasabah antara Juli 2007 dan Juni 2015 tanpa review tahunan.
Di sisi lain, Bank ini tidak bisa membuktikan ke Komisi Sekuritas dan Investasi (ASIC) bahwa mereka benar-benar memberikan layanan terhadap para nasabah.
Dalih Perbankan
Sejumlah banker berdalih bahwa "fee tanpa layanan" itu lebih karena faktor ketidaksengajaan.
Dalam pemeriksaan Komisi Khusus, CEO Bank NAB Andrew Thorburn misalnya menyatakan, uang fee tersebut "tidaklah dimaksudkan untuk menjadi milik kami namun menjadi milik kami".
Komisioner Hayne menepis dalih tersebut. "Jumlah uang yang masuk kantong lembaga keuangan besar, seringnya terjadi, dan lamanya terjadi, menunjukkan hal ini tak bisa dipandang sebagai kelalaian sepele atau kesalahan sistem komputer," tegasnya.
Jumlah kompensasi yang harus dikembalikan penyedia jasa keuangan AMP dan empat bank utama yaitu Bank Commonwealth (CBA), Bank NAB, Bank ANZ, serta Bank Westpac mencapai 180 juta dolar AUD (sekitar Rp 1,8 triliun).
Namun perkiraan tersebut kemungkinan bertambah menjadi 1 miliar dolar (Rp 10 triliun), dan butuh waktu lama sampai seluruh nasabah mendapatkan kembali uangnya.
Pemerintah Australia sudah mengantisipasi untuk membentuk skema kompensasi yang nantinya akan ditanggung pihak industri keuangan.
Rekomendasi Komisi Khusus ini mendesak adanya perubahan drastis dalam pembayaran fee terhadap layanan broker kredit dan perencanaan keuangan. Juga terhadap penjualan asuransi.
Dikatakan, hal utama yang perlu diubah adalah renumerasi bagi profesional keuangan yang menjual produk padahal produk tersebut bukan yang terbaik bagi nasabah.
Komisi Khusus merekomendasikan untuk melarang apa yang disebut "trailing commissions" untuk broker kredit.
Trailing commissions merupakan fee yang diberikan kepada seseorang yang menjual produk keuangan, biasanya selama produk itu digunakan nasabah.
Artinya, jika nasabah mengambil kredit selama 25 tahun, maka broker kredit tersebut akan menerima fee selama 25 tahun pula.
Komisioner Hayne sebenarnya didesak untuk meminta perpanjangan masa tugas Komisi Khusus, dan pemerintah pun sudah menyatakan siap memberikannya.
Namun Komisionar Hayne menolak hal ini. Bukti-bukti yang diajukan 27 korban, katanya, sudah cukup untuk membongkar perilaku tak bertanggung jawab industri keuangan Australia.