Gelandangan dan Pengemis Nyaris Tak Ada di Kota Ini

Helsinki Deaconess Institute memiliki lebih dari 400 rusun untuk mantan tunawisma. - THE HELSINKI DEACONESS INSTITUTE
Sumber :
  • bbc

Di ibu kota Finlandia, Helsinki, gelandangan ataupun pengemis hampir tidak ada karena sebuah terobosan kebijakan pemerintah.

Jika Anda keluar dari stasiun kereta pusat megah Helsinki pada malam yang lumayan dingin, tidaklah lama bagi Anda untuk menyadari hal yang tidak biasa.

Tidak ada orang yang tidur di jalan dan tidak ada seorangpun mengemis.

"Saat saya masih anak-anak saya ingat terdapat ratusan atau bahkan ribuan orang yang tidur di taman dan hutan," kata Wakil Wali Kota Helsinki, Sanna Vesikansa.

"Terlihat jelas, tetapi sekarang tidak ada lagi. Tunawisma di jalan tidak ada lagi di Helsinki."

Dalam 30 tahun terakhir, mengatasi tunawisma menjadi pusat perhatian pemerintah di Finlandia.

Jadi bagaimana orang Finlandia mengatasinya?

Sejak tahun 2007, pemerintah setempat menerapkan kebijakan "Perumahan Lebih Dulu."

Sederhananya, ini memberikan kesempatan kepada gelandangan untuk memiliki rumah secepat mungkin.

Melalui proram ini, mereka juga mendapatkan bantuan dan dukungan yang mereka perlukan. Mungkin dalam bentuk mendukung orang yang berusaha mengatasi kecanduan, membantu mereka menguasai keterampilan baru atau membantu mereka mendapatkan pelatihan, pendidikan atau pekerjaan.

Salah satu orang yang merasakan manfaaat dari program ini adalah Thomas Salmi yang menjadi tunawisma di umur 18 tahun dan harus meninggalkan panti asuhan.

Dia tinggal di pinggir jalan-jalan Helsinki selama tiga tahun di mana suhu rata-rata saat bulan musim dingin pada Februari sekitar -7C.

"Ketika Anda kehilangan semuanya, itu sudah tidak masalah lagi," katanya. "Anda memikirkan bunuh diri, apakah saya akan meninggal? Apakah aman?

"Dingin, terutama di tengah-tengah musim dingin. Jika Anda tidur di luar, Anda akan meninggal."


Thomas Salmi berjuang menghadapi musim dingin di jalan-jalan ibu kota Finlandia. - BBC

Dalam dua tahun terakhir, Thomas memiliki rumah susunnya sendiri di kompleks besar yang dijalankan Helsinki Deaconess Institute (HDI), salah satu organisasi yang menyediakan akomodasi untuk warga Finlandia yang tunawisma.

Sekarang pada usia 24 tahun, HDI telah membantu perubahan kehidupannya. Dia biasa minum alkohol berlebihan saat masih tinggal di jalan, tetapi sekarang Thomas hanya minum pada akhir minggu.

Lewat program perumahan, tawaran tempat tinggal adalah sebuah keharusan. Bahkan jika seseorang masih menggunakan narkoba dan menyalahgunakan alkohol, mereka masih diizinkan tinggal di rumah rusun, selama mereka tetap kontak dengan para petugas.

Mereka dapat membayar sewaan melalui tunjangan perumahan negara dan orang bahkan dapat memilih tinggal di sana seumur hidup.

"Mereka mengatakan kepada saya bahwa ini adalah rumah saya," kata Thomas. "Dan saya menanyakan mereka apakah saya akan keluar bila ada yang perlu rumah ini? Tetapi mereka mengatakan kepada saya `Tidak, ini adalah rumah Anda, Anda dapat melakukan apapun yang Anda inginkan.`

"Ketika saya memiliki rumah tetap, saya berusaha menciptakan semuanya berdasarkan hal ini, seperti pekerjaan, belajar, keluarga dan teman-teman. Tetapi ketika Anda di jalanan, Anda tidak mempunyai apapun."

HDI memiliki 403 rusun di Helsinki dan kota di dekatnya, Espoo.

Para penyewa berkumpul di dapur bersama untuk membuat makan siang dan bergaul di ruang istirahat. Para petugas selalu siap membantu.

Pia Rosenberg, 64 tahun, tinggal di proyek Housing First sejak tahun 2014 setelah menjadi tunawisma selama dua tahun.

"Saya sangat cocok karena saya pencandu alkohol dan saya diizinkan minum di dalam kamar saya," katanya. "Dan jika memerlukan pertolongan, saya akan mendapatkannya.

"Anda tidak merasa senang jika Anda tidak memiliki rumah."

Walaupun skema ini dipandang berhasil di Finlandia, kebijakan ini memiliki sejumlah kekurangan. Rumah tidak langsung tersedia dan rata-rata satu dari lima orang kembali menjadi tunawisma.

Memberikan rumah ke penduduk dengan cara seperti ini tidaklah murah.

Finlandia harus mengeluarkan 300 juta euros atau Rp4,8 triliun dalam sepuluh tahun terakhir, menyediakan 3.500 rumah baru bagi tunawisma dan memerlukan lebih dari 300 petugas baru.

Salah satu pendiri program perumahan di Finlandia, Juha Kaakinen, mengatakan ini hanya bisa berhasil jika para pejabat benar-benar terlibat.

"Di banyak tempat, Housing First adalah sejumlah proyek kecil dengan beberapa rusun yang tersedia. Anda perlu memperbesar untuk mengurangi tunawisma dan karena itulah ini harus menjadi kebijakan nasional, jika tidak ini akan menghadapi kegagalan."

"Masalah utamanya adalah kurangnya perumahan sosial yang terjangkau. Untuk mengatasi tunawisma, itulah yang Anda perlukan. Jika tidak, ini akan menjadi pekerjaan yang sangat sulit."


Sanna Vesikansa, wakil wali kota Helsinki. - BBC

Di Helsinki, Wakil Wali Kota Vesikansa percaya bahwa mengatasi tunawisma dan orang yang tidur di jalan bukan hanya kewajiban moral tetapi juga suatu penghematan dalam jangka panjang.

"Kami mengetahui ini akan berguna karena kami harus mengeluarkan dana di pos lain jika orang menjadi tunawisma. Mereka memiliki masalah kesehatan yang lebih parah, harus dibawa ke perawatan darurat dan rumah sakit.

"Tunawisma dan tidur di jalan adalah sesuatu yang tidak bisa kita terima di kota-kota kita, orang sekarat di jalan-jalan. Ini bukanlah model masyarakat atau kota yang kami ingin tinggali."